4: Cewek Kacamata

18.5K 1.8K 50
                                    

"Ada Yang Berdarah Di Jam Istirahat"

Davi sudah kembali ke kelas sejak sepuluh menit yang lalu. Tapi salah satu dari mereka, belum ada yang membuka suara. Bahkan hingga bel tanda pelajaran berbunyi.

"Ra?" Panggil Davi pada akhirnya. Entah kenapa dia jadi nggak enak hati dengan Dara yang pasti tadi memiliki niat baik untuk membantunya. Tapi yang dia katakan justru malah membuat cewek itu terdiam. "Gue minta maaf ya. Emang kadang gue suka sensitif kalau lagi nahan sakit gitu."

Dara menghela napasnya, kemudian mengangguk. "It's okay. Santai, nggak gue masukin hati kok."

"Bener?" Davi sedikit memiringkan wajahnya untuk menatap Dara yang tengah memainkan ponselnya dari balik ranselnya.

"Iya."

"Serius? Kok lo keliatannya kayak masih kesel gitu sama gue?"

Dara menoleh ke arah Davi sekilas. "Kesel apanya? Biasa aja kok."

Davi hanya diam, tidak merespon apapun.

Dara mengetuk-ngetuk layar ponselnya yang sudah dia lock, menimbang-nimbang segala pertanyaan yang ada di pikirannya. Mulai Dari luka di kepala Davi waktu itu, hingga luka di lengan Davi tadi. Luka itu mengeluarkan darah, tapi tidak menimbulkan bekas setelahnya.

Iya, ini memang sulit dipercaya.

"Emm, Dav?" Dara kembali menoleh ke arah Davi. Diam sebentar sebelum menunjuk lengan cowok itu. "Udah nggak pa-pa?" tanyanya.

Davi mengelus lengannya, dan sedikit tersenyum. "Iya, udah nggak."

Dara mengangguk. "Kalau sakit, bilang aja. Jangan di tahan sendiri gitu."

"Maaf ya kalau ganggu lo."

"Hah? Nggak perlu minta maaf juga. Nggak pa-pa kok, asal kalau emang lo sakit buru-buru langsung bawa ke UKS aja."

Davi mengangguk ragu.

Kemudian mereka kembali diam. Hingga bel istirahat berbunyi.

"HADAHHH. Padahal uda dari setengah jam yang lalu Pak Utomo ijin mau rapat guru, tapi baru dibolehin makan sekarang. Uda laper banget gue." Kata cowok berbadan chubby yang duduk tepat di depan Davi.

"Iya, sampe capek kuping gue denger lo ngeluh laper terus." Balas cowok bermata sipit yang duduk di depan Dara.

Davi membenarkan posisi duduknya, menyandarkan kepalanya di dinding. Benar-benar posisi yang sempurna untuk...

Tidur.

Dara yang baru saja mengeluarkan bekal makannya, mendadak terdiam saat lagi-lagi melihat Davi malah lebih memilih tidur daripada makan di jam istirahat.

"Dav? Kali ini jangan nolak lagi ya? Gue udah minta ke Eyang buat di banyakin, biar gue bisa makan bareng lo." Dara mendorong bekal berisi kue kukus keju buatan Eyangnya ke arah Davi. Hampir setiap hari ia seperti ini. Bahkan kemarin dia membawa dua kotak nasi goreng buatan Eyangnya. Tentunya satu dibuat khusus untuk Davi, tapi cowok itu malah menolaknya.

Karena kunjung tidak mendapatkan respon, Dara kembali menarik kotak bekalnya. Davi selalu seperti ini setiap kali istirahat. Tidur dan tidak mau di ganggu sama sekali.

Dara juga sebenarnya nggak tega untuk membangunkannya. Karena melihat begitu pulasnya Davi tidur.

Davi pasti sering begadang makanya setiap jam istirahat waktu yang harusnya digunakan untuk makan, malah dia gunakan untuk tidur.

Dara menatap kue di tempat bekalnya dengan perasaan yang sangat sulit dijelaskan. Karena Eyang benar-benar membawakannya cukup banyak. Dia tidak mungkin menghabiskannya sendiri... karena dia juga tidak memiliki teman selain Davi.

Dengan perasaan sedikit ragu, Dara mengulurkan tangannya untuk menoel lengan cowok yang duduk di depan Davi itu.

Dia tersenyum kikuk saat cowok itu menoleh. "Mau nggak? Gue bawa banyak... bingung ngabisinnya gimana."

Cowok berbadan chubby itu menatap teman sebangkunya.

"Ambil. Lo bilang tadi laper." Kata cowok bermata sipit yang duduk disebelahnya.

"Oh iya, gue Dara." Kata Dara yang tiba-tiba kembali memperkenalkan dirinya.

"OH YAAMPUN ALVIN. KENALAN DONG INI KITA HARUSNYA SAMA DARA." Seru cowok berbadan chubby itu.

"Lo tuh.. bisa nggak sih ngomong BIASA AJA JANGAN TERIAK TERIAK?"

Dara menatap keduanya dengan pandangan bingung. Ini kenapa ngomongnya harus pada pake urat sih.

"Hai, Dara. Gue Edo." Kata cowok berbadan chubby itu sambil tersenyum dan mengulurkan tangan.

"Gue Alvin." Teman disebelahnya juga memperkenalkan diri pada Dara.

Dara tertawa. "Yaampun sampe harus salaman." Katanya. "Ini mau nggak? Gue kebetulan bawa banyak. Ambil banyak juga nggak pa-pa." Ia kembali menyodorkan kuenya pada Edo dan Alvin.

"Makasih banget Dara." Kata Edo yang kembali duduk di bangkunya untuk makan kue Dara. "Kok bawanya banyak banget, Ra?"

"Iya tadinya mau bagi-bagi, makan bedua sama Davi, tapi dianya nggak mau." Kata Dara melirik ke arah Davi menahan kesal.

Edo dan Alvin saling tatap sebelum akhirnya tertawa ragu. "Ha hahaha ha ha, ya udah kalau gitu kita bertiga aja yang ngabisin." Kata Edo.

"Boleh banget!!" Dara jadi bersemangat karena Edo dan Alvin sangat welcome terhadapnya. Dara kira sampai ia lulus dari sekolah ini, temannya hanya Davi.

Saat mereka saling bercanda. Tiba-tiba mereka mendengar teriakan dari depan kelas.

"AAAAA!!!"

Semuanya yang tersisa di kelas menoleh ke arah depan pintu.

Ke arah cewek berkacamata itu.

Dia lagi. Cewek yang sama dengan yang ketakutan waktu itu.

"Dia kenapa?" tanya Dara.

"Paling kumat lagi." Jawab Edo.

"Kumat?" Dara mengerutkan dahinya. Ia melirik tempat duduk disebelah kanannya, kosong. Davi tidak ada di sana. "Lo berdua liat Davi ke mana, nggak?"

Edo dan Alvin saling tatap tanpa merespon apapun, karena jujur mereka bingung mau jawab apa.

"Gue mau beli minum." Kata Alvin tiba-tiba berdiri. Seolah ia menghindari pertanyaan Dara tadi. "Mau ikut nggak, Do?"

"Yuk! Dara mau ikut nggak? Atau mau nitip sesuatu?" tanya Edo.

"Enggak, gue bawa minum sendiri." Dara menjawab dengan mata yang kembali fokus pada cewek kacamata di depan sana.

"Oke." Alvin dan Edo pergi keluar kelas.

"JADI SELAMA INI DAVI ADA DI KELAS INI?!" teriak salah satu cewek yang duduk di barisan terdepan. Yang emang suka julid.

Namanya, Tania. Cantik sih tapi ngeselin banget. Dari awal Dara masuk ke kelas ini, bukan Dara nggak tau dia selalu membicarakan Dara dan Davi, sama halnya seperti di ruang ganti kemarin.

"SUMPAH? JADI BENERAN DAVI MASIH ADA DI KELAS INI?" lagi, Tania teriak-teriak seakan untuk memberitahu seisi sekolah.

Kerutan di dahi Dara semakin dalam. Davi kan memang murid di kelas ini. Ya wajarlah kalau dia ada di kelas ini. Ngapain juga harus kaget sampai teriak-teriak gitu.

Perlahan isak tangis mulai terdengar dari cewek berkacamata itu. Satu per satu dari cewek-cewek yang semula sedang bergosip atau memainkan ponsel mereka bahkan yang baru balik dari kantin, mulai mendekati cewek itu.

"Mungkin itu cuma halusinasi lo aja kali, Mei." Kata Yossi, bendahara kelas.

"Nggak. Gue serius. Dia ada di sini. Dan tadi... matanya berdarah." Jawab cewek itu disela-sela tangisnya.

Dara tersentak.

Berdarah? Mata Davi kecolok pulpen?

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang