37: Green Tea Terakhir

10.4K 1.2K 35
                                    

"Dia Keliatan Asing Malam Itu"

Setelah pulang sekolah, Nero langsung pulang ke rumah karena dia dengar hari ini Ayahnya akan makan siang di rumah.

Nero terbilang jarang untuk sekedar mengobrol dengan Ayahnya. Bukan karena dia tidak mau, tapi lebih ke takut.

Dia takut salah bicara, dan takut mendengar ucapan Ayahnya yang suka bikin dia down.

Nero tau di dunia ini dia tidak punya siapa-siapa lagi. Ibunya sudah meninggal sejak dia kelas 4 SD. Ayahnya nikah lagi, sama seseorang yang sampe sekarang masih sulit Nero terima keberadaannya di rumah.

Padahal Nero sadar kalau wanita itu sangat baik padanya, selalu membelanya kalau Ayahnya mulai lepas kendali, tapi tetap saja, mau dipeluk atau ditenangkan bagaimana pun, semuanya berbeda apabila dengan Ibu sendiri.

Nero menghela napasnya, begitu dia selesai memarkirkan mobilnya di halaman, dia melihat mobil Ayahnya sudah terparkir lebih dulu di sana.

Dia mengecek jam pada ponselnya, kemudian mengangguk, ini sudah lumayan lewat dari jam makan siang. Berarti Nero nggak perlu basa-basi dulu di meja makan sama Ayahnya.

Dia lebih milih nahan lapar, daripada harus satu meja makan dengan Ayahnya.

Sebelum dia masuk, dia duduk di kursi teras, sambil menaik turunkan jempolnya pada layar ponselnya. Mencari-cari nama seseorang di sana.

Sampe akhirnya jempolnya berhenti. Sedikit ragu, tapi lebih banyak yakinnya, dia menekan tombol untuk memanggil.

Hingga akhirnya suara itu terdengar. "Halo?"

"Dara?" sapa Nero.

"Iya?"

"Ini gue Nero."

Dara terkekeh. "Iya, gue tau kok."

"Lo save nomor gue?"

"Eh?" Dara sedikit kaget mendengar itu. Tapi merasa lucu juga. "Kan ada di grup OSIS."

"Oh," Nero manggut-manggut, karena sekalipun dia udah bukan ketua lagi, tapi tidak ada satupun dari anggotanya yang mengeluarkannya dari grup chat itu. "Lagi dimana?"

"Masih di sekolah."

"Kok belum pulang?"

"Mau pergi."

"Oh...." kemudian Nero diam sebentar. "Kemana?" lanjutnya.

"Cari bahan buat mading, bareng Rafly."

Padahal Nero juga belum nanya Dara pergi sama siapa.

"Eh iya, ini ada apa lo nelpon?" tanya Dara.

"Mau minta doain."

"Hah?"

"Doain gue bisa ngobrol baik-baik sama Bokap tanpa perlu luka baru lagi." Nero tertawa miris.

Mendengar itu bikin Dara menghela napas berat diseberang sana.

"Jangan mau ya," kata Dara tertahan. "Kalo mau dipukul, harus kabur!"

Nero tertawa. "Kalo bisa."

"Ya udah deh, gue pergi dulu ya. Rafly udah nunggu diparkiran katanya."

"Oke." Balas Nero. "Hati-hati."

"Lo juga hati-hati."

"Hm," gumam Nero, lembut.

Setelah mematikan sambungan telpon tersebut, barulah dia bisa merasa tenang.

Ditatapnya sekali lagi ponselnya, entah kenapa dia merasa memilih Dara adalah orang yang tepat.

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang