48: Pertanda

10.3K 1.2K 152
                                    

"Ada Harapan Besar Yang Selalu Dia Titipkan"

Nero tengah mengerjakan makalah biologi yang sudah dia tunda sejak dua hari yang lalu, di sofa sudut ruang rawat Dara, bersama dengan americano dan Dara yang lagi ketawa sambil nonton TV.

Seharusnya makalah itu sudah selesai sejak jauh-jauh hari, agar waktu seperti sekarang bisa dia gunakan untuk menemani Dara. Tapi ternyata, sejak kemarin dia berada di rumah, ada waktu kosong pun, dia gunakan untuk memikirkan Dara.

Nero juga tidak tau kenapa.

Menemani Dara memang bukan menjadi kewajiban Nero, tapi perlahan itu menjadi kebiasaannya akhir-akhir ini. Seakan kalau tidak menemani cewek itu, Nero merasa seperti ada yang mengganjal.

Berhubung besok juga pelajarannya nggak banyak yang berat, jadi Nero minta izin pada Eyang untuk menginap di sini menemani Dara.

Sebenarnya dia bukan orang baru lagi bagi mereka. Tapi tetap saja Nero canggung kalau dalam hal minta izin ingin menemani Dara semalaman seperti sekarang.

"Ini malam minggu kan ya?" tanya Dara yang langsung membuat Nero menoleh. "Berarti besok minggu kan?"

"Besok selasa, Ra." Jawab Nero.

"Loh? Terus lo ngapain nginap di sini?"

"Kan biasanya nggak pa-pa kalo gue berangkat sekolah dari sini."

Dara berdecak. "Terakhir kali lo berangkat sekolah dari sini, besok paginya lo keteteran kan? Mandinya juga ribet sendiri. Malah lupa bawa handuk lagi."

Nero tertawa sampe mukanya merah. Dia malu kalau ngingat hal itu lagi. Waktu dia telat bangun, dan sangking paniknya dia sampe lupa bawa handuk ke kamar mandi.. akhirnya harus Dara yang turun dari ranjangnya dan memberikannya pada Nero.

"Nggak, gue bakal atur alarm lebih cepat kok." Kata Nero yang masih berusaha mengatur suhu wajahnya yang mendadak panas.

"Pulang lama nggak besok?"

"Belum tau, tapi kalo emang nggak ada apa-apa lagi gue bakal langsung kesini kok."

"Besok sore ke taman lagi ya? Ada banyak banget yang mau gue ceritain ke lo."

"Cerita aja sekarang."

Dara menggeleng. "Ntar aja deh. Lo juga lagi sibuk nugas kan."

Kalau begini ceritanya, Nero semakin tidak bisa mengerjakan makalahnya. Pikirannya jadi bercabang, hingga dia tidak bisa memfokuskannya pada satu hal.

"Lo nemenin gue begini emang Bokap lo nggak marah?" tanya Dara tiba-tiba.

Nero bahkan sampe lupa kalau dia belum bilang ke Dara tentang Ayahnya yang sudah dinyatakan sebagai tersangka, dan telah di tahan sejak beberapa hari yang lalu.

Dia tidak tau apakah Ayahnya memiliki rencana untuk segera keluar atau tidak, tapi yang Nero tau sekarang dia benar-benar sendirian di rumah. Sekalipun ada Mama tirinya dan asisten rumah tangga yang mengurus kehidupan mereka, dia tetap merasa.. sepi? Dia nggak suka suasana di rumah lagi.

Masalah uang, Ayahnya mempercayakannya pada Mama tirinya dan asisten Ayahnya. Itupun kalau seandainya mereka berdua tidak melakukan kelicikan yang berujung dengan membiarkan Nero hidup dijalanan.

Mengingat kalau dia sudah tidak punya Kakek dan Nenek yang pasti sangat siap untung menampungnya, membuat Nero jadi percaya kalau suatu saat dunianya akan benar-benar berputar.

Sebenarnya dia juga tidak berharap macam-macam. Dia hanya ingin hidup tenang, dengan rumah sebagai pelindung saat matahari bersinar terik, dan saat turun hujan. Mau dikatakan hidup seadanya juga dia sudah siap. Kalau suatu saat dia harus merelakan mobil kesayangannya pun dia sudah siap.

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang