22: Wangi Apa?

12.2K 1.4K 61
                                    

"Ekspresinya Menjelaskan Semuanya, Dia Bahagia"

Kelas semakin lama semakin sepi. Semua murid yang ada di kelas XI IPS-2 perlahan-lahan keluar meninggalkan kelas yang menjadi saksi bisu ulangan geografi dadakan tadi.

Hanya tersisa Dara yang masih terdiam menatap buku geografinya.

Membayangkan betapa buruknya dia di ulangan tadi, bikin meringis sendiri. Dari sepuluh soal yang ada, dia hanya berhasil menjawab tujuh, dengan dua soal dipastikan salah. Itu artinya, hanya lima soal yang agak dia yakini benar.

Itupun bukan jawaban yang sempurna karena tadi Dara lebih ke mengarang bebas.

Pikirannya juga masih kecampur sama kejadian di koridor tadi.

Setelah Davi menyuruhnya untuk mengikutinya, Davi nggak bilang apa-apa lagi. Mereka cuma balik ke kelas.

Waktu ulangan tadi pun Davi bener-bener nggak ada nolong.

Ngeliat ke arah Dara juga enggak.

Davi kayanya bener-bener marah.

Karena level paling tinggi orang marah itu, saat mereka udah nggak perduli. Mereka diam, tanpa minta penjelasan apa-apa.

Dara menutup buku geografinya, sambil melirik Davi yang duduk di jendela yang terbuka, membiarkan rambutnya tertiup angin.

Ngebayanginnya aja sebenarnya Dara udah serem sendiri, apalagi mereka ada di lantai empat kan. Dan di bawah jendela sana tuh setau Dara uda nggak ada apa-apa lagi, beneran kalau jatuh ya langsung ke dasar.

Setelah merapikan seluruh peralatannya, Dara nggak langsung pulang.

Dia mendekat ke arah Davi, kemudian berdiri sambil menumpukan sikunya di jendela sebelah Davi, ikut menikmati angin siang itu. Cuacanya bagus, cerah, awannya biru, tapi anginnya lumayan kencang. Rambut Dara jadi terbang-terbang sampe nutupin mata.

Davi menoleh, kemudian ketawa ngelihat Dara yang mau mengikutinya tapi malah jadi kerepotan sendiri karena angin.

Dara kaget denger Davi ketawa. Dia juga langsung senyum pada cowok itu.

Mereka tidak mengatakan apapun lagi, menikmati angin seperti ini saja udah bikin pikiran Dara tenang.

Sampai dia mencium sesuatu yang wangi. Beneran. Ini wangi banget.

Dara nggak bisa jelasin ini wangi apa. Dia juga baru pertama kali nyium wangi kayak gini. Tapi dia suka!

Dia berusaha mencari dari mana asal wangi itu. Sampe nunduk untuk ngelihat ke lantai kelasnya kali aja emang ada parfum jatuh. Tapi ternyata emang nggak ada apa-apa.

Wangi itu seolah terbawa oleh angin dan kemudian menerpa wajahnya.

Dara melirik Davi yang hanya diam memperhatikan lapangan di lantai bawah. Saat Dara ikut melirik ke bawah, pantes aja ternyata ada yang lagi main basket.

Tapi pergerakannya terhenti saat ia semakin dekat dengan Davi. Makin deket makin wangi.

Dara menengadahkan kepalanya ke arah cowok itu. Tidak mengatakan apapun, sampai Davi yang sadar sendiri. "Kenapa?" tanyanya.

"Lo wangi banget." Kata Dara tanpa mikir. Emang langsung spontan aja gitu bilangnya.

Davi mengerutkan dahinya, bingung. Karena dia kan udah mati rasa, uda nggak bisa nyium wangi apa-apa. Jadi dia nggak ngerti maksud Dara apa.

"Serius wangi banget, Dav!" kata Dara lagi. "Gue kaget banget dari tadi nyariin dari mana wanginya ternyata dari lo."

Davi makin bingung. "Wangi apa sih?"

"Something nice." Jawab Dara.

Sekalipun Davi masih nggak paham tapi ekspresi Dara menjelaskan semuanya. Cewek itu keliatan seneng, dia juga sesekali tersenyum yang langsung bikin Davi nggak perlu banyak nanya lagi.

Davi ngerasa, dia jarang bisa bikin Dara ketawa atau senyum lepas kayak sekarang. Padahal Dara lumayan sering melakukan itu padanya.

Memang nggak seharusnya dia marah pada Dara karena kejadian tadi. Yang kecewa itu dia, Dara nggak tau apa-apa.

Dara berkali-kali berusaha bertanya padanya tentang kehidupannya di sekolah ini dulu tapi memang Davi yang selalu menghindar dan menolak untuk menjawab pertanyaan itu.

Padahal wajar kalau Dara ingin tau. Karena secara nggak langsung tanpa Davi berusaha kasih tau, cewek itu juga perlahan-lahan tau.

"Kenyataan itu lucu ya, Ra." Kata Davi yang langsung membuat Dara menoleh. "Ada hal yang padahal kita tuh nggak minta, bahkan nggak pernah kita pikirin tapi tiba-tiba jadi nyata aja gitu."

Dara sedikit menengadahkan kepalanya ke arah Davi, dengan mata yang menyipit karena silau sama sinar matahari.

"Gue nggak pernah kepikiran kalau gue bakal ngerasain ini," kata Davi tertahan. "Kalo emang dari awal dia nggak suka, buat apa dilanjutin ya, Ra? Kan sama aja ngebohongin diri sendiri sama orang lain."

Dara sekarang ngerti ke mana arah pembicaraan Davi.

"Bahkan sampe gue begini pun, gue masih sayang sama dia." Davi tertawa getir. "Bahkan setelah dia pacaran sama Nero pun gue masih ngerasain hal yang sama."

Senyum yang sejak tadi Dara pertahankan, perlahan memudar.

Dara membuang pandangannya ke arah lain, ke mana aja asal nggak ke arah Davi.

Dia nggak tau perasaan apa ini, tapi dia sedih ngeliat Davi kecewa begini.

Mereka diam cukup lama.

Sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampe akhirnya Davi balik arah dan turun dari jendela.

"Lo belum makan kan? Mau gue temenin nggak?" tanyanya seolah dia sudah melupakan apa yang terjadi padanya beberapa saat lalu.

"Sasha segitu special-nya ya buat lo?" Dara malah balik nanya ke Davi.

Davi hanya tersenyum tipis dan melangkah menuju pintu kelas. "Ayo, laper nggak?"

Dara menghela napas, kemudian menggeleng. "Enggak. Mau pulang aja." Katanya sambil menuju bangkunya untuk mengambil tas.

"Emang udah di jemput?"

"Belum, gue mau nunggu aja di bawah." Jawab Dara.

Dia melangkahkan kakinya melewati Davi begitu saja. Sampai akhirnya dia balik arah, menatap Davi.

"Jangan disusul ya." Katanya.

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang