Uri Oppa

3.9K 218 7
                                    

Aroma yang begitu menyengat membuat Tania membuka mata. Ruangan serba putih mendominasi penglihatannya saat ini. Selang infus beserta jarumnya tertanam di atas punggung tangan kanan Tania yang putih.

"Yakhsa," panggilnya lemah.

"Tania, Tania, Tania," seru Sekar dan Nayra berbarengan. Keduanya berlarian menghampiri tempat tidur rawat Tania.

"Gue kenapa?" tanyanya bingung dengan kondisinya saat ini. Ia lalu tersadar dan buru-buru mengecek perutnya.

Untunglah perutnya masih besar seperti sedia kala, Tania menepuk jidatnya saat ingat bahwa terakhir kali ia sedang berada di rumah, menyuci baju tanpa mesin, memasak, dan mengepel dengan posisi berjongkok- jongkok layaknya inem pelayan seksi.

"Dia nggak apa- apa, cuma kelelahan aja," ujar Yakhsa di ambang pintu. Pria itu meyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia tampak seperti Mann Khurana dalam serial Geet bagi Tania saat ini.

"Ah, syukurlah. Lo abis ngapain sih?" omel Sekar mengusap – usap kening sahabatnya dengan penuh kasih sayang, "sampai diinfus begini," sambungnya.

"Habis berperan jadi inem pelayan seksi tuh si nyonya, katanya biar tambah seksi. Setelah itu si nyonya seksi pingsan dan dilarikan ke sini." Lagi –lagi Yakhsa yang menyahuti. Ia melangkah mendekati sekumpulan wanita-wanita rempong di sisi istrinya.

"Ishh, kamu apaan sih, yank," gerutu Tania.

"Aduuh, lo gimana sih, (&*&%^#$$^&(&*^&$%...," Omelan demi omelan diterima Tania dari kedua sahabat yang begitu memperhatikan kesehatan dirinya dan si jabang bayi.

Setelah puas mengomeli Tania, keduanya pamit pulang.

"Nurmala udah dikabari, Sa?" tanya Nayra menatap Yakhsa.

Semenjak Nurmala menikah, ia langsung pindah ke rumah barunya. Lokasinya agak jauh dari komplek rumah lamanya, sehingga Nayra kini jadi kurang leluasa mendapat kabar dari Nurmala seperti dulu.

"Sudah. Nanti dia dan Hari akan menyusul katanya, jangan khawatir," ujar Yakhsa.

"Ingat, Sa. Jangan biarkan dia nginem lagi," ancam Sekar galak seraya memelototi Tania.

Yakhsa mengangkat kedua bahunya sambil berkata, "Kalau nyonya Inem mau mendengarkan pangerannya."

Tania tertawa mendengarnya. "Okey," sahut Tania pasrah, "take care," imbuhnya.

Sekar dan Nayra berpisah di depan rumah sakit.

"Gue duluan ya, Nay. Ada janji nih sore ini." Sekar undur diri.

"Ye, Arraseoyo, kajja," (ya, Ok. Yuk)

"Nay,"

"Ya?"

"Berhenti pakai Bahasa Korea bisa nggak? Gue nggak ngerti," lirih Sekar memelas.

-0-0-0-

Kalau ada bubur enak yang bisa dinikmati bersama secangkir teh hangat itu karena kita menerima bubur tersebut dengan lapang dada, walaupun tadinya kita berharap bisa makan nasi goreng, nasi bakar, lontong, kimbab, dan lain sebagainya. Apa yang kita nikmati dalam hidup memang akan terasa nikmatnya ketika kita berhasil mensyukuri apa yang tersaji di hadapan kita.

"Walau cuma sarapan bubur, tapi kalau makannya ditemani sama tukang buburnya pasti terasa enaknya," komentar Hari saat menyantap bubur buatan istrinya.

"Jadi aku cuma dianggap tukang bubur nih sekarang?" Nurmala memancing kerusuhan.

"Iya, kecuali kalau kamu udah bisa masak gulai, rendang, opor, soto, sate, emm, baru aku anggap kamu sebagai tukang gulai, opor, soto, sate – "

ARISAN NIKAH (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang