Satya menggeliat tidak nyaman di tempat tidurnya. Keringatnya mengucur dari pelipis hingga rambutnya basah total. Napasnya tersengal. Hingga ia membuka mata terkaget dengan apa yang baru saja datang ke mimpinya.
Ia memosisikan diri untuk duduk bersandar di sandaran tempat tidur, napasnya ngos-ngosan.
"Shit!" pekiknya.
Ia mengacak rambutnya yang basah dan mengusap keringatnya dengan kaus tipis yang ia kenakan.
Sudah lama Satya tidak seperti ini, biasanya hanya saat ia begitu banyak pikiran. Dan berarti, Satya sedang banyak pikiran. Termasuk pikiran tentang Tiara dan dirinya. Ia menoleh ke jendela kamar yang tidak ditutup. Tirai beterbangan menampakkan sepi dengan cahaya lampu yang meremang.
Lalu matanya beralih, ia melihat ponselnya menyala. Satya meraihnya dan membuka lock screen. Sebuah pesan masuk dari Tiara.
Tiara : udh tidur?
Satya masih berusaha menetralkan detakan jantungnya yang berdebar. Malam terasa sunyi. Jam digital di ponsel menunjukan angka 00.35. Ia rasa, selain karena banyak pikiran, ini yang terjadi kalau ia tidur terlalu awal dari jam malamnya. Ia mengulaikan tubuh menatap kosong keluar jendela.
Satya tahu kalau ia membalas pesan Tiara, cewek itu tidak akan datang dan menyelinap masuk ke kamarnya. Jadi, Satya memilih tidak membalas ketimbang ia kecewa dengan ketidakhadiran Tiara kali ini seperti tengah malam yang sudah-sudah.
Satya menghela napas panjang setelah cukup berhasil menenangkan dirinya. Lagi-lagi ia mengacak rambut basahnya. Tenggorokannya kering. Satya segera menyibak selimutnya lalu berjalan keluar kamar hendak mengambil minum di dapur. Meninggalkan ponselnya yang berisi dua pesan baru masuk lainnya dari Tiara.
Air langsung habis dalam sekali minum, tapi tenggorokannya tetap saja kering. Di gelas ketiga, Satya mulai merasa baikan. Ia menghela napas terus menerus. Lelah sekali rasanya.
Setelah mencuci gelas di washtafle, Satya tidak memilih untuk kembali ke kamarnya melainkan duduk di kursi meja makan yang memiliki satu ruangan dengan dapur. Ia menumpu kepalanya dengan kedua tangan.
Rasa-rasanya belum cukup sekedar broken home, bahkan kadang Satya merasa benci dengan dirinya. Ia tidak tahu siapa yang harus dipersalahkan. Dan Satya masih sepenuhnya sadar untuk tidak menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi dalam keluarganya.
Satya sudah marah besar-besaran saat kedua orang tuanya bercerai. Perang dingin terjadi dengan ayah dan ibunya, meski adakalanya Satya merindukan mereka. Satya kecewa, orang yang ia percayai habis-habisan, bisa juga membuat hatinya babak belur habis-habisan.
Sampai detik ini, Satya belum bisa menerima perceraian kedua orang tuanya. Setelah ayah dan ibunya bercerai empat tahun lalu, Satya kembali marah besar-besaran saat tahu ibunya akan menikah dengan laki-laki lain. Lalu telinganya kembali mendengar pernyataan mengenai ibu baru dari ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Night Stuffs
Teen FictionBiar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan mataha...