Selepas menjemput Tiara di gerbang sekolah, Darren curiga ada yang tidak beres dengan seseorang yang duduk si sampingnya ini. Lagu terputar, band kesukaan Tiara, tapi yang Darren lihat Tiara bergerak gelisah sambil menggigit-gigit bibir, bukannya menyanyi mengikuti lagu.
"You look pale, Tiara. Are you okay?"
Tiara mengangguk, ia menggigit bibirnya yang bergetar menahan tangis. Ia harus menahannya lebih lama lagi, setidaknya sampai tiba di kamarnya.
"Let's be honest, you aren't."
Tiara menoleh pada Darren, bibirnya bergetar makin hebat dengan mata memerah. Darren ikut menoleh ke arah Tiara, ia tersenyum menenangkan. Tangan kanannya masih memegang kemudi mobil, sedangkan tangan kirinya sudah berpindah ke kapala Tiara, mengusapnya pelan menenangkan.
Karena Darren mengusapnya seperti itu, Tiara segera merebak tangis. Kedua telapak tangannya menutup wajah menumpahkan perasaannya yang baru saja dipecah secara langsung setelah sekian lama hanya retak. Jantungnya berdentum menghantam dadanya, menyebabkan sesak yang ia rasa makin menjadi.
"So why are you asking me?"
Darren menepikan mobilnya lalu mematikan mesin. Suara lagu kesukaan Tiara yang terputar berhenti. Dilihatnya Tiara di samping yang masih tersedan-sedan, tangan Darren juga masih mengusap kepala Tiara pelan.
"Aku nggak tahu gimana lagi kalo harus berhadapan sama dia. Dia itu kenapa, aku nggak tau, dia mau yang gimana, aku juga nggak tau." Tiara mengusap pipinya.
"You don't have to know everything."
Tiara menunduk dalam esakannya, tangannya kini memainkan rok. "Tell me, how does it feel when I'm not in love with you?"
Darren terdiam, tangannya turun dari usapan di kepala Tiara. Ia memandang lurus ke depan. Jantungnya terasa berbegar di dalam. "It feels hurt."
Ada sesuatu tak kasat mata yang menusuk jantung Tiara. Ia yakin seperti ini yang Darren rasakan saat ia menolaknya secara terang-terangan bahwa ia tidak memberikan lampu hijau bagi Darren melaju. Kini, Tiara yang mendapat tolakan itu.
Dengan posesif, Darren menggenggam tangan Tiara. "Tiara dengarkan saya."
Tiara menahan tangisnya kembali pecah saat ia memberanikan diri mendongak pada Darren. Hati Darren segera mencelus melihat wajah siapa yang ia sayang serba merah dan basah.
"Kamu tidak perlu menangis untuk orang yang menyakitimu."
"Apa aku nggak boleh menangis karena disakiti?" Bibir Tiara bergetar, air mata turun lagi dari matanya. "Am I worth enough?"
"You are worth, but not for him."
"I know I'm not worth for him."
"Bukan itu yang saya maksud, Tiara, tapi ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Night Stuffs
Teen FictionBiar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan mataha...