Scene 87-90: A Mess

156 6 0
                                    

87 INT. MALL - SIANG 

Ben memasukkan peralatan melukis yang baru saja dibelinya ke dalam tas.

DEA

"Aku baru tahu ini kamu melukis."

BEN

"Iseng-iseng."

DEA

"Kapan-kapan boleh aku lihat dong lukisannya."

BEN

"Ada tuh di rumah. Datang saja."

DEA

"Hari ini?"

BEN

"Hari ini aku lagi mau mengerjakan proyek. Lain kali?"

DEA

"Boleh. Proyek? Proyek apa?"

BEN

"Sebenarnya bukan proyek yang dipikir kebanyakan orang sih. Biar kelihatan keren saja pas menyebutkannya. Aku cuma mau buat lukisan untuk Rizka."

DEA

"Rizka?"

BEN

"Iya, kemarin lukisan yang aku kasih rusak. Sekarang terpaksa aku harus gambar ulang. Semoga saja hasilnya tidak lebih buruk."

Dea tidak memperhatikan.

BEN (CONT'D)

"Tapi kalau diingat-ingat, lukisan aku rusak itu aneh. Siapa coba di rumah sendiri yang mau buat begitu? Di rumah cuma ada Mama, Papa, Kak Wina, Danu, Kak Adam, Kak Martin-"

DEA

"Ben, sebaiknya kamu berhenti."

BEN

"Berhenti apa?"

DEA

"Kedekatan kamu sama Rizka. Walaupun Rizka anak angkat, Rizka tetap adik kamu, Ben. Kamu tidak boleh sebegitunya suka dengan dia."

Jeda.

DEA (CONT'D)

"Aku bisa lihat. Orang-orang lain yang peduli kamu aku yakin juga. Kamu sebaiknya-"

BEN

"Jika dari kemarin-kemarin aku tidak menganggap Rizka sebagai adik, aku rasa kami sekarang sudah jadian."

DEA

"Atau justru rasa nyaman di antara kalian selama ini akan hilang, rusak. Kamu tahu Rizka tidak akan melakukannya-berpacaran dengan kakaknya sendiri."

Hening.

DEA

(Dea bergerak menghampiri Ben)

"Ben-"

Ben menghindar.

BEN

"Aku ingin mampir ke tempat teman lagi untuk membahas beberapa hal. Sebaiknya kamu menelepon sopir atau taksi."

Ben pergi beberapa langkah, lalu berbalik.

BEN (CONT'D)

"Dan jangan coba untuk menghubungiku. Apapun itu-walaupun hanya menanyakan hal-hal dari pesan singkat."

Ben pergi. Dea memandangi Ben yang semakin menjauh.

CUT TO:

88 INT. DAPUR - SIANG

Ben baru pulang. Pintu ruang-di-bawah-tangga terbuka. Ben bisa melihat kegelapan di dalamnya. Ben memandangi sekitar, tidak ada siapa-siapa disana. Ia mendekat, mencoba untuk menutup pintu atau justru memasukinya. Ia juga belum memutuskan.

Ayah keluar begitu tepat ketika ia sudah di ambang, membuatnya sedikit terkejut. Ayah memandanginya. Lalu menutup dan mengunci pintu. Ayah meninggalkan Ben.

CUT TO:

89 INT. LANTAI DUA - SIANG 

Ben menaiki tangga menuju kamarnya. Tapi sebelum ia masuk, ia memperhatikan kamar Rizka yang tertutup. Sesaat setelah Ben menutup kembali pintu kamarnya, kamar Rizka gantian terbuka. Rizka dan juga Eka (dengan ransel) keluar.

CUT TO:

90 INT. KAMAR BEN - SIANG 

Ben menutup pintu.

OVER THE SHOULDER:

Kamarnya berantakan; kanvas-kanvas, baik yang sudah tergambar ataupun belum, jatuh dan cat-cat tumpah. Sebuah potret Rizka yang seperti digambarkannya kemarin di kanvas tertera di dinding kamar-hanya saja kali ini senyumannya tampak berbeda karena potret Rizka ini "lupa" menggambarkan rahang bawahnya dan matanya tampak membelalak ketakutan.

BEN

"Apa-apaan ini?"

CUT TO:

Cerita KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang