"Gue baru tau kalo bokap sebenernya peduli sama gue."
Satya menyandarkan punggung di sandaran kursi, berselonjor menyilangkan kakinya di meja yang tersedia di roof top rumah Fando. Sedangkan tas punggung yang masih berisi pakaian sepulang dari Solo tergeletak di bawahnya. Fando memutar bola mata malas melihat kelakuan Satya. Segera ia menoyor tamu-tidak-diundang di rumahnya itu.
"Ngapain, sih, dodol?!" Satya mengusap kepalanya. "Tapi tetep aja gue benci gitu sama bokap."
"Emang sesusah itu maafin?"
Satya mengangguk. Menatap matahari yang memerah, memberi rona di langit. Lalu tiba-tiba ada yang menepuk kencang kepala Satya, memberi umpatan kecil dari Satya. Saat mendongak, seseorang yang cukup polos tapi bisa bijak dan memiliki saudara kembar itu sedang menyengir tidak berdosa.
"Lo lama-lama beneran bisa nonjok, nih, Vin!" Fando berseru.
Satya menoleh pada Fando. "Ngapain ni bocah emesh disini?"
"Lo tau sendiri yang punya segudang kata-kata bijak dengan cara penyampaian lembut nan benar itu cuma si cowok emesh ini. Gue pribadi bisa ngasi tau lo, tapi gue terlalu jahat untuk menohok."
Kevin menahan senyum bangga dengan pujian Fando. Membuat Satya menarik dasi yang masih rapi terpasang di seragam sekolah Kevin. Lantas mereka bertiga tertawa sebentar.
"Yang lain nggak kesini?" tanya Satya bingung.
Fando terkekeh. "Sengaja nggak gue kasi tau kalo lo udah balik, cuma Kevin aja. Biar lo lebih tenang tanpa kudu kesel sama recokan anak-anak."
Kevin duduk di depan Fando dan Satya. "Do, gue mau, dong, es sirup kayak Satya gitu. Capek gue, masih pakai seragam, baru balik rapat."
"Oiya, baru inget gue gimana wawasan lo bisa seluas samudera raya," ujar Fando keki.
"Anak OSIS, mah, bebas!"
Kevin terkekeh saat Fando merelakan diri turun ke dapur di lantai paling bawah hanya untuk membuatkannya minum. Lantas, ia menoleh pada Satya.
"Jadi ...." Kevin membenarkan letak dasinya. "Apa yang bisa saya bantu?"
Satya menatap langit yang masih kemerahan. "Gue nggak tau mulainya, Vin. Dipancing dulu, aja."
Kevin mengangguk. "Tentang Tiara atau ...?"
Satya meringis mendengar nama itu. Ia menurunkan kakinya, menatap Kevin sama kekinya seperti Fando. "Gue denger nama dia udah kepancing banget, nih, Vin!"
"Ngomong-ngomong kemarin dia nyariin lo, brambangi gitu matanya. Kangen."
"Gue juga kangen, tapi gimana ... gue udah bukan siapa-siapa dia."
"Siapa bilang lo bukan siapa-siapa dia?" Kevin mengendikkan bahu saat Satya menatap Kevin intens. "Gue rasa, lo pasti berjasa banget buat dia. Lo yang nunjukin gimana rasanya sakit hati, yang selalu nemenin dia, yang membuat dia tau rasanya memperjuangkan, dan mungkin lo yang bikin dia merasa diperjuangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Night Stuffs
Teen FictionBiar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan mataha...