Kira-kira setengah jam setelah ia kehilangan jejak mobil Darren, ia berhasil menemukan rumah Tiara—kalau tidak salah. Beruntungnya—atau malah bodohnya—Darren memarkirkan mobil di depan sehingga Satya yang masih ingat plat nomor mobil Darren berhasil menuntaskan janjinya untuk menemukan rumah Tiara malam itu.
Satya mengambil napas lalu memencet bel tiga kali. Diliriknya jam di pergelangan tangannya. Pukul enam sore. Ia langsung menuju kediaman Tiara sepulang dari slumber bersama keempat sobatnya.
Satya memencet bel lagi. Selanjutnya Tiara lah yang keluar dari pintu rumah. Senyum Satya terkembang, berarti ia tidak salah rumah. Dari pagar, Satya bisa melihat jelas penampakan Tiara dengan rambut basah sehabis mandi keramas.
Cewek itu terkaget melihat kehadiran Satya di depan pagar. Saat Satya melambaikan tangan pada Tiara, cewek itu segera masuk dan menutup pintu.
"Tiara!" panggilnya lantang.
Satya kembali memencet bel. Kali ini tidak main-main banyaknya, berulang kali sampai satu bel yang belum habis bunyinya sudah disusul bunyi bel selanjutnya.
"Tiara!" panggilnya lagi lebih keras. "Gue mau minta maaf!"
Barulah Tiara keluar lagi dengan wajah merah padam. Perpaduan marah, sedih dan kecewa. Mereka dibatasi pagar rumah, sama posisinya seperti malam dimana Tiara menuju rumah Satya dan Satya mengajaknya ke minimarket untuk memberitahu rencana masing-masing, yang membuat Tiara demam semalaman itu. Bedanya Tiara di dalam, dan Satya di luar.
Tiara bersidekap. "Masih mau ketemu cewek matre?"
Satya memegangi pagar. "Lo bukan cewek matre."
"Kayaknya baru kapan hari gue denger itu dari mulut cowok yang egoisnya setengah mati untuk ngelarang gue jatuh cinta."
"Ra ...."
Tiara membuang muka. Tanpa melihat lawan bicaranya, Tiara bertanya, "lo tau rumah gue darimana?"
"Gue cuma tau."
"Oh," balas Tiara tidak peduli, padahal penasaran setengah mati.
Satya terdiam di luar, memegangi pagar sambil memandangi Tiara yang terdiam sambil bersidekap. Wajah cewek itu murung sekali, matanya makin besar sembabnya ketimbang kemarin saat mereka ribut di kantin.
Dan tanpa dapat ditahan lagi, mata Tiara bergerak meneliti Satya. Tiara bisa melihat jelas cowok itu menyesal. Matanya yang masih berkantung dan hitam itu makin kuyu, dan Tiara tidak melihat senyum di bibir Satya seperti tadi.
Eh tunggu tunggu ... Sejak kapan Satya potong rambut?
"Who's that?"
Tiara dan Satya sama-sama menoleh ke asal suara. Di pintu, Darren mengenakan kaus putih tipis dan celana kolor selutut. Rambutnya acak-acakan sehabis bangun tidur. Cowok tinggi tegap itu menghampiri Tiara, dan segera saja terkejut melihat kedatangan Satya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Night Stuffs
Teen FictionBiar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan mataha...