Satu jam perjalanan, posisi tempat duduk masih tetap sama. Adara duduk di sebelah Apoy.
Apoy yang setengah jam lalu terbangun dan sedikit kaget ketika melihat Adara yang duduk di sampingnya, Adara pun tak memperdulikan itu.
Keadaan di dalam mobil sangat hening. Tak ada yang berbiara sepatah kata pun. Yang terdengar hanyalah suara hujan yang turun dengan sangat amat deras.
Untungnya mereka bukan berangkat pada waktu weekend. Jadinya jalanan pun lancar, tak ada kemacetan.
"Ini udah dimana?" Tanya Beni dengan suara khas baru bangun tidur. Ia mengucek matanya lalu menguap karena masih merasa terkantuk.
"Masih di jalan," jawab Roland dengan singkat. Dengan kondisi hujan deras seperti ini memang harus memerlukan konsentrasi karena jarak pandangnya agak buram di tutupi oleh air hujan yang turun bersamaan.
"Adara?" Panggil Beni ingin mengetahui apakah Adara jadi ikut dengan mereka.
"Ya?" Balas Adara.
Beni menyengir, "enggak. Gapapa. Kirain gak jadi ikut."
Adara hanya menanggapinya dengan tertawa pelan.
Keadaan pun kembali sunyi. Adara melirik Apoy sebentar lalu mengalihkan pandangannya kembali ke jendela. Apoy mengetahui itu.
"Kalau keadaannya sepi kayak gini, gue bisa-bisa tambah ngantuk," celetuk Roland sambil meminum susu strawberry berukuran kotak kecil yang mungkin telah kotak yang ke dua puluh lima kali ia minum.
"Yaudah, gue ramein deh," kata Beni juga ingin menghilangkan rasa kantuk. "Em—Adara, gue mau nanya sama lo."
"Lo mah banyak nanya amat ya Ben sama Ara," balas Apoy agak sewot ke Beni. Adara kembali menatap ke arah Apoy sebentar dengan tatapan sedikit bingung. Emang salah kalau Beni banyak bertanya padanya?
"Yee, pacarnya aja gak sewot, ngapa lu yang sewot," cibir Beni sambil memeletkan lidahnya ke arah Apoy.
"Ara?" Gumam Roland pelan akan tetapi masih terdengar oleh mereka.
Apoy terdiam.
"Apanya yang Ara?" Alih Adara karena ia pun baru sadar bahwa Apoy menyebutnya dengan panggilan "Ara."
"Ara? Ara siapa, Lan?" Tanya Beni bingung.
"Tadi bukannya Apoy bilang Ara ya?" Tanya Roland ikut bingung.
"Lah, gue nyebut Adara kali. Bukan Ara," tukas Apoy.
"Iya ya?" Tanya Roland masih tak percaya karena jelas-jelas tadi ia mendengar "Ara" bukan "Adara".
"Iya."
"Tadi mau nanya apa, Ben?" Adara mengalihkan pembicaraan.
"Ohiya," kata Beni memberi jeda. "Lo gak ada rencana putus sama Roland terus pacaran sama gue gitu?" Tanya Beni dengan nada polos seperti anak kecil yang sedang menanyakan sesuatu yang terlintas di dalam otaknya.
"Beniku, sapiku, cintaku. Harusnya kamu jangan nanya itu ke Adara, sayang. Tapi ke aku," kata Roland sambil memasang wajah imutnya.
"Najis," Adara tertawa. Apoy juga ikut tertawa. Sedangkan Beni mengernyit jijik.
"Tolong ya, Mas Olan. Aku udah normal. Jangan kembalikan aku ke dunia yang kelam itu, Mas!" Balas Beni dengan menjijikan juga membuat tawa Adara semakin kencang.
"Najis lo. Geli gue," mata Roland mendelik ke arah Beni yang langsung di balas Beni dengan kedipan manja.
"Mati lo setan jahanam," Roland menepuk jidat Beni dengan agak kencang, membuat Beni yang tadinya duduk dengan posisi tegap langsung terhuyung ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROLANDARA
Teen Fiction⚠️PART MASIH LENGKAP Roland Gideon. Bad boy tapi suka susu strawberry. Emosian tapi pas dimarahin sama Adara malah kicep. Wajah nyalat tapi hati hello kitty. Liat Adara nangis malah sok ikutan nangis, sambil bilang, "gue rela nangis demi lo, Dar. To...