Aku Sudah Menduganya

415 66 7
                                    


Sepanjang rapat di kantor perwakilan Manwon Group, Jeonghan merasa sedikit risih. Ia merasa salah satu dari mereka terus memperhatikannya. Tatapan orang itu terlalu intens. Jisoo peka terhadap situasi. Namun ia tidak bisa menegur karena orang yang terus menatap Jeonghan itu salah satu petinggi perusahaan.

"Kenapa dia terus menatapmu? Kalian saling kenal?" bisik Jisoo.

"Tidak, tapi wajahnya tidak asing, aku seperti memang pernah melihatnya di suatu tempat, tapi di mana?" Jeonghan balik bertanya. Jisoo jelas menggedikkan bahunya tanda tidak tahu.

Selesai rapat, seperti dugaan Jeonghan, orang itu menghampiri Jeonghan—lebih tepatnya mencegat Jeonghan. Jisoo langsung maju dan pasang badan. Dengan senyuman sopan santunnya, Jisoo bertanya.

"Tuan Kim ada yang masih ingin di bicarakan?" Jonghyun, Orang itu tersenyum maklum pada Jisoo.

"Ah, sebenarnya bukan hal yang penting, tapi kurasa aku tidak bisa menundanya, bagaimana kalau kita bicarakan sambil duduk santai di cafe?" tawar Jonghyun. Jeonghan dan Jisoo saling melempar tatapan. Situasi seperti ini tidak bisa di tolak.

"Jadwal selanjutnya masih satu jam lagi, kurasa tidak masalah." Kata Jeonghan mengiyakan ajakan Bos besar Manwon Group itu. Jonghyun tersenyum lebar. Sementara Jisoo melirik Jeonghan heran. Jonghyun langsung menggiring Jisoo beserta Jeonghan ke sebuah kafe yang ada di lantai satu gedung bertingkat lima belas itu.

Jisoo dan Jeonghan bisa melihat bahwa Jonghyun adalah orang yang paling di hormati di tempat ini. Semua karyawan membungkuk dan melemparkan sapaan sopan setiap ia melangkah. Diam-diam Jeonghan mengagumi sosok yang baru ia kenal beberapa jam yang lalu.

Jonghyun mengambil tempat yang agak sepi dari keramaian. Bagian dalam kafe yang sedikit tertutup. Jonghyun dengan sopan mempersilahkan Jisoo dan Jeonghan untuk duduk. Pelayan kafe langsung menghampirinya untuk mencatat pesanan.

"Punyaku yang seperti biasa, kalau kalian?" Tawarnya.

"Iced americano satu," Jawab Jeonghan. Si pelayan kemudian beralih pada Jisoo.

"Aku... Mocha Latte saja." Jawab Jisoo. Si pelayan membacakan ulang pesanan mereka dan tak lama kemudian pergi.

Jonghyun menatap Jeonghan dengan pandangan tidak sabar. "Jadi, ada sesuatu yang ingin kau bicarakan Tuan Kim?" Tanya Jeonghan. Jonghyun lalu mengeluarkan selembar foto. Ia menggesernya ke hadapan Jeonghan. Dalam foto tersebut terdapat sebuah keluarga, ayah, ibu, seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan. Foto itu sudah sedikit kusam dan rusak karena termakan usia.

Jeonghan bisa menebak bahwa itu foto keluarga milik Jonghyun. Tapi ia tidak mengerti apa hubungan foto keluarga Jonghyun dengan dirinya. Ia menatap heran Jonghyun dan menaruh kembali foto tersebut.

"Anak laki-laki ini, Tuan Kim, kan?" tanya Jeonghan. Jonghyun mengangguk.

"Iya, ini aku, dan ini adikku, Jongki." Ucap Jonghyun menunjuk anak perempuan bergaun putih. Jeonghan seketika mematung. Begitu juga dengan Jisoo. Mereka berdua memandang Jonghyun tidak percaya.

"J-jongki?" ulang Jeonghan.

"Majjayo, Jongki, Choi Jongki." Tegas Jonghyun. Jeonghan melihat kembali foto itu dan memperhatikan anak perempuan dalam foto itu. Benar, anak perempuan itu mirip dengan dirinya. Memori Jeonghan saat ia berada di dalam hutan tiba-tiba terlintas. Kemudian mimpinya. Ia mulai mengaitkan mimpi itu. Wanita dalam foto itu memang mirip dengan wanita yang dalam mimpi itu memeluknya berlari masuk ke dalam hutan. Jantung Jeonghan seketika berdebar dan kepalanya berdenyut.

"Demi melindunginya ibuku sengaja memakaikannya baju-baju perempuan dan memasangkannya wig." Kata Jonghyun kemudian menatap lurus Jeonghan. "Semua orang menganggapnya mati, tapi tidak denganku, aku tidak pernah menganggapnya mati. Aku selalu percaya bahwa Jongki masih hidup di suatu tempat."

LoveHateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang