24

877 70 10
                                    

   Hari sudah malam namun Camelion dan kekasihnya masih sibuk menonton televisi berdua. Sebuah film horor tengah mereka tonton. Sesekali film itu membuat Camelion menjerit karna kaget.

"Ini sudah jam berapa,babe?"Tanya Camelion lalu menguap.

"Jam 2. Kau mau tidur?"Tanya Harry balik.

"Iya,aku capek,"Jawab Camelion.

Harry pun mengangguk."Ya sudah kita tidur saja. Aku tau kau sangat lelah,Cam."

Camelion pun beranjak dari sofa berwarna hijau itu bersama Harry. Camelion tampak mengantuk bukan main karna jarang begadang.

"Kau duluan saja ke kamar,Hazz. Biar aku yang bersihkan dulu ruangan ini. Nanti aku menyusul,"Ujar Camelion.

"Kau yakin? Maksudku, aku bisa bantu kalau kau mau,"Balas Harry yang dibalas anggukan Camelion. "Kalau begitu jangan lama-lama,ya, Cam."

Camelion mengangguk lalu mulai membersihkan ruangan tengah dengan cekatan. Ia tidak mau kehilangan momentum tidur bersama pacarnya itu. Kapan lagi ia bisa beristirahat bersama kekasihnya yang sibuk itu kalau bukan sekarang.

Setelah selesai membersihkan ruang tengah,Camelion bergegas naik keatas menuju ke kamarnya.

"Hazz,ak--"

Suara dengkurang yang cukup kasar terdengar. Harry sudah terlelap dibalik selimut putih tulang itu. Camelion tersenyum, ia berjalan kearah ranjangnya lalu duduk di sudur kasur. Mengelus rambut Harry beberapa kali lalu mencium keningnya cepat.

"I love you H--"

Drddttt..

Dering ponselnya membuat Camelion terkesiap. Sudah jam dua dini hari namun masih ada yang menelfonnya. Camelion pun beranjak dari ranjangnya menuju nakas yang terletak cukup dekat dari ranjang.

"Unknown number from Boston?!" Pekik Camelion heran.

Mungkin nomor baru Gesine atau Andy atau mungkin Celine.

"Halo?"Kata Camelion ragu."Ini siapa? Boston eh?"

"Chris Evans. Math."

Mata Camelion terbelalak. Seperti baru saja terkena serangan jantung,Camelion terus memegangi dadanya. Ia menjauhkan ponselnya itu dari telinganya. Namun orang di seberang yang sedang kegirangan itu terus berucap "Halo?" "Halo" dan "Halo"

Camelion langsung mematikan sambungan telfon lalu mematikan ponselnya agar Chris tidak dapat menelfonnya lagi.

Setelah dua tahun mereka tidak saling berkomunikasi, akhirnya suara Chris ia dengar lagi dan cukup membuatnya kaget. Ia rindu Chris, namun di sisi lain ia mencintai Harry dan ia tidak mau melukai perasaan kekasihnya itu.

"Tidak.. tidak mungkin!"

Camelion mulai menitihkan air mata. Ia mengacak rambutnya kasar, berharap bahwa suara Chris hanyalah mimpi buruk.

●●●●

"Babe, kenapa? Besok aku sudah kembali ke London,loh! Jngan buat aku khawatir,"Tanya Harry cemas.

Sedari tadi Camelion terus menitihkan air mata sampai matanya bengkak. Harry yang tak tau apa-apa kebingungan bukan main karna kekasihnya yang terus menangis.

"Jangan bilang soal Chris keparat itu," Celetuk Harry sinis.

Camelion mendongak. Ia bertanya-tanya mengapa Harry bisa tau alasannya menangis.

"Kau sudah berjanji padaku,Cam untuk tidak mencintainya lagi atau mengulang semua halaman lama itu," Ujar Harry.

"Aku tidak tau,Harr. Dia yang menelfonku duluan. Sepertinya Aunt Gesine yang memberinya nomor telfon. Ak---"

"Aku tidak perduli siapa yang memberikannya nomor telfonmu, Camelion. Ganti nomor telfonmu dan jauhi dia, kalau tidak,kau tau akibatnya sayang."

To be continue

au ah gelap harry jahad.

Mr. EvansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang