25: Main Ke Mimpi

12.8K 1.3K 83
                                    

"Tidak Ada Yang Susah Dari Minta Maaf"

Dara menyikut lengan Alvin yang sedang tertawa akibat ulah Edo. Dia mengarahkan dagunya asal, seolah mengajak Alvin untuk pergi.

"Oke oke." Alvin perlahan menghentikan tawanya. "Gue sama Dara duluan ya, mau latihan." Pamitnya pada Edo dan Meigi yang masih menikmati makanan mereka.

Dara yang tau Alvin berbohong, hanya menganggukkan kepalanya berusaha meyakinkan kedua temannya yang masih duduk di kantin.

Keduanya keluar dari kantin. Dara lebih dulu memimpin jalan.

Saat mereka berbelok ke arah koridor belakang, Alvin memelankan langkahnya.

Satu sekolah juga tau kalau ini koridor serem, angker, mereka banyak di sini.

Dia bahkan hampir nggak pernah lewat sini. Tapi saat melihat Dara yang melangkah dengan yakin, dia jadi mau nggak mau harus mengikuti cewek itu dari belakang.

Tadi sebelum istirahat Davi bilang ke Dara dia mau ke sana, karena sepertinya luka-luka yang ada di tubuhnya kembali muncul.

"Dav—" Dara buru-buru menghentikan langkahnya. Sehingga membuat Alvin yang masih jalan lurus itu menabrak tubuh kecilnya.

Alvin tersentak, kemudian memiringkan sedikit kepalanya untuk melihat apa yang sedang dilakukan Dara. Kenapa dia menutup wajahnya dengan telapak tangan seperti itu?

Davi mengerutkan dahinya saat menyadari kedatangan Dara bersama dengan Alvin.

"Berapa lama lagi?" Dara membuka matanya secara perlahan. Luka di siku Davi masih terlihat sangat jelas. "Ini, Alvin mau ngomong."

"Hah?" Alvin melemparkan tatapan enggan ke arah Dara. "Lo aja."

"Ngapain takut." Dara menarik lengan Alvin, agar cowok itu kembali berdiri di sebelahnya. "Itu Davi kayak biasa kok. Masih pake seragam dia. "

"Ya lo yang bener aja." Keluh Alvin. "Gue mana bisa liat dia. "

"Sini makanya gue tuntun." Dara kembali mencoba menarik Alvin, tapi tidak berhasil karena Alvin yang menahan dirinya cukup keras. "Atau nggak, lo aja deh Dav yang kesini."

"Nggak," tegas Davi. "Yang butuh siapa?"

"Ih!" kesal Dara. "Bodo amat lah, urusan lo berdua juga."

"Kok jadi lo yang kesel?" tanya Davi.

"Ya abisnya gue pusing."

Alvin mengacak rambut bagian belakangnya. "Oke, mana dia?"

"Itu," tunjuk Dara.

Alvin maju beberapa langkah. Dia memalingkan wajahnya ke belakang, melihat Dara yang berdiam diri menunggunya. "Sini, lo ikut dong." Pinta Alvin.

"Nggak, gue di sini aja." Dara menautkan tangan di belakang punggungnya. "Kan urusan cowok."

Alvin yang mulai gelisah, pada akhirnya menyerah. "Oke," dia menarik napasnya dalam. "Dav? Lo di sini?" Alvin menggerakkan tangannya. Seolah ia mencoba menemukan sosok Davi.

Dara berdecak, "Serong kiri, sikit."

"Ya elah, Dav. Lo nggak bisa geser sendiri apa?" tanya Alvin. "Udah, pokoknya yang jelas gue mau minta maaf. Gue nggak ada campur tangan apa-apa sama kejadian itu. Lo tau, gue tetap temen lo sampai hari di mana semuanya berubah. Sampai lo udah nggak ada lagi di kelas, lapangan basket, di sebelah gue kalau lagi makan, semuanya." Alvin menghela napasnya. "Gue bingung harus apa, semuanya rumit. Lo mungkin salah paham, makanya sampai sekarang lo sering main ke mimpi gue. Dan itu buat gue nggak tenang. Kalau ada yang ngeganggu hati lo, gue minta maaf. Mewakili mereka yang salah selama ini."

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang