"Sudah ingat mawar sekolah?"
Taehyung tersentak dari lamunannya, keadaannya sama sekali tidak mendukung dan darurat, saat dia bilang darurat maka itu memang sangat darurat. Jungkook? Astaga si kapten basket?
Yang beberapa hari yang lalu di UKS bersamanya? Yang babak belur wajahnya? Ah benar, waktu itu dia bilang namanya Jungkook."Kau bahkan mendesahkan namaku, kau lupa? Ah, aku kecewa." Jungkook meniup hidung Taehyung pelan, membuat Taehyung menggerang protes dengan raut muka tidak senang dan Jungkook malah menikmatinya, rasanya bebas seperti membuka topengnya yang selama ini dia pakai di depan ibunya.
"Jadi jelaskan padaku, kenapa kau si mawar sekolah yang terlihat selalu sempurna ini bisa bekerja paruh waktu disini?" Jungkook menurunkan kemeja seragam Taehyung, menampilkan bahunya, Jungkook berdecak kagum tapi Taehyung langsung menarik kembali kemeja seragamnya dan menatap sengit mata hitam di hadapannya.
"Bagaimana kalau kau lebih dulu? Kenapa bisa kau yang ibumu anggap sebagai anak polos, maniak belajar, dan tidak pernah memiliki kekasih bisa bertemu denganku di hari itu dengan wajah nyaris tidak di kenali, dan - tunggu, ibumu tidak tahu?" Jungkook tidak melepaskan tatapannya sedikitpun dari lelaki yang kini ada diatas wastafel dengan kedua lengan kokohnya membentengi gerak si lelaki manis itu.
"Well, itu hal yang mudah bagiku, aku selalu bisa menutupi segala perbuatan ku, kenakalan remajaku, semua itu gampang, jika aku mau." Jungkook menyisir rambutnya kebelakang, membuat mata tegas itu semakin terpahat mengintimidasi.
"Kenapa?" Taehyung bahkan tidak mengerti dengan kemauan hati dan otaknya, saling berbeda tujuan, dia tidak bisa menahan rasa penasarannya. Bahkan dia juga tidak mengerti dengan kenapa dia bisa lupa dengan sekejap siapa Jeon Jungkook yang populer, Jeon Jungkook yang ada di UKS saat itu dan Jeon Jungkook yang sekarang menguncinya di toilet.
"Agar mereka tahu aku memiliki tujuanku sendiri dan tidak ingin diatur, agar mereka percaya dan membiarkanku memilih jalanku sendiri, singkatnya, aku tidak ingin berakhir seperti Jimin yang harus dijodohkan. Aku benci diatur, singkatnya." Park Jimin, si playboy itu memang dijodohkan tapi jika dapat yang seperti Yoongi? Taehyung, ibu Jungkook, kedua teman ibu Jungkook, bahkan neraka juga tahu Jimin pasti senang.
"Jadi bagaimana denganmu?" Taehyung terkesiap saat Jungkook mengangkat dagunya sensual dengan jari telunjuknya. Ditatapnya mata yang tertuju pada bibir basahnya, Taehyung melihat jelas kilatan yang mengingatkannya pada saat di UKS.
Pantas saja, bibirnya tidak asing.
Tapi- kalau tidak babak belur, wajahnya sangat tampan. Taehyung membuyarkan pikiran menyedihkan itu dan mencoba memberi jarak tapi sama sekali tidak ampuh kekuatan lengan kurusnya pada dada berotot milik Jungkook."A-aku.. aku, ah." Apa harus mengikuti skenario nyonya Jeon? Dia adalah anak yang membanting tulang demi keluarga?
Hell yeah, keluarga saja tidak punya.
"Bukan urusanmu."
"Oh ya? Kau punya dua pilihan, berita kau magang disini tersebar dan membuatmu dikeluarkan dari sekolah, atau melanjutkan kegiatan kita di UKS kemarin?"
Pilihan sama saja dengan jalan, dan jalan yang Jungkook tawarkan semuanya buntu. Suara nafas Jungkook mengganggu Taehyung untuk berpikir.
Hingga akhirnya dia menarik napas.
"Baiklah, temanku yang suka padaku tapi dia punya pacar dan pacarnya-"
"-punya selingkuhan dan selingkuhannya suka pada pacarmu?"
"- teman, bukan pacar."
Memotong tapi salah, entah di sengaja atau tidak, Jungkook sebenarnya hanya ingin Taehyung rileks agar dia lebih mudah membongkar segala hal tentang lelaki yang sudah lama dia kagumi itu. -coret, cintai itu.