Sekar merebut shaking bottle dari tangan Nayra yang masih memasang tampang melongo. "Sini cepat, berikan pada gue. Gue akan membuat kita bermain dengan sesuatu yang lebih keren dari ini semua," tegasnya.
Sekar memang orang yang penuh kejutan dan sulit ditebak. Ia bisa saja membuat sesuatu yang nyaris tak mungkin terjadi menjadi benar-benar terjadi, atau sebaliknya.
"Dengar, tak ada satu kemungkinan pun di dunia ini yang tak mungkin terjadi kecuali kembalinya masa lalu. Hanya itu yang tak mungkin terjadi." Pidatonya perihal satu itu selalu ia gadang-gadangkan di hadapan ketiga sahabatnya. Baginya semua kemungkinan pasti bisa terjadi. Hanya saja manusia membutuhkan usaha ekstra untuk membuatnya terjadi.
"Baiklah, Nona. Permainan seru apa yang akan kita mainkan sekarang?" tanya Tania diplomatis. Ia tak ingin berbelit-belit.
Sekar memutar kedua bola matanya yang indah. Ia tahu betul betapa ketiga sahabatnya itu tak akan mampu menahan rasa penasaran walaupun seujung kuku.
"Sabar. Kalian tahu kan kalau semua yang terjadi di dunia ini bukanlah tanpa alasan?" pancingnya.
"Ya. Semua hal yang terjadi di dunia ini memang untuk sebuah alasan. Entah itu hal yang baik atau buruk pasti ada manfaatnya. Untuk itulah... ," Nurmala mulai berfilsafat, tapi Sekar sedang tak ingin mendengarkan ocehannya tentang teori-teori pencarian jati diri manusia.
"Stop, La. Untuk itulah hari ini kita berkumpul lagi di sini, arisan, dan mendengarkan Tania mengoceh tentang pernikahan untuk pertama kalinya di tengah obrolan kita."
"Maksudnya?"
Nurmala mulai mengeluarkan keahliannya. Ya, bloon mendadak adalah keahliannya. Kini ia mulai menggaruk kepalanya yang tak gatal. Matanya yang selalu tampak seperti mata panda karena kelelahan akibat terlalu lama menatap lembaran buku-buku itu semakin layu, sementara mata Tania berbinar.
"Jadi kita akan - " Tania menggantung kalimatnya.
"Iyess, Arisan nikah!" seru Sekar riang.
"Apa?" Nurmala dan Nayra berseru kompak. Nurmala tak percaya dengan ide Sekar. Baginya ini adalah ide gila.
"Bagaimana?" Sekar meminta persetujuan yang lain dengan lirikan tajam matanya.
Tania jelas saja setuju. Hal itu terlihat jelas dari responnya pertama kali mendengar kata "arisan nikah" dari bibir tebal Sekar.
Nayra mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu apakah ia harus setuju atau tidak.
"Tidak. Aku tidak setuju," kata Nurmala cepat.
"Lho, kenapa tidak? Oh, ayolah, Lady," bujuk Tania seraya mengambil paksa buku matematika dari rengkuhan Nurmala dan meletakkannya di atas meja tamu.
"Tidak. Apa maksud kalian? Arisan nikah seperti arisan yang biasa kita lakukan, kan? Siapa yang namanya tertulis di kertas yang keluar maka ia harus menikah, begitu?"
Ketiganya mengangguk cepat. Nurmala menggeleng secepat mereka menganggukkan kepala.
"Tapi kenapa?" Nayra mulai penasaran dengan alasan Nurmala menolak arisan nikah ini. Apakah ia akan berfilsafat untuk menjelaskan tentang hal ini?
Dalam lubuk hatinya, Nayra pun belum sepenuhnya menyetujui ide gila ini. Tapi rasa penasaran lebih besar menguasai hati dan perasaannya, hingga yang bertahta dalam pikirannya kini adalah 'arisan nikah ini akan jadi permainan yang seru dalam hidupnya'. Jadi ia terpaksa untuk setuju dulu saja.
"Karena aku takut," lirihnya.
"Apa yang lo takutin, La. Usia kita sudah dua puluh empat sekarang Berdasarkan perhitungan usia kita tadi, menunjukkan bahwa dua puluh empat adalah alarm untuk kita menikah," debat Sekar mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARISAN NIKAH (Completed)
RomanceApa yang kau pikirkan saat mendengar kata 'Arisan'? Menang? Kalah? Giliranmu? Lalu apa yang akan kau lakukan jika namamu yang tertera dalam potongan-potongan kertas sebuah Arisan Nikah? Nurmala, Tania, Sekar, dan Nayra did it. Baca romansa keempat...