27

863 72 18
                                    

Camelion menutup kopernya,ia menatap langit-langit kamar sebelum pada akhirnya meninggalkan kamar itu.

"Kenapa babe?"Tanya Harry. Ia mengelus rambut kekasihnya itu halus.

"Aku akan rindu New york,"Jawab Camelion. Tangisannya mulai turun, Harry langsung memeluknya untuk meredakan tangis.

Harry mengecup puncak kepala Camelion beberapa kali."Ssstt. Yang penting kamu udah lulus,babe. Kamu akan udah prinsip ke aku kalau kamu mau jalanin semuanya sama aku. Kita tinggalin lembaran lama, kita buka lembaran baru."

Camelion mengangguk lalu mengikuti Harry keluar dari apartemennya.

●●●●

Camelion menatap nanar kearah jendela pesawat pribadi milik Harry. Tujuannya dengan Harry adalah London. Ya,Camelion sudah berperinsip untuk mengikuti Harry dan menjalani hidup dengannya. Sesampainya di London, Camelion akan melangsungkan pertunangan dengan Harry.

"Kamu kenapa? Murung aja?"Tanya Harry sambil menaruh sepiring kentang goreng diatas meja.

Camelion menggeleng."Gapapa kok."

"Kamu kangen mama?"Tanya Harry. "Kalau kamu mau kita bisa ke makam mama nanti."

"Kenapa kamu bilang ke orang-orang kalau makam mama itu di Auckland? Kenapa gak di London?"Mata Camelion kembali berair.

"Kamu mau tau?"

Camelion mengangguk lemah.

"Karna aku gak mau guru matematika kamu itu datang lagi ke kehidupan kamu, membuat kamu tersiksa, sakit hati, memaksa kamu dengan segala macam p--"

"Stop Harr! Mr.Evans gak seburuk it--"

"Kamu lebih milih dia daripada aku?" Potong Harry dengan urat yang sudah menonjol di sekitar lehernya.

"Bukan gitu mak--"

"Trus kenapa kamu belain dia,Cam?"

"Karna dia jauh lebih baik daripada lo!"

●●●

Camelion berdiam diri di dalam kamar mandi dengan air mata yang terus mengalir. Ia masih memikirkan soal pertengakarannya dengan Harry. Lagi-lagi soal Mr.Evans yang membuat keduanya bertengkar. Kadang Camelion heran dengan Harry, mengapa ia sebegitu marahnya dengan Mr.Evans yang jelas-jelas tidak punya salah padanya.

Camelion memencet nomor Olivia lalu menelfon nomor tersebut. Ia tak perduli mengenai larangan menelfon di pesawat.

"Hai,Cam ke--"

"Olivia.. gue gak kuat. Gue-gue-hiks."

"Kenapa-kenapa? Cerita sama gue? Harry? atau jangan-jangan babe cevs?"

"Ceritanya panjang,Liv. "

"Sampe di London lo langsung telfon gue. Nanti kita omongin lagi. Okay sayang?"

"Iya,Liv. See you."

"See you too.'

●●

Camelion dan Harry berjalan beriringan dengan tiga orang pengawal di belakang mereka. Camelion tetap bungkam, tidak berniat untuk mengoceh kepada Harry yang sibuk membetulkan pakaiannya.

Sesampainya di pintu luar bandara, mereka langsung masuk kedalam sebuah limo milik Harry. Jujur, Camelion baru tau apabila Harry sangat kaya raya di Inggris. Setahunya Harry hanyalah seorang pengusaha muda yang biasa-biasa saja.

"Kau masih marah?"Harry membuka suara.

Camelion masih diam,ia tidak mau membuka suaranya.

"Aku tanya, kau masih marah?!"

Kini nada bicara Harry agak meninggi.

"Masih marah gak?"

Makin meninggi.

"WOY! GUE NGOMONG SAMA LO!"

Setelah bertahun-tahun pacaran,Camelion baru mendengar Harry berkata kasar padanya.

"ANJING YA! LO LEBIH MILIH SI OM-OM PEDO ITU DARIPADA GUE! PENGUSAHA KAYA RAYA YANG PUNYA SEGALANYA!" Bentak Harry.

Camelion mendongak, matanya berair.

"Kamu punya hati gak,Harr? Kamu bilang ke aku kalau aku gak boleh ngungkit-ngungkit masa lalu! Tapi apa kenyataannya? Kamu yang ngungkit-ngungkit! Aku mau pergi! Aku mau break sama kamu! Aku capek!"

Camelion meminta supir Harry untuk memberhentikan mobilnya, lalu keluar dari mobil itu.

"Kamu mau kemana?"

Harry membuka kaca mobilnya cepat.

"Pergi,asal gak ketemu kamu. "

"Gue gak pernah nyangka kalau Harry sejahat itu sama lo,Cam. Kenapa sih dulu lo nerima dia? dan bukannya babe cevs? Kurang apa Mr. Evans it--"

"Gue gak enak sama Ms.Sabrina, gue punya hutang budi yang banyak sama dia,"Potong Camelion cepat."Orang tua dia yang biayain operasi papa dulu. Sekarang lo ngerti kan kenapa?"

Olivia bungkam."Ya ampun Cam,pantesan aja. Tapi kan bukan berarti lo itu harus merelakan Cevans buat dia kan? Lo masih bisa dapet--"

"Gak segampang itu,Liv. Gue udah janji sama papa,ms.sabrina sama orang tuanya dia untuk melakukan apapun yang diminta Ms.Sabrina untuk membalas budinya dia,"Potong Camelion kembali.

"Sekarang gue tanya, lo cintanya sama Harry atau Chris?"

Camelion mendongak. Matanya tampak berair, hatinya berkecamuk setelah mendengar pertanyaan temannya.

"Jawab Camelion!"

"Gue punya pertimbang--"

"Cinta memang perlu pertimbangan,cuman ya jangan sakitin diri lo sendiri hanya karna pertimbangan itu. Gak selamanya pertimbangan yang lo buat itu benar. Kejar Mr.Evans,Cam. Dia juga ngejar lo,kok. Gue tau itu. Gue bakal bantuin lo,Cam,"Olivia memeluk sahabatnya itu cepat.

"Anjing! Jangan nangis di tempat umum! Ntar dikiranya gue lesbian lagi yang nangisin pacarnya!" Canda Olivia yang dibalas tawa Camelion.

Olivia mengambil sesuatu dari ranselnya. Sebuah kalung yang pernah ia lihat dulu, namun seperti hilang dari ingatannya dalam waktu yang cukup lama.

"Gue dikasih ini sama Aunt Gesine. Katanya punya lo. Ini dari Chris, dia nitip ini,"Olivia menyerahkan kalung itu ke Camelion cepat.

"Raven.."

To be continue

*maaf udah hiatus lama banget. jangan lupa vomments :)

oh ya, gue bikin ff baru. Itu Shailee sm Shamilla. Ada Shawn, Hailee, Camila, Greyson, Asa, Bailee, dll.

juduldnya shawn sound. kalau berminat bisa cek di works aku. makasiii :*

Mr. EvansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang