45: Minggu Pagi

10.4K 1.2K 129
                                    

"Maunya Kita, Selalu Bareng"

Dara menikmati angin siang di atap berdua dengan Davi. Seperti biasa, Dara cabut dari jam olahraga dengan berbagai alasan. Waktu itu dia izin karena katanya kepalanya pusing, sekarang dia izin karena mengeluh sakit perut.

Memang tidak perlu di contoh. Davi pun sebenarnya sudah sering memarahinya, tapi memang dasarnya Dara yang sekali keras kepala, benar-benar tidak bisa dilawan, maka pada akhirnya Davi memilih untuk diam.

"Lo pernah nggak nanya sama Tuhan, gimana akhir kita berdua?" tanya Dara yang sedang menyipitkan matanya ke arah langit sambil tiduran.

Davi yang juga sedang tiduran disebelahnya, menggeleng. "Punya hak apa gue nanya begituan?"

"Ya biar lo ngasih tau gue, kapan gue harus siap-siap di tinggal pergi sama lo." Dara memalingkan wajahnya ke arah Davi yang pada saat itu masih lengkap dengan seragamnya. "Kali aja tiba-tiba lo lupa sama gue, jadi gue udah siap-siap buat nggak nangis dari sekarang."

Davi melepas tawanya, lebih tepatnya suara tawa yang dipaksa. "Ha ha ha, lucu."

"Gue serius." Kata Dara sambil merutuk. "Ngobrol sama lo sering banget kayak gini. Giliran gue mau serius, lo malah bercanda. Gue bercanda, lo malah serius."

Davi mendudukkan dirinya. "Ya intinya jalani aja dulu. Kalo nanya sama Tuhan terus dikasih jawaban yang nggak sesuai keinginan kita, gimana? Lo mau terus-terusan sedih setelah itu?"

"Keinginan kita ya, Dav." Dara mengulang kalimat yang diucapkan Davi tadi. "Pasti mau terus-terus sama kan?"

Davi diam selama beberapa detik, sebelum dia menoleh ke arah Dara. "Maunya."

Dara melebarkan senyumnya. "Seneng gue denger lo ngomong gitu. Kedengerannya manis."

💫💫💫


Minggu pagi, sesuai permintaan Dara yang ingin keluar dari ruangannya. Nero sampe rela datang pagi-pagi buta demi untuk mengajak Dara menikmati matahari pagi di taman rumah sakit.

Dara tidak berkedip memperhatikan satu titik didepannya. Membiarkan pikirannya melayang ke beberapa kejadian yang sempat dia lewati tanpa dia ingat sedikit pun. Pikirannya seolah memaksa tertuju pada satu hal.

Davi, kenapa setiap kali menyebut atau mendengar nama itu selalu mampu membuat hatinya tersentuh dan darahnya berdesir hangat?

"Cuacanya bagus, nggak sia-sia kita keluar." Kata Nero sambil memperhatikan sekitarnya. "Tuh, banyak juga pasien yang keluar dari ruang rawat."

Dara tidak menanggapi, dia bahkan tidak sadar kalau Nero sedang mengajaknya berbicara.

"Ra? Kita beli minum dulu ya?"

Hingga sedikit pergerakan dari kursi rodanya, barulah Dara kembali tersadar dari lamunannya. "Gue disini aja." Kata Dara sambil sedikit memalingkan wajahnya ke belakang, membalas tatapan Nero. "Lo beli sendiri aja ya minumnya?"

"Nggak pa-pa?"

"Nggak pa-pa, ini kursi juga kalo mau gue dorong sendiri ke ruangan gue bisa." Kata Dara diselingi nada bercanda.

Nero tertawa. "Ya udah, tunggu sebentar ya." Kata cowok itu sebelum dia berlalu.

Dara memperhatikan punggung Nero yang menjauh, kemudian dia menghela napas. Bukannya dulu yang dia suka hanya Nero?

Lalu kenapa semuanya seolah tertuju ke Davi?

Memangnya Dara begitu mengenalnya?

Kalau di pikir-pikir emang bikin merinding sendiri. Setau Dara, dia tidak bisa melihat yang namanya makhluk-makhluk halus begitu. Tapi lagi-lagi kembali ke point awal, ada sesuatu yang terjadi antara dirinya dan Davi sebelum dirinya balik koma kemarin. Yang dia nggak tau apa. Entah dia lupa, atau itu semua memang nggak pernah terjadi.

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang