Scene 155 (Cont'd): Ritual Part. 2

255 8 0
                                    

(CONT'D)

Begitu Ibu selesai, lampu ruang berkedip hidup-mati. Pelayan memandanginya-ia merasa aneh. Ayah terbanting oleh sesuatu ke lantai. Menyusul dengan Adam. Seorang perempuan berambut panjang menampakkan diri di ujung meja.

Pelayan yang sudah kembali ke pintu memandanginya, lalu bergerak. Ia berlari naik di atas meja menghampirinya.

FREEZE:

Belum sampai di ujung meja, gerakan Pelayan berhenti-orang-orang lain pun juga.

Pelayan terbanting ke belakang. Sebuah kursi roda dengan pria paruh baya di atasnya berdecit ke sebelah perempuan berambut panjang. Sang perempuan berambut panjang memandangi Martin.

MARTIN

"Ben, bawa Rizka keluar dari sini sekarang."

Ben menarik Rizka dan berusaha keluar dari ruangan itu.

EXTREME CLOSE UP:

Tangan Ben memegang gagang pintu untuk membuka.

SLOWMOTION:

Ben terhempas ke belakang. Ia tidak boleh lewat. Rizka memandangi Ben yang jatuh. Ia menghampirinya. Pelayan bangun dari tempatnya. Ia membuka topeng kain karungnya (posisi kain karungnya tidak pas-karena serangan).

CLOSE UP:

Wajah pelayan seperti tengkorak; tidak memiliki mata dan hidung dengan pipi yang sedikit cekung dan di mulutnya terlihat bekas tali jahitan di bibir atas dan bawah yang pucat.

EXTREME CLOSE UP:

Sebuah luka bekas jahitan tertera di pelipis bagian kiri wajahya.

IBU

"David?"

Pelayan membuka mulutnya lebar ke langit-langit. Ratusan ekor lalat keluar dari mulut pelayan yang gelap. Perempuan berambut panjang mundur selangkah.

BEN

(Mengerang)

"Kakak tidak diperbolehkan keluar dari ruangan ini."

(Jeda)

"Tapi kamu bisa, Rizka."

Rizka memandangi Ben.

Pelayan berlari dari tempatnya, menyergap perempuan berambut panjang dan juga pria paruh baya-dengan melompat. Ketiganya menghilang dalam kegelapan.

Ayah bangun dari jatuhnya.

BEN

"Rizka, pergi!"

Rizka menggeleng-geleng.

BEN

"Rizka!"

Rizka menangis.

RIZKA

"Maafkan aku, Kak. Tapi aku tidak akan meninggalkan keluargaku menghadapi ini sendiri."

Rizka bangkit berdiri.

Ayah berdiri tegak di tempatnya-memandangi Ben dan Rizka yang hampir mencapai pintu.

AYAH

"Aku menginginkan Rizka menjadi tumbal!"

Sesuatu menyerang Rizka, dadanya seakan dihempas sesuatu di dada-namun tidak cukup kuat untuk membuatnya jatuh. Dengan aneh kepala Rizka menunduk. Ia melangkah ke kursi. Ben memandanginya.

BEN

"Rizka, kau harus keluar dari sini!"

Rizka tidak menggubris. Ia tidak sadarkan diri hingga berada di tempatnya. Martin memperhatikannya.

AYAH

"Siapa lagi yang memilih Rizka untuk dijadikan tumbal?"

Adam mengangkat tangan seorang diri. Ayah memandangi Ibu (Ibu menegakkan kepalanya untuk memandang ke depan) dan Adam memandangi Wina (Wina menunduk, tangannya bergetar-ritual ini tidak semudah yang dipikirkannya).

AYAH (CONT'D)

"Siapa lagi yang memilih Rizka untuk dijadikan tumbal?"

IBU

"Cukup sekali ditanyakan. Jika memang tidak ada lagi yang mengangkat tangan maka tidak ada."

Rizka mengangkat sebelah tangannya-ia menunduk.

BEN

(Berbisik)

"Rizka?"

Ben bergegas bangkit dari lantai dan bergegas menuju kursi Rizka.

BEN (CONT'D)

"Rizka apa yang kamu lakukan?"

Tidak ada jawaban.

WINA

"Wi-Wina tidak ingin ikut voting."

ADAM

"Wina, apa yang kamu lakukan?"

IBU (O.S.)

"Aturan keempat dalam ritual: mereka yang merupakan pemberi voting murni diharuskan menghadiri ritual dan memberi vote. Sementara mereka yang merupakan pemberi vote tambahan diperkenankan untuk meninggalkan ruangan asalkan mereka tidak dicalonkan sebagai korban."

Adam dan Ayah memperhatikannya.

IBU

"Apakah ada yang ingin menjadikan Wina tumbal?"

Tidak ada jawaban. Ibu mengangguk pada Wina, pertanda wanita itu boleh meninggalkan ruangan.

WINA

(Berbisik, sambil menunduk kepada Adam)

"Maafkan aku."

Wina pergi, berjalan ke arah pintu yang terbuka sendiri. Pintu kembali menutup.

IBU

"Siapa yang memilih Ben?"

Tidak ada jawaban.

IBU (CONT'D)

"Yang memilih Ayah?"

Ibu mengangkat tangannya.

FLASHBACK:

Cerita KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang