Kalau ada masa yang tak akan pernah bisa berlalu, ialah masa lalu.
Tania dan Zaki pernah bersama saat duduk di bangku sekolah. Cinta monyet – begitu Tania menyebutnya, namun entah Zaki menganggapnya apa karena tampaknya Zaki benar-benar telah menaruh hati pada Tania sejak saat itu. Sementara Tania hanya menempatkan perasaannya di tempat yang tak terlalu dalam karena ia takut tenggelam. Baginya Zaki adalah sosok sahabat yang akan selalu jadi sahabat walaupun ia pernah menyandang status 'pacar' untuknya dalam kurun waktu yang singkat.
"Kan aku sudah bilang, belum tentu sahabat enak dipacari, karena tak semua pacar juga enak jadi sahabat," omel Tania saat Zaki meminta Tania untuk jadi pacarnya.
"Kata siapa? Kita kan belum coba, toh selama ini kita bersahabat," sanggah Zaki.
Zaki memang tipe cowok keras kepala. Apa yang ia inginkan harus bisa dipenuhinya, dan Tania tahu benar bagaimana sifat Zaki yang satu ini. Untuk itulah ia selalu menghindari permintaan sahabatnya itu. Baginya Zaki akan selalu ada untuknya sebagai sahabat, bukan sebagai kekasih hati.
"Enggak," kata Tania menggeleng manja.
"Iya,"
"Enggak, Zaki,"
"Iya, Tania,"
"Oh, baiklah, sebentar saja," ujar Tania akhirnya meng-iyakan ide sahabatnya tersebut, dan mereka pun resmi menyandang status 'pacaran'.
Beberapa bulan kemudian Tania mengulangi ucapannya tepat di hari perpisahan sekolah, "Kan aku sudah bilang, belum tentu sahabat enak dipacari, karena tak semua pacar juga enak jadi sahabat."
Tania merasa semakin tidak nyaman atas segala kebaikan yang diberikan Zaki padanya, lalu Tania memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka dengan alasan paling klasik yang pernah ada, "Kamu terlalu baik untukku."
Setelah itu Tania menghilang dari kehidupan Zaki. Spontan Tania memblokir semua hal tentang Zaki dalam hidupnya. Ia selalu menghindar untuk bertemu dengan sahabatnya tersebut. Tania bahkan memblokir semua media sosialnya yang berhubungan dengan Zaki. Tania memanfaatkan waktu yang tepat. Perpisahan sekolah membuat mereka benar-benar berpisah di dunia nyata maupun maya.
"I am so sorry," desah Tania di telepon.
"Kamu jahat, Tania. Kamu bahkan nggak memberiku kesempatan untuk mengucapkan satupun kata pembelaan," cecar Zaki di seberang.
"Kamu nggak salah, Zaki, untuk apa membela diri?"
"Lalu kenapa kamu blokir semua akunku?" cecar Zaki lagi-lagi.
"Karena..., karena...," Tania melirik ke arah Bu Vika dengan tatapan meminta tolong, "Gimana nih, Bu?" bisiknya. Bu Vika mengangkat bahu jahil – Tania menepuk jidatnya menyerah.
"Karena itu masa lalu, Zaki. Lupakanlah. Kau akan menikah bukan?" lanjut Tania mengalihkan pembicaraan.
"Tidak, kamu duluan yang akan menikah," katanya.
"Baiklah, aku. Maafkan aku, maaf. Maaf karena aku telah menghilang begitu saja, kau berhak marah padaku," ujar Tania merasa bersalah.
"Sebagai hukumannya, aku minta nomor teleponmu. Aku akan menemuimu untuk mengantarkan undanganku padamu."
"Oke. Nanti akan ku-sms- kamu, sudah dulu ya? Kamu masih mau ngomong sama Bu Vika kan? Bye," kata Tania mengakhiri pembicaraan dan mengembalikan ponsel Bu Vika.
-0-0-0-
Tania duduk dengan cemas di meja yang telah ia pesan beberapa jam sebelumnya. Secangkir kopi panas tersaji di hadapannya. Tania menghirup aroma kopinya dalam-dalam. Tania bukanlah pecinta kopi, ia hanya mencintai aroma kopi. Maka Yakhsa adalah pasangan paling tepat baginya ketika mereka berdua mengobrol ditemani secangkir kopi. Tania selalu menghirup aroma kopi Yakhsa sebelum kekasihnya itu menghabiskan kopi yang ia pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARISAN NIKAH (Completed)
RomanceApa yang kau pikirkan saat mendengar kata 'Arisan'? Menang? Kalah? Giliranmu? Lalu apa yang akan kau lakukan jika namamu yang tertera dalam potongan-potongan kertas sebuah Arisan Nikah? Nurmala, Tania, Sekar, dan Nayra did it. Baca romansa keempat...