8: Nggak Pernah Pulang

15.6K 1.6K 32
                                    

"Tidak ada Rumah Yang Tidak Ada Mereka"

Sudah sejak setengah jam yang lalu Dara duduk di atas kasur sambil menyenderkan punggungnya.

Dia tidak melakukan apapun selain melamun. Memikirkan kenyataan apa yang harus dia lalui kedepannya.

Semenjak menyadari hal itu. Semenjak ia mengetahui kalau Daviーdia menghela napas, bahkan untuk sekedar mengucapkannya dalam hati pun dia tidak bisa.

Sudah dua hari dia tidak masuk sekolah. Bukan karena cuma-cuma dia bolos. Tapi karena memang sejak kemarin dia demam dan flu. Baru hari ini mendingan dan sudah dia gunakan pikirannya untuk memikirkan hal-hal yang berat.

Dara berusaha untuk tidak mau ambil pusing. Baginya ya sudah. Kalau memang Davi begitu. Lagian mereka tetap bisa berkomunikasi seperti yang lainnya dan yang terpenting Davi bisa jadi temannya yang baik.

Tapi tetap saja. Sejak Dara menyadari kalau dia mempunyai kelebihan khusus untuk bisa melihat apa yang tidak semua orang bisa lihat, dia jadi takut untuk membuka mata dan memperhatikan sekitar saat ia bangun tidur.

Dia tidak mau. Dia saja takut film horror. Apalagi kalau harus melihat mereka langsung?

Tapi untungnya sejauh ini aman? Dara tidak pernah berjumpa dengan mereka di rumahnya. Tidak tau mereka memang ada di sini atau emang rumahnya yang bersih dari itu?

Tapi rumah mana yang nggak ada mereka??

Hah... Dara kembali menghela napasnya.

Hingga pintu kamarnya terbuka, dan Eyang masuk dengan nampan di tangannya.

"Ya ampun Eyang padahal nanti biar Dara aja yang ke meja makan." Katanya yang melihat Eyangnya mengantarkan sarapan untuknya.

"Gimana? Kamu udah mendingan?" tanya Eyang setelah duduk di kasur Dara, tepat di depan cewek itu.

"Udah." Kata Dara sambil tersenyum.

"Besok udah bisa sekolah?" tanya Eyang lagi.

Dara mengangguk ragu.

"Jangan hujan-hujanan lagi ya. Tunggu Tante jemput di dalam sekolah aja. Jangan keluyuran." Kata Eyang memberi peringatan.

Dara mengangguk paham. Karena di hari dia mengetahui semua kenyataan itu, saat pulang sekolah memang hujan deras. Tantenya yang memang bekerja tidak selalu bisa menjemputnya tepat waktu.

Jadi Dara di suruh menunggu.

Tapi untuk menunggu lima menit saja pun dengan kenyataan yang mungkin saja Davi tiba-tiba muncul di sebelahnya seperti saat di pos satpam waktu itu, Dara enggan.

Jadi dia memilih untuk pulang sendiri. Hujan-hujanan lari ke halte buat naik bus.

Hasilnya ya dia sakit.

"Kalau udah selesai sarapan, jangan lupa obatnya di minum." Kata Eyang sambil bangkit berdiri. "Eyang bikin kue kesukaan kamu. Nanti kalau udah jadi, keluar ya. Makan sambil nonton TV."

Dara mengangguk dan tersenyum lebar. "Makasih, Eyang."

Setelah Eyang keluar kamar. Dia memakan buburnya perlahan sambil kembali mengingat kejadian kemarin. Setelah dia mengetahui segalanya. Dara benar-benar tidak tau harus apa. Karena waktu itu setelah jam istirahat dia masih ada kelas lagi. Untuk kabur rasanya tidak mungkin. Karena rasanya mau dia pergi kemana pun di sekolah itu, pasti akan ketemu Davi juga.

💫💫💫


Hari itu...

Setelah berulang kali mencuci mukanya. Dan kembali memoleskan sedikit bedak tanpa warna milik Meigi dengan harapan bisa sedikit menutupi matanya yang sembab, Dara kembali ke kelas.

Bohong kalau dia tidak canggung dan bisa bersikap selayaknya tidak terjadi apa-apa. Di bilang takut, iya. Di bilang ini bukan rasa takut, juga iya.

Sulit memang rasanya untuk berpura-pura.

Davi yang menyadari perubahan sikap Dara mengerutkan dahinya, heran. Apalagi saat menyadari mata Dara yang sembab dan masih sedikit merah.

"Lo kenapa?" tanya Davi pada akhirnya. Berharap mendapat jawaban yang sebenarnya dari Dara tapi cewek itu hanya menggeleng kemudian bilang,

"Nggak pa-pa."

Jujur Davi bukan orang yang mau tau akan apa yang orang lain rasain. Dari dulu baginya kalau orang lain tidak mau cerita tentang masalah mereka ke dirinya, ya udah, berarti dia tidak perlu tau. Tapi kalau Dara... Davi nggak bisa cuma nerima jawaban yang gitu aja. Davi nggak bisa baca pikiran jadi dia butuh jawaban yang jelas.

Karena ini Davi yakin seratus persen Dara habis nangis.

"Lo sakit?" tanya Davi, lagi.

Dara kembali menggeleng. "Enggak. Gue nggak pa-pa." Jawabnya tanpa melihat ke arah Davi.

Davi tuh jadi bingung banget???

Dan Dara jadi berharap hari ini segera berakhir. Jadi dia tidak perlu terlihat kuat lagi di depan Davi.

Setidaknya untuk hari itu dia bisa bertahan.

Dan untungnya sepanjang sisa hari itu, Davi tidak menanyakan apa-apa lagi. Bahkan hingga bel pulang berbunyi.

Dara dengan cepat memasukkan segala peralatannya ke dalam tas. Tanpa bilang apa-apa pada Davi, dia langsung melangkah pergi meninggalkan kelas. Tidak seperti Dara yang biasanya selalu pamit pulang padanya. Karena Dara tau, Davi selalu pulang paling akhir.

Tapi kali ini, satu yang Davi tidak sadar adalah Dara tau kalau Davi tidak akan pulang.


💫💫💫


Davi menatap bangku kosong di sebelahnya. Pemiliknya udah dua hari ini nggak masuk karena sakit.

Kayanya dugaan Davi bener, Dara sakit karena hujan-hujanan kemarin.

Jujur Davi masih memikirkan sebenarnya Dara kenapa pada hari itu. Kenapa dia nangis dan kenapa dia tidak sekalipun noleh ke arah Davi?

Kenapa Dara tiba-tiba berubah saat dia kembali dari ruang OSIS?

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang