"Duh ilah, Bidadari pada lewat!" Garuda mencegat, menunjuk pipi kirinya. "Pajak dulu, dong, kalo mau lewat."
Karen menggelayut di lengan Lisa. "Tuh, kan, gue bilang juga apa kalo lewat lorong kelas IPS!"
"Ngapain, sih, takut? Isinya cuma setan sama banci, doang."
Joni yang masih mengenakan topi upacara mengernyit. "Lho, siapa yang banci?"
Lisa melirik tajam ke Satya yang kagok melihat Tiara. Joni mengikuti arah pandang cewek di depannya, lalu mengangguk.
"Satya? Untung bukan gue," gumam Joni.
Satya mendengar, lantas menujukan mata pada Lisa. "Kok, gue?"
"Udah, Lis, nggak pa-pa." Tiara tersenyum tipis, meredakan. "Kami udah baikan."
"Hah, serius?"
"Kok, nggak curhat, sih, Ra? Nggak kayak biasanya!"
"Yailah, yang baikan setelah sebulan marahan."
"Ya, kan, marahan gegara Satya!"
"Gue lagi?"
"Sok lupa lo sama teater kantin!"
"Asik ... asik ... nggak ada adegan peluk-pelukan lagi, nih?"
"Gue pengen siomay gratis nih!"
"Keburu bel, gue sama yang lain mau ke kantin!" Tiara berseru, menyudahi sorakan kedelapan orang yang bersahut-sahutan.
Tiara cemberut, dan pipinya kembali menampakkan lesung yang membuat Satya sadar saat ini bahwa apa yang ia katakan pada Tiara, yang adalah cewek manis dan menarik menjadi naik sepuluh kali lipat kemanisan dan kemenarikannya.
Joni merentangkan tangan, menghalangi. "Kapan baikan?"
"Semalem."
"Baikannya gimana?"
Satya dan Tiara saling berpandangan. Pipi Satya menghangat dan memerah mengingat kejadian semalam yang hampir itu, tapi Tiara hanya memberi senyum tanpa pipi merah. Fando menyipit curiga, sambil mengelus dagunya yang baru bercukur, ia berpikir dan mulai mengerti.
"Udah, Jon, biarin lewat," Kevin berujar sambil menarik Joni. "Udah bagus mau makan, cewek biasanya nggak mau makan takut gendut."
"Makanan itu surga dunia, ngapain juga dihindari!" Anggita membalas, lalu bersama ketiga lainnya melewati jalan bekas Joni menghalangi.
Satya mengikuti gerak keempat cewek itu, terlebih Tiara. Punggung Tiara tampak jauh tertutup dengan rambut dikepang dua. Ini alasan kenapa ia kagok melihat Tiara. Cewek itu sudah tidak terdefinisi lagi sebagai 'menarik' saking menariknya cewek itu. Gravitasinya makin kuat.
Selepas keempat cewek itu menghilang di belokan, Kevin menepuk punggung Satya. Satya tersadar, menoleh pada keempat temannya yang memandangnya tengil secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Night Stuffs
Teen FictionBiar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan mataha...