Hari Satya terasa buruk.
Lagi-lagi Satya bengong memikirkan Tiara, juga tentang rumah Tiara yang kosong melompong dengan papan menggantung di pagar. Pikiran yang paling berat adalah ketidaktahuan tentang keberadaan Tiara. Mana ponsel cewek itu masih tidak aktif.
Satya yang biasanya paling malas pulang ke rumah, hari ini langsung bergegas pulang sekolah tanpa mau basa-basi kesana kemari. Niatnya ingin menghabiskan waktu bermain playstation di dalam kamarnya seharian, atau meneruskan game zombie supaya bisa meng-unlock lokasi lainnya, atau melakukan hal berguna lain seperti ... tidur.
Satya tidak tidur sama sekali semalam. Di sekolah ia hanya sempat tidur selama setengah jam saat pelajaran bahasa Inggris. Ingin bolos, tapi perpustakaan sedang digunakan untuk pelatihan anak olimpiade kelas sepuluh. Kalau di kantin, pasti ketahuan guru, lagipula tidak bisa tidur di kantin. Sebenarnya ia ingin tidur di rumah Fando, Garuda, atau Joni sepulang sekolah, sayangnya mereka pada main futsal. Jalan satu-satunya adalah tidur di rumah.
Kemudian, ketika motornya sampai di halaman rumah, Satya melihat mobil kantor ayahnya sudah terparkir di dalam garasi. Satya langsung merengut. Malas bertemu ayahnya.
Kakinya menginjak lantai ruang tamu, dan kemarahannya langsung mencapai titik didih saat melihat Erika baru saja muncul dari dapur membawa nampan berisi kopi panas yang mengepul asapnya dan sepiring kue kering cokelat.
Wow, kunjungan tidak terduga.
Erika tergagap, dan Satya memandangi benci perempuan itu. Satya diam, bersidekap.
Erika tersenyum kikuk, lantas memberanikan diri menawarkan pada Satya. "Satya mau teh? Tante bisa buatkan. Ini tante juga habis bikin cookies."
Satya memainkan lidahnya di dalam mulut sambil menggeleng-geleng tidak suka.
"Habis pulang latihan nge-band, ya?" tanya Lukas kalem, mencoba meredam emosi Satya, tapi hal itu tidak berhasil. Jelas saja tidak berhasil, orang tebakannya salah. Inikan memang jam pulang anaknya.
"Ayah tahu darimana? Bukannya ayah nggak pernah peduli sama Satya?"
"Satya!" Lukas membentak. "Kamu bisa nggak lebih sopan sama orang tua kamu?"
"Bisa aja kalau ayah nggak ngecewain Satya."
Wajah Lukas langsung pias. Ada rasa bersalah di dalam raut wajah ayahnya. Sebentar, Satya menyadari hal itu melukai hati ayahnya. Namun, sebentar juga ia sadar, ia lebih dahulu dilukai hatinya. Bukan hanya oleh ayahnya, tapi juga ibunya. Satya menghela napas. Badannya berbalik, hendak keluar rumah.
"Kamu mau kemana, Nak?" tanya Lukas lirih.
"Kabur kali, nggak betah juga lama-lama di sini."
"Kamu tidak perlu pergi. Ini rumah kamu, Satya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Night Stuffs
Teen FictionBiar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan mataha...