Adara membaca surat yang dikirim dari Rena kepadanya itu dengan raut wajah yang tak bisa diartikan. Ia melirik ke arah meja yang di atasnya terdapat undangan pernikahan yang terlihat simple tetapi tetap elegan dengan tatapan malas.
Otaknya terus berpikir. Hatinya terus bertanya-tanya. Apakah ia harus pergi ke Indonesia hanya untuk memenuhi permintaan dari Rena? Apakah ia sanggup kembali ke sana?
Tiba-tiba seseorang mengetuk dan langsung membuka pintu kamarnya, membuatnya langsung menyimpan surat bersama undangan tersebut di laci meja.
"Lo kenapa?" Tanya Adrian ketika melihat raut wajah Adara yang agak aneh padahal tadi sepertinya biasa-biasa saja.
Adara menggeleng, "gak papa. Emang kenapa?"
"Enggak. Aland nunggu tuh di bawah."
Adara pun mengangguk. "Oke. Bilang ke dia tunggu sebentar, gue mau siap-siap dulu."
"Ok." Adrian pun kembali menutup pintu kamar Adara.
Untuk sekian kalinya Adara menghela napasnya dengan kasar.
Pacarnya sudah datang.
***
Adara melepaskan kacamata hitamnya lalu menggeret kopernya menuju ke arah mobil sedan hitam yang mungkin orang di dalamnya sudah menunggunya sedari tadi.
Adara mengetokkan jendela mobil yang membuat sang empunya mobil langsung membuka pintu mobil dan memeluk Adara dengan erat.
"Aku kangen banget sama kamu, Adara! Kenapa baru sekarang sih ke Indonesia?" Bara kini mengacak-acak rambut adiknya yang sudah 3 tahun lamanya tak pernah ke Indonesia walau hanya sekedar untuk berlibur. Bara memang pindah ke Indonesia setelah ia menikah karena ia ditugaskan oleh Ayah kandungnya yang tinggal di Amerika itu untuk mengatur cabang perusahaan miliknya yang berada di Indonesia.
"Aku ada urusan penting di sini, lagian aku cuma tiga hari doang kok. Gak lama-lama." Adara menyengir lalu ia pun menyuruh Bara untuk menaruh kopernya di bagasi sedangkan ia masuk ke dalam mobil.
"Hai Kak Vanya! Apa kabar?" Sapa Adara menatap kakak iparnya yang duduk di samping Bara dengan perut yang membuncit karena tengah hamil.
"Hai Adara, alhamdulillah Kakak baik. Kamu apa kabar?" Balik sapa Vanya tersenyum sembari mengelus perutnya.
"Alhamdulillah baik juga. Udah berapa bulan kak dedeknya?"
Bara yang baru saja masuk ke dalam mobil langsung menyahut, "delapan bulan."
Adara langsung bersorak senang, tak berapa lama lagi ia akan punya keponakan. "Wahh! Cewek atau cowok?"
"Cewek."
"Yes! Semoga aja dedeknya mirip Kak Vanya atau enggak mirip Adara, jangan sampe mirip Bara, ntar jelek lagi!" Adara tertawa dengan kencangnya, ada kebahagiaan tersendiri ketika meledek Bara yang sekarang memanyunkan bibirnya. Sedangkan Vanya hanya terkekeh kecil.
"Ada urusan apa di sini, Ra?" Tanya Vanya agak bingung karena sewaktu berada di Amerika, Adara dan Vanya cukup dekat. Adara pernah bilang ke Vanya kalau ia sama sekali tak mau kembali ke Indonesia karena alasan tertentu. Akan tetapi sekarang? Malah berbalik. Membuat benak Vanya bertanya-tanya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROLANDARA
Teen Fiction⚠️PART MASIH LENGKAP Roland Gideon. Bad boy tapi suka susu strawberry. Emosian tapi pas dimarahin sama Adara malah kicep. Wajah nyalat tapi hati hello kitty. Liat Adara nangis malah sok ikutan nangis, sambil bilang, "gue rela nangis demi lo, Dar. To...