9: Dia Tau Banyak

16.1K 1.6K 40
                                    

"Bukannya Kamu Juga Dulu Gitu? Bukannya Kita Sama?"

Bekalnya di tenteng, Edo. Botol minumnya di bawa, Alvin. Sedangkan dirinya di gandeng, Meigi.

Dara belum sembuh total. Kalau tidak mengingat ia sudah berhari-hari izin karena sakit, mungkin saat ini dia masih istirahat di rumah.

Sebenarnya bisa saja, tapi kalau ditunggu sampai sembuh total, mau sampai kapan? Sedangkan materi pelajaran terus berjalan.

"Di sana aja." Tunjuk Edo pada salah satu meja kantin. Tidak terlalu sudut, tapi bisa sedikit meredam suara berisik dari kerumunan di kantin.

"Do, ayo pesen." Ajak Alvin yang sudah meletakkan botol minum Dara tepat di sebelah bekal cewek itu. "Mei? Mau pesen apa? Sekalian aja."

"Sate ya!" Seru Meigi semangat.

"Oke. Minumnya?" tanya Alvin lagi.

"Samain aja." Jawab Meigi cepat.

Setelah Edo dan Alvin pergi, Meigi semakin merapatkan diri ke Dara. Baru juga ia ingin bertanya pada cewek itu, Edo dan Alvin kembali lagi. "Kita mau minum air keran. Serius lo mau samaan?"

"Terserah lo. Mau minum air sumur kek, air bekas cucian beras kek." Kata Meigi yang gemas sendiri melihat tingkah dua cowok itu. Isengnya suka nggak masuk akal.

Edo tertawa, geli. "Es teh, setuju?"

Meigi mengangguk semangat. "Gue es-nya banyakan ya!"

Setelah Alvin dan Edo benar-benar pergi, Meigi kembali mendekat ke arah Dara.

Dara yang tengah membuka bekalnya langsung memundurkan wajahnya saat Meigi tiba-tiba mendekat.

"Ih, sinian dulu!" Bisik Meigi.

"Apaan sihhh. Biasa aja biasa aja." Kata Dara berusaha meredam rasa penasaran Meigi. Karena sepertinya Dara tau Meigi mau nanya tentang apa.

Meigi kembali duduk seperti semula. Dia menghela napasnya. "Lo kok bisa sakit sih, Ra?" tanyanya. "Gue minta maaf ya kalau cara gue salah. Tapi jujur gue emang nggak tau gimana caranya buat ngasih tau ke lo tentang hal ini."

"Jadi lo emang bisa ngeliat Davi?" tanya Dara sambil menyendok brokoli di bekalnya.

Meigi mengangguk. "Sebenarnya gue bisa ngeliat mereka semua. Tapi gue nggak suka, apa yang gue liat mungkin beda dengan apa yang lo liat."

Dara menghentikan pergerakan tangannya dan menoleh ke arah Meigi. "Maksud lo?"

"Lo bisa ngeliat mereka semua?" tanyanya. "Mereka yang ada di sini. Di sudut itu, di atas sana." Tunjuk Meigi ke penjuru kantin. "Gue bisa ngeliat mereka dalam bentuk yang mungkin nggak pernah lo liat."

Dara mengikuti arah jari Meigi, kemudian menggeleng. "Becanda ya lo?"

"Gue serius, Ra. Di sekolah ini ada banyak begituan."

"Meigi, udah ah!" potong Dara cepat. Dia nggak mau jadi makin takut.

"Maksud gue tuh, bagus kalau lo nggak bisa ngeliat mereka semua. Bagus kalau lo cuma bisa ngeliat Davi dalam wujud Davi yang sebenarnya."

"Gue cuma masih belum bisa kayak biasa sama dia. Mungkin karena gue masih kaget aja." Jelas Dara.

Meigi mengangguk paham. "Nggak pa-pa, pelan-pelan aja. Dan kalau emang udah waktunya, tolong lo bilang sama dia gue minta maaf."

"Minta maaf kenapa?"

"Karena gue pernah teriak-teriak di depan dia. Dan karena gue, lo jadi tau dia yang sekarang siapa."

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang