Tepat pukul 06.00 jam weker digital itu berbunyi. Bunyinya menggema di dalam kamar berukuran 10x5 meter bergaya modern dengan nuansa putih dan hitam. Jam itu bukan untuk membangunkan sang pemilik jam. Melainkan 06.00 adalah tanda kalau acara ngopi pagi sambil memandang sunrise di balkon kamar sudah habis. Marganya Choi, namanya Seungcheol. Choi Sajang bagi yang mengenalnya.
Ia melangkah masuk ke kamar tidurnya dengan sebuah mug di tangan. Seungcheol menaruh mug itu di atas meja nakasnya, menutupnya dengan penutup gelas. Setelah itu ia melangkah meraih handuk yang berada di gantungannya.
Berselang lima belas menit sejak ia masuk ke kamar mandi, akhirnya Seungcheol keluar. Lengkap dengan pakaian dalam dan rambut yang sudah kering. Tidak ada yang menarik dengan aktifitas pagi hari seorang presiden Direktur RedLine Entertainment, kecuali wajah tampannya. Rahang yang kokoh, tubuh yang atletis, alis tebal, kulit putih susu, mata besar bulat dan jernih di tambah rambut berwarna hitam pekat. Sangat menggoda. Sayangnya sajangnim satu ini pelit sekali dengan senyuman.
"Kau tampan, selamanya akan begitu." Ucapnya pada diri sendiri saat mematut dirinya di hadapan cermin. Tanpa ingin membuang waktu sedikit pun, Seungcheol sampai di kantor pukul 08.00 pas. Satu jam sebelum jam kerja di mulai. Ia selalu datang lebih awal agar bisa menjadi contoh yang baik bagi karyawannya.
Baginya mungkin 08.00 adalah awal dari aktivitas kerjanya. Tapi bagi Kim Mingyu, jam 08.00 adalah detik dimana kesengsaraan akan dimulai.
Belum genap 2 bulan Mingyu menjadi sekretaris presdir, ia sudah hampir muak dengan segala peraturan ini itu yang di buat Seungcheol. bahkan dirinya harus berpakaian rapi di sebuah perusahaan entertaiment. Benar-benar mengesankan. Mingyu mencoba melatih senyumannya sebelum ia masuk keruangan dengan setumpuk berkas laporan.
Merasa senyumannya sudah pas, Mingyu melangkah masuk. Membungkukkan badan untuk memberi hormat. "Selamat pagi sajangnim!" Serunya mencoba menghibur bosnya. Yang di hibur hanya menatap datar, tidak ada semangatnya sama sekali.
"Langsung bacakan saja." Perintahnya to the point tidak ingin mendengar basa basi Mingyu.
Semangat Mingyu luntur. Ia berdehem sedikit dengan ekspresi tidak enak sambil membuka laporan-laporan perusahaan dan membacakannya. "Dan Direktur Hong sedang menyiapkan audisi terbuka hari minggu ini," ucap Mingyu membacakan akhir dari laopran panjangnya. Seungcheol menatap ke arah lain dan tampak sedang berpikir. kemudian ia menatap kepada Mingyu lagi.
"Katakan pada Direktur Hong, aku sendiri yang akan menjadi jurinya." ucapnya memerintah.
Mingyu membentuk gerakan hormat seperti seorang tentara. "Siap!" serunya dengan lantang.
"Harusnya kau masuk militer saja, dasar idiot." komentar Seungcheol bersamaan dengan Mingyu yang melangkah keluar ruangan untuk pergi ke ruangan Jisoo.
Di ruangan Jisoo, Seungkwan dan dirinya sedang sibuk dengan setumpuk berkas para pendaftar audisi. Kurang lebih hampir lima ribu orang yang mendaftar sementara yang bertugas mengecek berkas-berkasnya hanya sepuluh orang. Jisoo yang selalu tampil stylish pun hari itu mendadak seperti seorang .. anak abg cupu yang jadi bahan bully-an. Kacamata bulat, rambut lepek karena belum keramas dua hari, dan kemeja kumal.
Mingyu pun sampai tidak mengenalinya kalau saja ia tidak memutar badan dan menatap Mingyu dengan kedua mata runcingnya yang sekarang memiliki kantung mata seperti mata panda. "Direktur Hong! kau baik-baik saja??" panik Mingyu mengecek tubuh Jisoo dengan memutar-mutar juga mengguncangnya.
"Menurutmu?" sahut Jisoo dengan suara serak. Mingyu hanya menggeleng dan menatap prihatin bos keduanya itu.
"Jadi, apa tujuanmu datang kemari, sekarang kau kemari jika hanya sedang di utus bos mafiamu saja." lanjut Jisoo sesekali terbatuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
LoveHate
Fanfic[COMPLETE] Pekerjaan kotor itu mau tidak mau di lakukan oleh Jeonghan untuk menghidupi dirinya dan juga adik perempuannya yang menderita penyakit serius. pekerjaan kotor itu yang mempertemukannya dengan seorang pembisnis muda yang ingin membawa jeon...