40: Menitipkan Surat

9.3K 1.2K 102
                                    

"Angan Yang Tidak Akan Mungkin Lagi Menjadi Harapan"

Angin siang kali ini, membuat pikiran Dara melayang ke kejadian kemarin. Disaat dia menemui Davi yang keliatan begitu tenang dibalik wajahnya yang terlihat pucat.

Saat itu Dara tidak bisa melakukan apa-apa, selain diam hingga matanya mengabur akibat air mata yang terus mendesak untuk turun. Davi menyuruhnya pulang, kemudian berlalu. Dia ditinggal sendirian disana. Dengan jantungnya yang berdenyut, sesak.

Seperti ini rasanya berada di antara deretan orang-orang yang sayang sama Davi. Hampa, tidak bisa berbuat apa-apa saat mengetahui kenyataan bahwa mereka itu sudah berbeda dunia.

Semenjak Davi berubah, Dara merasa akhir-akhir ini memang seperti ada yang berbeda dengan dunianya. Dia tidak lagi menemukan hal-hal lucu yang bisa membuatnya tertawa. Semuanya terasa hampa? Davi sudah tidak sama lagi. Dia berubah menjadi lebih dingin dari sebelum-sebelumnya. Dia tidak mau lagi berada di kelas. Dara tidak tau kenapa. Yang jelas, Davi yang sekarang, bersikap seolah dia memang akan pergi meninggalkannya.

Bus yang dia tunggu-tunggu berhenti tepat di depan halte. Dia bangkit berdiri dan kembali meransel tasnya yang sejak tadi dia pangku saat duduk di bangku halte.

Hari ini dia akan pergi ke suatu tempat, di dekat sekolah lamanya. Iseng aja karena dulu sebelum dia pindah sekolah, dia hampir setiap hari kesana, entah hanya sekedar duduk, mengerjakan tugas atau menikmati wifi.

Seharian ini, Dara juga tidak bertemu dengan Davi. Dia pergi entah kemana. Padahal Dara butuh penjelasan kenapa Davi terlihat sangat berbeda? Kemana seragamnya?

Dara melangkah menuju meja pemesanan. Semuanya masih sama saat dia melangkah masuk tadi. Tapi saat melihat menu, ada yang sedikit berbeda, lebih tepatnya banyak menu tambahan.

"Mau pesen rasa apa—loh, Dara kan?"

Dara yang merasa namanya disebut, menengadahkan kepalanya. Membalas tatapan wanita muda dihadapannya. Sedetik kemudian, dia tersenyum senang. "Ah Kak Lizzy!" Serunya nyaris mengundang perhatian beberapa pengunjung. "Kangen banget!"

Lizzy keluar dari tempatnya, kemudian melangkah menuju Dara dan memeluk cewek itu. "Apa kabar?"

"Baik. Super super baik."

Lizzy mengurai pelukannya. "Gue denger katanya lo pindah sekolah ya?"

"Iya, karena sesuatu jadi harus pindah ke sekolah yang lebih dekat dari rumah."

"Kenapa nggak cerita-cerita sih?"

Dara tertawa getir. "Ceritanya panjang, Kak. Maaf ya baru mampir lagi."

"Sekarang lo baik-baik aja kan?"

"Sejauh ini, iya." Dara kembali mengarahkan perhatian ke menu. "Gue pesen apa ya."

"Mango Smoothie kan? Kayak biasa?"

Dara menarik senyumnya, kemudian menggeleng. "Mau green tea aja deh!"

"Eh, tumben?"

"Lagi pengen aja," kata Dara sambil diiringi tawa. "Oh iya, jangan pake boba ya, Kak."

Lizzy mengacungkan jempolnya. Kalau itu sih dia tau, dari dulu emang Dara nggak pernah suka boba.

"Ya udah cari tempat duduk gih, ntar kita ngobrol disana."

"Siap." Dara balik arah, bermaksud untuk menuju ke tempat favoritnya dulu, tapi ternyata sudah diisi oleh orang lain. Terpaksa dia mencari tempat duduk lain.

Di sudut, kosong. Sebenarnya dimana pun enak kalau di cafe ini. Karena sebagian besar dindingnya adalah kaca.

Sambil memperhatikan kucing belang hitam putih yang sedang memakan potongan roti dari balik jendela, Dara kembali melamunkan kejadian akhir-akhir ini. Entah tentang cowok di mimpinya itu, maupun Davi.

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang