Agak ragu sih untuk share part ini. Tapi ydhlh ya. Terima cerita ini apa adanya oke :* gue udah pusing sendiri sama alurnya. HAHAHAH.
Adara menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Tubuhnya serasa ingin retak karena capek habis berjalan-jalan dengan Roland, dan lain-lainnya.
Rena yang baru saja masuk ke dalam kamar menatap Adara sebentar lalu menutup pintu kamar dengan pelan dan ikut baring di atas tempat tidur.
Sekarang sudah pukul 22.05 PM. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar. Adara dan Rena sama sekali tidak ada yang ingin memulai percakapan ataupun hanya sekedar basa-basi sedari tadi.
Adara menghela nafasnya lalu mengubah posisinya menjadi duduk. Ia jengah dengan situasi ini.
Adara menatap Rena yang sekarang sudah terpejam sambil berfikir sebentar.
"Ren," panggil Adara dengan pelan. Kalau Rena tak menyaut, ia mengurungkan niatnya untuk berbicara tentang semuanya dengan Rena.
"Hm?" Jawab Rena hanya dengan dehaman.
"Maaf,"
"Dimaafin." Balas Rena langsung dengan singkat.
"Gue serius, gue minta maaf," kata Adara lagi karena tak puas akan jawaban Rena.
"Iya."
"Gue ninggalin lo pas di cafe karena waktu itu gue pengen lo benci sama gue,"
"Berhasil kok." Balas Rena santai.
"Tapi, sebenernya gue bener-bener gak mau buat lo benci sama gue, Ren. Gue juga gak mau sekarang kita canggung kayak gini,"
Rena membuka matanya dan menghela nafasnya lalu ikut merubah posisi menjadi duduk, "terus kenapa lo ninggalin gue gitu aja pas gue lagi curhat sama lo? Gue waktu itu mikir positif sama lo. Gue yakin kalau lo pasti lagi badmood atau emang lagi ada urusan, dan gue yakin palingan ntar malem atau besoknya lo bakal minta maaf ke gue dan nyuruh gue untuk curhat lagi. Tapi nyatanya nggak. Baru sekarang lo minta maaf sama gue." Rena menatap Adara tajam. "Denger ya, Dar, gue sama sekali gak butuh perhatian lo atau nasehat lo. Gue cuma butuh lo untuk dengerin masalah gue dan bisa nenangin gue."
"Iya gue tau gue salah."
"Lo gak salah Dar. Sikap lo yang makin hari makin aneh itu yang salah. Gue gaktau kenapa lo jadi kayak gini sama gue semenjak lo tau kalau gue pacaran sama Ben. Gue gaktau apa salah gue, kenapa gue dituduh yang enggak-enggak sama Dion. Gue mau jelasin semuanya ke lo, lo nya nolak. Gue gak ngerti lagi deh, Dar, sama lo. Lo nyadar gak sih kalau lo udah berubah jadi kayak gini?"
Adara terdiam.
"Gue sama Ben udah putus satu minggu yang lalu. Iya, gue yang putusin Ben. Gue udah gerah sama sikap Ben terutama lagi sama sikap sepupunya Ben yang selama ini ngikutin aktivitas gue dengan Dion." Rena terkekeh pelan menatap Adara geli. "Gue tau semuanya Adara. Gue tau apa yang lo sembunyiin. Apa yang Ben sembunyiin. Dan apa yang Roland sembunyiin, sekarang. Gue tau semuanya." Lanjut Rena. "Gue cuma diem karena gue yakin kalau gue ngebongkar semuanya duluan, pasti rencana kalian bertiga itu pada hancur total. Gue kemaren udah ngehancurin rencana Ben, dan sekarang gue lagi usaha untuk ngehancurin rencana lo."
Adara masih diam.
"Gue udah keluarin semua isi hati gue yang akhir-akhir ini benci dengan lo. Sekarang, lo yang jelasin ke gue semuanya." Pinta Rena.
"Pas udah selesai UN, gue bakal pindah ke Amerika."
Rena terdiam sebentar, "terus?"
"Gue gak bakal balik lagi ke Indonesia. Karena gue pikir gue gak bakal ketemu lo lagi, gue bikin rencana bikin lo benci sama gue. Gue kayak gitu biar pas gue udah berangkat ke Amerika, gue udah gak ada beban untuk ninggalin siapapun yang ada di Indonesia."
Rena mendengus pelan lalu terkekeh geli, "cuma karena lo pindah ke Amerika, lo pengen gue untuk benci sama lo? Gitu maksudnya?"
Adara mengangguk.
"Harusnya lo bikin kesan yang baik sebelum pindah, Dar. Hati lo bakal lebih tenang kayak gitu daripada lo bikin semua orang benci sama lo," Rena memberi jeda. "Jangan bilang kalau lo sekarang lagi bikin Roland untuk benci sama lo?"
Adara menggeleng, "tadinya sih mau gitu. Tapi kemaren-kemaren, Roland udah tau duluan rencana gue, jadi, gak jadi deh."
"Baguslah." Keadaan pun hening seketika, mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Sekarang mendingan jelasin kenapa lo akhir-akhir ini selalu ngintilin gue dengan Dion." Pinta Rena memecahkan keheningan.
Adara terdiam sebentar. "Maaf. Pas tau kalau gue sama lo ternyata temen deket, Ben nyeritain semua tentang lo ke gue yang sering ilang-ilangan dan juga sering cuek sama dia. Tapi gue waktu itu bilang ke Ben kalau lo kayak gitu karena ada masalah di rumah. Ben gak percaya, dia bilang kalau gue cuma lindungin lo doang, dan dia nyuruh gue untuk ngawasin lo pas lo lagi berdua sama Dion dimanapun itu. Gue langsung nolak karena ngerasa gak penting banget gue ngawasin lo kayak gitu. Tapi Ben masih tetep maksa. Karena gue pusing dengan Ben yang tiap hari nelfon cuma untuk nuntut permintaannya ya akhirnya gue iyain deh." Jelas Adara.
"Jujur ya, Dar, gue gak ngerti lagi sama Ben. Lo tau gak sih, yang harusnya lo awasin itu sepupu lo sendiri! Dia yang nyelingkuhin gue. Dia kira gue gak tau gitu!?" Kata Rena dengan nada kesal karena sudah dari kemaren ia makan hati dengan Ben.
Adara lagi-lagi terdiam.
Rena menatap Adara yang hanya diam, "jangan-jangan lo udah tau tentang itu?"
"Udah."
"Dan lo tetep ngawasin gue sama Dion?!" Tanya Rena dengan nada tak percaya.
Adara mengangguk santai. "Gue ngawasin lo dan gue juga ngawasin Ben. Jujur, gue ngakak ngeliat kalian yang ternyata sama-sama selingkuh dan sama-sama ngebela diri sendiri dengan bilang kalau kalian itu gak selingkuh." Adara tersenyum ketika Rena yang sekarang terdiam. "Tenang Ren. Bukan lo aja yang tau semuanya. Gue juga tau. Semuanya."
***
Masalah Rena: SELESAI
Nih. Gue kasih pilihan untuk part selanjutnya. Mau lucu-lucuan dulu sama Roland di Puncak atau langsung nyelesein konflik Bara dan Ben?
Pilih yayayayayaya.
10 Agustus 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
ROLANDARA
Teen Fiction⚠️PART MASIH LENGKAP Roland Gideon. Bad boy tapi suka susu strawberry. Emosian tapi pas dimarahin sama Adara malah kicep. Wajah nyalat tapi hati hello kitty. Liat Adara nangis malah sok ikutan nangis, sambil bilang, "gue rela nangis demi lo, Dar. To...