Part.1

552 30 6
                                    

Disebuah acara perpisahan anak-anak smp, yang asyik mencoret-coret baju seragan sekolah mereka. Anak yang satu menulis nama dan tanda tangan diseragam anak yang lain dan begitu sebaliknya. Begitulah yang dilakukan anak-anak itu kepada teman-temannya, sebab anak-anak tersebut telah menyelesaikan ujian akhir nasional (UAN) yang artinya mereka akan meninggalkan sekolah dan teman-teman mereka. Coret-coretan diseragam sekolah yang ditulis, spidol warna-warni, adalah kenangan terakhir yang bisa mereka lakukan.

Dari kejauhan dibawah pohon ketapang kencana (terminalia mantaly) dekat taman sekolah. Duduk seorang anak laki-laki bertubuh kurus, berambut lurus dan memakai kacamata minus dikursi yang terbuat dari kayu.
Dia hanya bisa memandangi acara perpisahan tersebut. Anak laki-laki itu sebenarnya ingin sekali bergabung, namun tak ada yang mengajaknya, padahal dia juga salah satu murid disekolah itu. Sebenarnya dia anak yang baik, tapi kurang pergaulan yang dia tahu hanyalah belajar, dan dia tampak seperti anak normal lainnya. Dia bahkan tak percaya dengan ramalan zodiak, mimpi atau hal-hal gaib lainnya.

"Nathan, kenapa kamu tak ikut bergabung dengan anak-anak yang lainnya?" tanya Pak Herman, guru pengajar matematikanya yang tiba-tiba datang dan duduk disebelah anak itu.

"Ah, Bapak mengagetkan saya saja!" ungkap anak yang bernama Nathan tersebut. "Jujur saya ingin ikut bergabung, tapi tak ada yang ngajak Pak! Mungkin karena saya ini aneh, kutu buku dan berkacamata makanya hingga sekarang saya tidak punya teman"

Nathan tampak sedih dan berusaha menyembunyikan wajahnya.

"Sudahlah! Jika disini kamu tak punya teman, mungkin nanti saat kamu melanjutkan sekolah yang entah dimana? Bapak yakin kamu pasti akan mendapatkan banyak teman, dan salah satunya bisa jadi sahabatmu!"

"tapi itu tak mungkin, Pa....." belum habis dia bicara, Pak Herman memotong kata-katanya.

"Tidak ada yang tak mungkin didunia ini" kata Pak Herman sambil menepuk-nepuk pundak Nathan.

Nathan terdiam mendengarkan kata-kata guru matematikanya tersebut.

***

Jam tiga siang menjelang sore, Nathan baru pulang kerumahnya, dengan perlahan-lahan dia membuka pintu dan tampak Tante Kakak dari Ibunya duduk disofa dekat ruang tamu.

"Setelah dari sekolah kamu kemana saja? Kok baru pulang sekarang?" tanya Tante Marta yang merupakan pemilik rumah, Nathan dan Ibunya hanya menumpang, maka dari itu Tantenya bersikap seenaknya.

"Saya tadi mampir dulu ketoko bunga Ibu" jawab Nathan.

"Sudah jangan banyak alasan! Ingat sebelum makan kamu harus mencuci, menyetrika, dan membersihkan semua ruangan yang ada dirumah ini!"

"Tapi saya laper, saya makan dulu ya Tan?"

Tante Marta bangkit dan berdiri dari sofa empuknya. "Kamu mau membantah Tante? Kamu mau? Ibumu dan kamu, Tante usir dari rumah ini, biar jadi gembel"

"Tante kenapa sih? Sepertinya benci sekali denganku dan Ibu?" Nathan memberanikan diri untuk bertanya sesuatu yang sejak dulu ingin sekali dia tanyakan. "Saya tahu ini rumah Tante, tapi Ibukan adik Tante sendiri dan aku keponakan Tante sendiri, tapi kenapa Tante sepertinya membenci kami seperti kami ini punya salah yang besar saja sama Tante?"

"Jadi sekarang kamu mau tahu, kenapa Tante selalu marah-marah dan menyuruhmu melakukan pekerjaan rumah?"

"Ya!"

"Karena Tante membenci Natasya, yang tak bukan adalah Ibumu. Natasya selalu menjadi nomor satu, dirumah dia menjadi anak kesayangan orang tua. Dikampus dia menjadi pusat perhatian dan banyak dipuja-puja pria. Mungkin karena dia cantik, pintar dan mudah bergaul, makanya dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Tante cemburu dan iri melihat semua itu, apalagi ditambah saat Jordan, pria yang tante cintai memilih menikah dengan Natasya. Mereka berdua hidup bahagia dan kebahagian mereka bertambah saat bayi laki-laki yang mereka inginkan lahir"

"Apa bayi laki-laki itu aku?"

"Ya, makanya Tante juga membencimu!" ungkap Tante Marta dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Ayahkan sudah lama meninggal saat aku berusia satu tahun, tapi kenapa Tante masih membenci aku dan Ibu?" tanya Nathan dengan mata berkaca-kaca sambil menahan air matanya, saat Tantenya menyebut nama orang tuanya.

"Kamu mau tahu tidak kenapa Ayahmu meninggal? Ayahmu meninggal bukan karena sakit jantung seperti yang Ibumu katakan! Tapi karena kalian berdua!"

"Apaaa???"

"Seandainya Jordan menikah dengan Tante, dia pasti masih hidup" ujar Tante Marta sambil menyapu air matanya, dan melangkah pergi meninggalkan Nathan yang masih ingin bertanya banyak hal.

.

To be continue...

NATHAN WOLF And The Secret Girls MermaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang