Haru

612 96 21
                                    

Hari mulai gelap. Jeonghan segera bergegas menggendong gitarnya dan beranjak ke rumah sakit. Sebelumnya ia sudah meminta izin Jisoo dan Jisoo mengizinkan karena mengerti dengan kondisi adik Jeonghan. Jeonghan senang Jisoo bisa mengerti. Setidaknya Jisoo masih ada sisi baiknya.

Hampir setengah jam perjalanan, Jeonghan akhirnya sampai di rumah sakit. bersenandung ia melangkahkan kakinya menuju bagian perawatan anak. namun semakin dekat dengan kamar Kyeolkyung. Semakin langkahnya terasa berat.

Hatinya gelisah melihat tim dokter lalu lalang terlihat panik. Ia juga jadi ikut panik. Ketakutan mulai menyelimuti dirinya. Sesampainya di koridor, tim dokter itu melesat masuk ke dalam kamar Kyeolkyung.

Ketakutan Jeonghan semakin menjadi. Ia berlari menuju kamar Kyeolkyung. Ia ingin menerobos masuk sementara seorang perawat perempuan menahannya. "Maaf saat ini anda masih belum bisa kami izinkan masuk." Ucapnya.

Jeonghan meringis. "Saya ini kakaknya, bagaimana saya tidak boleh masuk??" Jeonghal kesal. Tetapi apa boleh buat. Ia hanya bisa menunggu dengan perasaan campur aduk di luar ruangan.

Beberapa saat kemudian seorang dokter yang Jeonghan kenal melangkahkan kakinya keluar dari ruangan. Jeonghan langsung berdiri begitu mendengar langkah kakinya. Ia menatap dokter itu penuh harap.

Dari ekspresi wajah, dokter seperti akan mengatakan kabar buruk. "Kondisinya kritis.." ucap dokter pelan. Jantung Jeonghan rasanya seperti jatuh dari tempatnya berada mendengar berita dari dokter.

"Lalu bagaimana?..." tanya Jeonghan dengan suara serak. Sejak tadi Jeonghan menahan tangis.

"sebisa mungkin kami akan mencari donor untuk Kyeolkyung, tapi sementara ini kami hanya akan mengangkat sel kankernya, operasi akan di lakukan besok pagi, jadi secepatnya anda urus surat persetujuannya." Ucap dokter menepuk pundak Jeonghan.

"Boleh aku... masuk?" Tanya Jeonghan menunjuk pintu ruangan. Dokter mengangguk.

"Silahkan, kalau begitu aku pergi dulu." Pamit dokter. Jeonghan pun melangkah kakinya masuk ke dalam.

bunyi alat-alat rumah sakit menyambut telinga Jeonghan. Jeonghan lantas menahan nafas setelah melihat Kyeolkyung terbaring lemas di kasurnya dengan berbagai macam kabel juga selang menempel di tubuhnya.

Baru kemarin Kyeolkyung tertawa bersamanya. Berlari-lari menyambut kedatangannya dengan pelukan. Jeonghan sedih mengingat bahwa hari ini ia tidak di sambut dengan baik seperti biasa. Ia duduk di samping kasur Kyeolkyung. Tangannya terulur mengusap kepala gadis kecil kesayangannya.

"Bertahanlah, demi aku." Bisik Jeonghan di iringi isak tangis yang tidak bisa di tahannya lagi.

"Demi aku." Jeonghan semakin terisak. Air matanya jatuh ke tangan Kyeolkyung yang terpasang selang infus. Malam itu menjadi malam yang sendu untuk Jeonghan.

. . .

Deru mobil sport hitam itu berhenti di sebuah pekarangan luas sebuah gereja. Gereja tua yang letaknya berada di pinggiran kota. Seungcheol mengeluarkan secarik kertas dari kantung jasnya. Mencocokan alamat yang tertera dengan tempatnya berada sekarang.

Beberapa minggu yang lalu, setelah membantu Jeonghan membereskan rumah barunya, Seungcheol mulai menyelidiki latar belakang Jeonghan. Seungcheol menyelidiki ini karena gelang yang di pakai oleh Jeonghan itu. Kemungkinan besar Jeonghan adalah anak dari ayah angkatnya, tn. Lee.

Seungcheol turun dari mobilnya. Menuju ke sebuah rumah tua yang ada di belakang gereja. Rumah itu tampak sepi. Seperti tidak ada kehidupan di sana.

Hanya ada seorang biarawati paruh baya tampak sedang menyapu dedaunan di halaman. Seungcheol pun menghampirinya. "Salam," sapa Seungcheol. Biarawati itu mendongak menatap Seungcheol.

LoveHateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang