Story XI (Part III)

6.1K 700 26
                                    

Taehyung tertunduk lemah di samping Jimin, hanya suara mengganggu dari mesin dan detik jarum jam yang dia dengar. Semuanya memang belum terlambat, mungkin pencernaan Jimin akan sedikit terganggu untuk beberapa hari.

Ini salahnya, seandainya dia lebih sedikit percaya pada nalurinya mungkin Jimin tidak akan seperti ini. Jimin belum tersadar. Hoseok memaksanya untuk tetap tinggal dan dia mengecek kondisi Taemin. Pikirannya menjadi sangat sibuk dan padat.

Hoseok tidak bisa dihubungi, sebuah pesan singkat dari Taemin bahwa Hoseok meninggalkan ponselnya dan terburu-buru pulang padanya.

Suara pintu bergeser dan Taehyung hanya mengira itu adalah dokter, atau siapalah. Tapi salah besar.

"Bagaimana kondisinya?" Suara yang sangat dia hapal, membuat kepalanya pening dan reflek menatapnya. Jungkook masih dengan ekspresi datarnya, Taehyung yang juga masih dengan ekspresi sendunya. Jungkook benar-benar ingin memeluk lelaki itu.

"Jangan mendekat, aku sudah tahu semuanya." Taehyung berusaha menguasai gemetar dari lidahnya, jika benar Jungkook atau orang bayarannya benar melakukan ini pada Jimin, Taehyung rasa itu juga akan menyakitinya. Dia sudah memiliki jawaban untuk Jungkook tapi sekarang dia jadi ragu.

"Apa maksudmu?"

"Aku tahu kau yang merencanakan semua ini. Kau yang berencana membunuh Jimin." Tatapannya jatuh kembali pada Jimin, dia tidak bisa menatap Jungkook, setiap kali dia menatap maka dirinya akan meragu. Jungkook mengangkat sebelah alisnya tenang meski nyatanya dia terkejut.

"Alasannya?"

Taehyung tersenyum masam. Jungkook bahkan tidak membantah.

"Lukisan dan apa yang sudah kau lakukan beberapa tahun silam, aku hanya menganalisa tapi untuk kali ini aku tidak ingin meragukan naluriku lagi, aku.. tidak ingin menyesal lagi."

Jungkook bersandar pada pintu menatap lekat Taehyung.

"Cerdas, tapi tidak. Mengenai lukisan, aku sudah lebih dulu mendapat pesan singkat dari pembunuh itu yang memberiku petunjuk." Jungkook menjeda melihat reaksi Taehyung yang sedikit tersentak. "Mungkin dia menjebakku, jika itu bukan Jimin, mungkin aku tidak akan repot-repot datang ke museum dan menatap lukisan itu sendirian?"

Taehyung tampak termenung sebelum kembali mengulang apa yang terjadi, tidak ada pembuktian pasti dengan apa yang Jungkook katakan.

"Aku masih menyimpan pesannya jika kau ingin tahu." Mata hitam itu terus menelisik Taehyung.

"Mengenai kejadian masa lalu yang kau maksud, perusahaan kecil itu mengkhianatiku, ini bisnis, dan aku tentu tidak mau jadi pihak yang mengalah." Kali ini Taehyung menatap Jungkook. Mata hazelnya kembali bertemu mutiara hitam pekat itu.

"Lalu kenapa kau menghilang tadi?" Taehyung meremas kain celananya resah, takut dengan jawaban Jungkook, sesuatu di dalam dirinya sebenarnya percaya pada Jungkook.

Tapi, Jungkook itu siapa? Dia bahkan tidak lama mengenalnya. Bahkan Taehyung harus menentang perasaannya untuk berpikir logis.

"Pengawalku menyeretku pergi."

Tidak kuat. Sama sekali alibi yang lemah.

"Pergi." Taehyung akhirnya menyerah, dia semakin hancur dengan begini Jungkook bebar-benar membuatnya kecewa dan bingung siapa yang harus dia percayai? Jika salah, maka Jimin..

"Baiklah, ku rasa kau memang butuh waktu. Mengenai tadi-"

"Tidak." Taehyung menatap Jungkook tajam. "Aku menolaknya." Jungkook tidak bohong saat dia bilang suka, bahkan mata gelapnya untuk pertama kalinya meredup.

Daily KookVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang