Satya tidak paham kenapa hari bisa lewat begitu cepat baginya. Perasaan, baru kemarin ia merasa buruk akan dirinya sendiri saat mendengar pertengkaran Tiara dengan Wijaya di malam Minggu. Baru juga rasanya ia mendapat pukulan dari papa Tiara, sekaligus umpatan yang membuatnya ingat dengan ayahnya sendiri.
Lumayan banyak tangis yang Satya lalui minggu ini. Satya tersenyum kecil, ia bertahan, lewat semua hal yang mengangakan lubang hatinya. Lewat spion motornya, Satya melihat seseorang yang menikmati semilir angin malam. Di balik kelelahan minggu ini, Satya juga tahu ada Tiara yang juga bertahan.
"Ra?"
"Ya?" balas Tiara.
"Ya-iya, atau Satya? Nggak jelas." Satya tertawa.
Tiara ikut tertawa, dan sebentar Satya menikmati suara riang itu.
Bertepatan dengan tibanya mereka di KePo, Tiara membalas sambil turun dari motor, "gue aja nggak tau pelafalan nama lo itu; Sa-tya atau Sat-ya."
Satya melepas helm, ia masih duduk di motor sedangkan Tiara sudah berdiri di sampingnya. "Kalo satria itu sa-tri-a atau sat-ri-a? Menurut gue sa-tri-a. Jadi, ya nama gue yang pertama aja."
"Sa ... tya?"
Satya mengangguk, mengacak rambut Tiara gemas, lalu mereka berjalan masuk ke KePo.
"Jadi, gue manggil lo 'Tya'?" Tiara menoleh pada Satya yang pandangannya lurus.
"Panggil 'Ya' aja kayak biasa."
Mereka terhenti di ambang pintu melihat ramainya kedai. Tidak ada tempat tersisa di dalam, sisa di luar yang harus duduk dengan karpet. Ini artinya mereka terlambat datang. Tempat favorit mereka yang dekat dengan dapur untuk mencuri aroma masakan lain sudah disergap orang lain.
"Bu, kok, tempatnya udah dipake orang lain?" Tiara yang pertama bertindak bertanya tidak terima pada bu Iman.
Bu Iman yang sedang repot membuat minuman menoleh sebentar. "Oh, Tiara?" lalu sibuk lagi dengan minumannya, tapi tetap melanjutkan, "maaf, tidak sempat ngurusin soalnya ramai. Lagipula kemarin Sabtu kalian juga tidak kemari, ya ibu anggap tidak pa-pa."
Tiara cemberut, Satya mengacak rambut Tiara. "Bocah emang."
"Eiy!" Tiara merapikan rambutnya, agak heran, belakangan Satya jadi sering mengacak rambutnya.
"Bu, kami di teras aja. Biasa ya."
"Susu cokelat sama brownies?" tanya Bu Iman selesai membuatkan minuman. "Tidak mau coba yang lain?"
"Tiara mau susu original aja, deh, Bu." Tiara melongok melihat apa yang baru. "Wah, ada donat kentang. Mau dua, Bu!"
Satya tertawa kecil, gemas melihat Tiara yang antusias begitu. Pasti karena menang tempur setelah minggu lalu kalah tempur. Apalagi Tiara yang memakai kaus, rok selutut, dan sandal jepit begitu, tambah gemas. Saking gemasnya, Satya mengacak rambut Tiara lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Night Stuffs
Teen FictionBiar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan mataha...