#Part15

535 77 0
                                    

Seoul
31 Mei 2016
05.07 am

  
  Hina POV

     Suara hujan membuatku membuka mataku yang semula tertutup. Kulihat ruangan yang setiap hari pertama kujumpai setelah bangun tidur. Ruangan ini adalah kamarku. Aku terbaring di kasur empuk kesayanganku. Namun seingatku, semalam aku tak berada di posisi seperti sekarang ini. Aku ingat bahwa semalam aku tak sadarkan diri setelah menerima panggilan telepon dari Jaemin. Kepalaku sangat pusing semalam. Sehingga aku pingsan di kamar mandi. Tapi siapa yang menempatkanku di kasur? Bukankah semalam aku berada di kamar mandi? Ah entahlah!

     Kuputuskan untuk bangkit dari tempat tidurku, lalu berjalan ke balkon. Langkahku terhenti. Aku melihat sosok Jaemin yang membelakangiku di balkon. Dapat terlihat tangannya menjulur merasakan hujan yang sudah hampir berhenti. Sepertinya ia belum menyadari bahwa aku sudah bangun. Dan sepertinya Jaemin yang memindahkanku ke tempat tidur.

     Untuk membalas budinya, aku menuju ke dapur. Membuatkannya makanan. Berhubung hujan hampir reda, aku akan memilih membuatkannya bubur. Yah, walaupun aku masih bisa merasakan pusing dikepalaku. Tidak memakan banyak waktu, bubur buatanku selesai. Kubawa bubur ini menuju balkon. Kulihat posisi Jaemin belum berubah. Kuputuskan untuk memanggilnya.

     "Jaemin ah!", panggilku sedikit pelan. Jaemin pun menyadari keberadaanku. Ia sedikit aneh karena ia tidak langsung menoleh. Gerakan tangannya seperti mengusap bagian wajahnya. "Apa kau menangis?", tanyaku sambil mendekat ke arahnya satu langkah.

     Lagi - lagi, Jaemin tidak menghiraukanku. Ia sibuk mengusap wajahnya atau mungkin air matanya. Aku menaruh bubur di meja samping tempat tidurku, lalu menghampiri Jaemin yang berada di balkon. Aku sempat ragu. Tapi aku memberanikan diri mendekat.

  
   Author POV

     "Jaemin ah, ceritakan padaku. Apa yang terjadi padamu?", Hina bertanya untuk kedua kalinya. Kali ini Jaemin menoleh. Matanya sedikit membengkak. Dugaan Hina memang benar. Jaemin menangis. Hina yang melihatnya pun juga ikut merasakan kesedihan Jaemin walaupun belum tau apa yang terjadi.

     "La-lami, dia pergi entah kemana", jawab Jaemin sedikit sesenggukan. Jaemin pun kembali mengeluarkan air matanya. Hina yang mendengarnya sedikit terkejut namun juga merasakan sesuatu yang membuatnya bersedih. Pasalnya, Hina mengetahui bagaimana berartinya Lami dimata Jaemin.

     "Apa maksudmu?", tanya Hina dengan suara sedikit bergetar. Hina mencoba menahan tangis. Hina belum bisa mencerna apa yang Jaemin katakan.

     "Dia menghilang sejak kemarin pagi. Mark bilang bahwa Lami terakhir dilihatnya pada saat ia berada di tepi Sungai Han. Entah sampai saat ini, tidak ada yang melihatnya lagi", jelas Jaemin sambil menghapus air matanya. Hina pun mengeluarkan air matanya. Ia tak kuat menahannya karena membuat tenggorokannya sakit.

     "Aku akan membantumu mencari Lami. Sudahlah jangan bersedih. Dia tidak akan mungkin meninggalkanmu", ucap Hina mencoba menenangkan Jaemin. Memang munafik apa yang Hina ucapkan. Ia mencoba baik - baik saja. Tanpa disadari pun, Jaemin tau akan hal itu. Beberapa hari lalu, Jaemin pernah membaca buku diary milik Hina yang berisi tentang dirinya.

     "Hujan sudah berhenti. Aku ingin makan bubur buatanmu", kata Jaemin mengalihkan topik pembicaraan. Tentu saja dengan senyuman yang sedikit dipalsukan. Hina yang mendengarnya hanya tersenyum kecil.

     "Aku sudah membuatnya sejak tadi, makanlah! Sepertinya buburnya akan segera dingin", seru Hina menggeret tangan kiri Jaemin menuju ke meja samping tempet tidurnya. Jaemin pun duduk di sudut kasur, lalu menyantap bubur buatan Hina. "Apa kau akan berangkat sekolah hari ini?", tanya Hina sambil duduk disamping Jaemin. Jaemin menoleh lalu mangangguk. "Baiklah! Aku juga akan berangkat", ujar Hina lalu tersenyum.

 
  Jaemin POV

     Aku dan Hina turun dari bus dan berjalan menuju sekolah yang tak jauh dari halte. Hina memaksakan dirinya untuk berangkat sekolah. Padahal ia belum benar - benar pulih. Wajahnya saja tampak pucat. Tanpa kami sadari, kami sudah sampai di depan gerbang. Sayangnya, kami terlambat. Guru kedisiplinan sudah siap siaga di depan gerbang, langsung memberi kami hukuman.

     "Kalian berdua bersihkan aula sekolah, jika sudah selesai segera ke kelas masing - masing", ujarnya sedikit membentak. Tanpa berlama - lama, aku dan Hina menuju ke aula dan membersihkan aula yang tidak terlalu kotor. Hanya sedikit berdebu di lantai. Masalahnya, aula ini lumayan luas. Aku tak yakin jika Hina bisa melakukannya bersamaku. Apalagi ia sedang sakit. Aku juga tak yakin akan melakukannya sendirian. Ini membuatku berpikir lama.

     "Gwenchana, aku bisa melakukannya", kata Hina yakin. Walaupun aku tak yakin, aku mengangguk saja. Sudah 15 menit berlalu, keringatku mulai berjatuhan. Lelah sekali. Aku melihat ke arah Hina yang sudah berkeringat dan wajahnya bertambah pucat. Jelas saja ia terjatuh, namun masih sadar. Ia memegang kepalanya kuat. Aku segera menuju ke arahnya. Tanpa basa - basi, aku melingkarkan tangan kirinya di leherku. Menuntunnya berjalan menuju UKS. Dapat kurasakan tangannya panas.

     Setelah sampai di UKS, aku menuntunnya untuk berbaring di salah satu kasur lalu menyelimutinya. Melihat Hina seperti ini, aku malah teringat pada Lami. Karena biasanya Lami yang sering terbaring lemah di UKS. Kubiarkan dia tertidur lelap. Sedangkan aku akan melanjutkan hukuman.

     Setelah menjalani hukuman, aku menuju kelas untuk mengikuti pelajaran. Hanya saja saat istirahat, aku tidak ke kantin melainkan menjenguk Hina yang berada di UKS. Sampai bel pulang sekolah berbunyi, aku membangunkan Hina dan mengajaknya pulang bersama.

     "Kajja!", ajakku lalu menggandeng tangan kiri Hina. Aku melepas genggaman tangannya setelah sampai di gerbang. Seseorang yang asing, mengenakan jas berwarna hitam dan bawahan yang selaras. Orang itu baru saja keluar dari mobil yang ditumpanginya. Aku hanya merasa sedikit terganggu karena orang itu melihat ke arahku. Tanpa diduga, orang itu mendekat ke arahku. Aku terkejut, begitu pun juga dengan Hina. Bahkan aku tak mengenalnya, tapi mengapa ia mendekat. Jarak semakin berkurang, sampai kami berhadapan satu sama lain.

     "Apa kau yang bernama Na Jaemin?"

     "Ne.. "

     "Bisa anda tunjukan dimana anda tinggal?"

     "Tapi ada perlu apa?"

     "Saya ditugaskan untuk mengambil barang milik nona Lami"

      "Nona Lami?"

Tbc

Free voment ^^
고마워요 친구들 :)

My Fault ( Na Jaemin * Hina Chan )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang