24: Ada Yang Datang

13K 1.4K 40
                                    

"Apa Sesusah Itu Bilang Maaf? Coba Pikir Disini Siapa Yang Salah"

Sasha merobek kertas di buku tulis bagian tengahnya, kemudian membentangkan kertas itu di atas tanah. Menjadi pembatas agar roknya tidak kotor oleh tanah yang lembab karena hujan beberapa jam yang lalu.

Dia duduk di sana sambil berpangku dagu. Matanya menelusuri gundukan tanah yang tertata rapi dihadapannya dengan bunga mawar putih yang dia letakkan di antara batu nisan.

Helaan napas berulang kali dia hembuskan. Ketara sekali kalau dia lelah. Bukan hanya karena sekolah, tapi dengan hal-hal di luar dari itu pun menjadi bebannya.

Seharusnya, bukan dalam keadaan seperti ini dia mengunjungi, Davi. Karena dia tau, Davi pasti bakal marah kalau dia masih saja mengungkit masalah waktu itu.

Sasha tau, Davi pasti mau dirinya itu ikhlas. Melupakan semuanya, dan jangan menjadikannya beban. Tapi, apa bisa?

Nggak.

Sasha terlalu marah. Apalagi dengan dirinya sendiri.

Sangat bodoh karena tidak bisa membedakan mana yang seharusnya dia pertahankan.

Setelah Davi pergi, barulah dia sadar, kalau Davi memang hanya ada satu di dunianya.

"Aku dari kemarin susah tidur. Mikirin anak itu terus. Aku takut, Dav. Takut kalau dia bawa-bawa aku, dan mutar balikkan fakta..." Adu Sasha dengan suara yang bergetar. "Semuanya jadi rumit. Nggak ada yang bener-bener bisa nolong aku," Sasha menjeda ucapannya. "Nggak ada."

Ting!

Ponsel yang ada di saku roknya berdenting. Ia mengusap air matanya dengan punggung tangan sebelum meraih ponselnya.

Nama dengan nomor yang sudah lama tidak muncul di layar ponselnya, kembali memanggilnya.

N

Sasha benar-bener telah mengubah nama kontak cowok itu. Dia pikir hanya menulis inisialnya saja sudah cukup, daripada harus memblock nomor cowok itu secara permanen. Karena sebenarnya, Sasha juga masih butuh Nero untuk mengungkap semuanya. Untuk membuat Nero mengaku seiring waktu berjalan.

Dia hanya mendiamkan panggilan itu, hingga berhenti.

Tapi, sudah berhenti sekali, eh malah nelfon lagi. Dan itu bertahan entah sampai panggilan ke berapa.

Dia mulai kesal, dan pada akhirnya, memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Enak duduk di atas tanah?" tanya Nero disebrang sana. Dengan suara yang sangat menyebalkan untuk di dengar.

Padahal dulu suara itu yang selalu membuatnya tersenyum, atau suara itu juga yang hampir setiap hari selalu dia dengar sebelum tidur.

Suara itu pernah membuat dia bahagia.

"Mau sampai kapan, Sha?" sambung Nero. "Gue nggak maksa supaya lo balik sama gue. Tapi seenggaknya, lo jangan keliatan kayak orang depresi gitu dong."

Sasha mendengus sambil masih mengedarkan pandangannya. "Nggak capek apa lo ngikutin gue mulu? Sini kalo berani, minta maaf sama Davi." Tantang Sasha. "Nggak berani kan? Udah selama ini, Nero. Lo nggak ada niatan buat sadar? Setidaknya lo harus tau kalau lo salah."

Jantung Nero mencelos. Matanya masih terus tertuju pada Sasha yang celingukan mencari keberadaannya.

Nero miris ngeliat Sasha yang seperti itu. Duduk di atas tanah, menatap makam di depannya, sambil bicara sendiri.

Selalu seperti itu.

Bahkan saat mereka pacaran pun, Sasha selalu diam-diam datang ke makam Davi.

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang