Kocok Mati

7.9K 387 2
                                    

"Langit mendung belum tentu akan hujan." Suara lelaki yang telah Nurmala kenal beberapa tahun belakangan ini mengalun indah di telinganya.

"Tapi mendung adalah isyarat. Walaupun, ya, tak semua isyarat mampu memberi tanda yang tepat," balas Nurmala berteori.

Mendung membuatnya dan Ranto, kekasihnya membatalkan niat untuk nonton film terbaru di Bioskop. Nurmala bersikeras untuk tinggal di rumah karena menurutnya sebentar lagi hujan pasti akan turun. Sebenarnya ini hanyalah alasan agar ia punya banyak waktu untuk mengobrol dengan Ranto dalam suasana yang agak tenang.

"Jam segini bioskop pasti ramai banget," ujar Nurmala setelah perdebatan tentang mendung dan hujan berhenti.

Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk memperdebatkan sesuatu. Keduanya sama-sama pecinta aksara, hingga mereka mampu merangkai kata-kata dengan sangat baik untuk membalas perkataan satu dengan yang lain.

"Ya pasti ramai banget. Kalau mau sepi, ya di rumah saja," jawab ranto dengan nada agak kesal. Ia terpaksa melewatkan film favoritnya demi kekasihnya yang sedang memberi kode untuk tak pergi kemanapun saat ini.

"Untuk itulah aku memintamu tetap di rumah. Ada hal yang ingin aku bicarakan padamu." Nurmala menatap Ranto lurus.

Ranto memandangi kekasihnya dengan serius. "Ada apa?"

-0-0-0-

Nayra berjalan mondar-mandir di kamarnya.

"Kayak setrikaan rusak lo!" komentar Tania yang pusing melihat tingkah Nayra.

"Besok. Besok, Tan. Besok!" ujar Nayra histeris.

Ia tetap tak mau berhenti mondar-mandir. Tania menarik nafas dalam dan mengembuskannya cepat.

"Besok kenapa, Nay? Lo nggak lagi ujian, kan?"

"Besok kita akan kocok arisannya. Gue resah. Gue takut nama gue yang akan keluar pertama," ucap Nayra cemas.

Bukannya merespon kecemasan sahabatnya, Tania malah sibuk membolak-balik halaman majalah yang tadi dibelinya. Nayra mengambil tempat di sisi Tania dan melemparnya dengan bantal.

"Aww," pekik Tania, "Lo kenapa sih?"

"Gue takut. Bagaimana kalau-" Nayra bahkan tak sanggup memikirkannya. Ia belum siap untuk menikah dalam waktu dekat.

Tania bangkit dari tidurnya, lalu menghadapi Nayra dengan serius.

"Kalau sudah tiba waktunya, lo nggak akan bisa mengelak, Nay. Nikmati saja. Ini permainan kita," ujar Tania, Nayra menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lo cinta sama Lucky, kan?"

Tania mengangguk cepat.

"Bagus. Kalau begitu kapanpun kalian akan menikah, kalian sudah siap," ucap Tania mantap.

Sesuai perjanjian, malam Jumat ini mereka kembali berkumpul di apartemen Sekar untuk mengocok urutan calon pengantin. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sekar sudah duduk manis di ruang teve menanti kehadiran Tania dan Nayra. Nurmala sudah datang sejak tadi sore sepulang mengajar privat. Diantara mereka berempat, hanya Nurmala yang mempunyai jam kerja paling fleksibel, sementara yang lain bekerja dengan jam kantoran.

"Emang paling enak jadi guru, masih sore udah bisa menghirup udara segar," ujar Nurmala membuka obrolan dengan Sekar.

"Iya sih. Untung bos gue hari ini nggak ada di kantor, jadi gue bisa pulang lebih awal," sambut Sekar.

Ia sibuk mempersiapkan shaking bottle yang sudah berisi nama mereka berempat. Jantung Nurmala berdegub kencang. Urutan nomor satu memenuhi pikirannya. Saat ini ia hanya bisa berharap bahwa ia mendapat nomor urut terakhir.

Tak lama kemudian Tania dan Nayra tiba. Keduanya segera menyusup ke ruang tamu dan menghenyakkan diri di sofa transparan favorit mereka.

"Baiklah, semua sudah di sini. Kita mulai saja," seru Tania riang.

"Gue takut nama gue yang pertama keluar," bisik Nayra pada Nurmala. Mereka duduk bersebelahan.

"Aku juga takut. Ah, semoga Tania, Sekar, atau kamu saja yang dapat urutan pertama," bisik Nurmala. Bola mata Nayra seolah akan mencuat dari sarangnya karena kesal.

Shaking bottle sudah berada di tangan Tania. Ia yang akan mengocoknya. Tania selalu mempermainkan botolnya sebelum ia benar-benar berusaha untuk mengeluarkan segulung kertas dari dalam botol, tapi kali ini ia tidak bermain-main. Tania sudah tak sabar ingin mengetahui siapa calon pengantin pertamanya.

"Tunggu!" Sekar lagi-lagi menghentikan aksi Tania.

Keenam pasang bola mata milik sahabatnya kompak memelotinya. "Ya, ada apa lagi, Nona? Lo selalu saja menginterupsi," gerutu Nayra.

"Kita harus bersumpah bahwa kita akan menyelesaikan arisan nikah ini apapun yang terjadi. Jika tidak...,"

"Jika tidak, apa?" desak Nurmala makin cemas.

"Jika tidak, sesuatu akan terjadi pada rumah tangga kita semua." Sekar menyelesaikan kalimatnya dalam satu tarikan nafas.

"Baiklah. Kita bersumpah."

-0-0-0-

"Aaaaaaaaaa... Nggak salah?"

Nurmala menjerit-jerit histeris saat Sekar membacakan nama Tania yang keluar pada kocokan pertama.

"Yes! Selamat ya, ayo, lanjutkan. Siapa calon keduanya?" sahut Nurmala  penasaran. Tania lemas di tempat.

"Nurmala Khumaira Syahrena." Sekar menyebutkan nama lengkap Mala dengan lancar.

Giliran Nurmala yang diam seribu bahasa, namun ia tahu ia tak akan bisa mundur atau meminta ketiganya untuk mengganti urutannya. Ia harus menerimanya.

Nayra mendapat urutan ketiga, sementara Sekar urutan terakhir.

"Tak masalah. Gue senang dapat urutan terakhir. Lagipula, kita nggak boleh menukar nomor urutnya kan?" sahut Sekar kegirangan.

Nurmala dan Tania saling berpandangan. Andai bisa mengubah urutannya, tapi hal itu tak mungkin terjadi, dan memang tak pernah terjadi dalam track record arisan mereka. Siapapun yang dapat urutan, mereka tak berhak mengganggu gugatnya.

Pernikahan akan dimulai tiga bulan ke depan. Jarak antara pernikahan satu dan urutan selanjutnya adalah tiga bulan. Jadi arisan ini akan berakhir dalam waktu satu tahun, atau dua belas bulan.

"Fix ya? Urutannya adalah Tania- Yakhsa, Nurmala-Ranto, Nayra- Lucky, lalu terakhir gue dan Adnan." Sekar mengumumkan urutan pasangan-pasangannya.

ARISAN NIKAH (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang