Adara terlonjak ke-arah depan ketika Roland mendadak rem. Hampir saja Roland menabrak mobil depannya.
Roland yang melihat mobil itu meminggir ke pinggir jalan pun ikut meminggirkan mobilnya.
Adara menatap plat mobil tersebut dan matanya langsung membulat.
B 1402 ARA
"Lan! Ini mobilnya mantan gue anjir." Kata Adara dengan nada terkejut.
"Mantan yang mana?" Tanya Roland yang memang mengenal semua mantan Adara.
"Mantan gue yang kuliah di Inggris itu! Yang beda lima tahun sama gue itu lhoo! Gue sering ganti-ganti nomor pas dia sering nelfon gue. Aduh. Namanya siapa pula?" Adara bingung sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ah iya! Bara Adipratama, dia sering maksa gue untuk ngajak balikan. Gue pernah ngasih tau ke lo waktu itu. Inget kan?"
"Yang mana deh?" Tanya Roland bingung belum nyambung.
"Yang gue putus sama dia gara-gara sifatnya yang songong terus kasar, bikin gue ilfeel setengah mati itu lhoo."
Roland terdiam sebentar, handphone nya yang berada di dashboard bergetar pelan.
Lalu ia tersenyum sok misterius, "lo sayang gue kan, Dar? Mendingan lu turun dan temuin Bara sekarang."
Adara mengernyit bingung, "lah? Ngapain coba?"
"Turun aja gih, sekalian minta maaf ke dia."
"Apaan sih? Males gua. Lu aja sana." Tolak Adara menatap Roland kesal. Kenapa Roland menyuruhnya turun padahal ia benar-benar ilfeel dengan Bara.
Tampak Bara telah keluar dari mobilnya dan berdiri di depan mobil Roland. Untungnya kaca mobil Roland gelap sehingga dari luar tak nampak.
Roland hanya diam tampak berfikir. Adara yang kesal, langsung keluar dari mobil.
Roland menghela napasnya lalu melajukan mobilnya meninggalkan Adara yang melotot ketika Roland pergi meninggalkannya.
"Adara?" Raut wajah Bara yang tadinya kesal menjadi senang ketika melihat sosok Adara di sini.
Adara tersenyum paksa ke arah Bara, "hai."
Bara langsung memeluk Adara, "kamu apa kabar?"
Adara pun berusaha melepaskan pelukannya, "baik."
"Btw, tadi itu siapa?"
Adara terkekeh. "Supir baru aku. Maaf ya kalau dia hampir nabrak kamu tadi."
Bara tersenyum lebar. "Iya gapapa. Mungkin takdir mau mempertemukan kita. Hahaha."
Adara tertawa miris dalam hati, "hahaha, mungkin kali ya."
"Kamu gak mau ngobrol-ngobrol dulu sama aku?" Tawar Bara.
Adara terdiam sebentar lalu kembali tersenyum paksa, "boleh. Ayo."
***
Adara dan Bara saling terdiam, tak ada yang memulai percakapan. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tak berapa lama, Bara berdeham, lalu berkata:
"Maaf."
"Untuk?"
"Semuanya."
"Okey." Adara mengaduk jus alpukat yang beberapa menit lalu ia pesan.
"Aku balik ke Indonesia karena emang ada urusan lain. Gak ada maksud untuk ganggu kamu," jelas Bara akan kedatangannya.
Adara mengangguk, "iya."
"Papa kirim salam buat kamu."
Adara terdiam sebentar, lalu kembali mengangguk, "salam balik."
"Aku—"
Adara langsung memotongnya, "Mami kamu sama Papa aku– nikah. Kenapa kamu nggak ngasih tau tentang itu ke aku? Kenapa aku malah dapet info itu dari Adrian?"
Bara terdiam, raut wajahnya tampak menyesal, "aku—"
"Aku nggak ada masalah Papa aku nikah sama Mami kamu, yang aku masalahin itu kenapa satu orang pun termasuk kamu nggak ada ngasih tau aku? Padahal waktu itu kamu chat aku terus, Bara," potong Adara lagi. "Walapun aku nggak ada bales, seengaknya kamu ngasih tau aku. Apa susahnya sih bilang ke aku kalau Papa aku sama Mami kamu itu bakal nikah?"
"Aku minta maaf," sesal Bara. "Aku nggak tau harus jelasinnya gimana waktu itu. Maaf."
Adara menghela nafasnya, lalu tatapanya tertuju pada mata Bara, "aku gak perduli orang tua aku mau nikah sama siapa, walaupun itu sama orang tuanya mantan pacar aku sendiri. Aku nggak masalah, Bara. Aku cuma gak ngerti kenapa aku sendiri yang gak tau tentang ini? Apa karena aku di Indonesia jadinya aku gak tau? Tapi, kenapa Adrian bisa tau? Kenapa Adrian yang malah ngasih tau aku? Apa karena kalian di sana mikir kalau kalian ngasih tau tentang ini, aku bakal gak setuju? Iya?"
"Aku minta maaf soal itu, Adara."
Adara kembali terdiam lalu mendengus pelan, "yaudahlah. Gak ada yang perlu dipermasalahin lagi. Udah lewat juga. Aku cuma kesel aja."
"Aku juga minta maaf kalau dulu sering kasarin kamu."
Adara berdecak, menatap Bara dengan tatapan malas. "Jangan bahas tentang dulu. Aku perlu beberapa bulan untuk ngelewatin masalah itu."
"Aku minta maaf, Adara."
Adara mengalihkan pandangannya, menjalar ke sekeliling cafe, beberapa saat matanya terpaku kepada seseorang, lalu ia terkekeh pelan. "Abang aku di penjara. Orang tua aku cerai. Pacar aku malah gak perduli masalah itu, dan dia malah pukul aku karena aku nangis di depan sekolahnya. Kasian ya?"
"Aku minta maaf."
"Aku dijauhin. Aku dibully. Aku sendirian. Dan waktu itu kamu nggak pernah puas untuk pukulin aku. Kamu inget gak tempat favorit kamu dulu dimana? Di punggung aku. Dan begonya aku waktu itu cuma bisa nangis doang tanpa ngelakuin apa-apa. Hahaha, lucu. Aku sampe sekarang suka ketawa sendiri pas ngingat tentang itu." Adara tersenyum dengan menyeringai, lalu matanya mengarah ke Bara, "dan ternyata sekarang, orang yang bikin aku sakit itu, abang tiri aku," gumamnya pelan namun tajam.
Bara terdiam.
"Aku nggak ngerti kenapa aku bisa sebego ini. Sampe sekarang pun aku ngerasa bego, bego dan bego. Dulu, kamu. Sekarang, Roland. Kenapa aku selalu berhubungan sama orang yang punya sifat kasar?"
Bara mengernyit bingung, "Roland?"
"Roland itu yang bawa mobil tadi dan sekarang lagi duduk sama cewek yang pake dress putih di arah jam dua," jeda Adara, "dan aku juga nggak ngerti. Kenapa orang yang aku perjuangin sekuat mungkin, nggak pernah ngeliat aku? Dan nggak pernah nganggep aku ada?" Desisnya. "Emang aku ada salah apa sampe-sampe aku selalu ngerasa cuma jadi sampah di sini? Apa aku sampe sekarang gak pernah ditakdirin untuk bahagia, Bara?"
19 Agustus 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
ROLANDARA
Teen Fiction⚠️PART MASIH LENGKAP Roland Gideon. Bad boy tapi suka susu strawberry. Emosian tapi pas dimarahin sama Adara malah kicep. Wajah nyalat tapi hati hello kitty. Liat Adara nangis malah sok ikutan nangis, sambil bilang, "gue rela nangis demi lo, Dar. To...