12

30.6K 2.9K 89
                                    

Kami tiba di rumah cukup malam. Setidaknya sudah ada makan malam yang kami beli barusan.

Dia langsung masuk ke dalam kamar untuk mandi sementara aku memilih menyiapkan makan malam kami.

"Neng." Panggilnya.

Aku menoleh. "Apa?"

"Di pikirin ya, yang tadi." Ujarnya sembari duduk di kursi bar.

Aku tersenyum kecil kemudian mengangguk. Aku harus memikirkannya matang-matang. Ini demi kami berdua.

"Aro." Panggilku.

Dia hanya berdehem, tanda sudah terlanjur jatuh pada makan malam kami. "Kalau aku nggak resign dan nggak demosi. Gimana? Aku tetap kerja, tapi nggak ambil promosi itu."

Dia terdiam, meletakkan piringnya dan menatapku. "Waktu kerja kamu? Kaya sekarang?"

"Aku bisa minta untuk kerja sesuai jobdesc, sesuai kontrak dan pulang tepat waktu."

"Bisa kamu minta gitu?" Tanyanya.

"Harusnya sih bisa. Karena memang bisa. Aku kemarin-kemarin pulang nggak jelas kan karena aku kelebihan jobdesc." Jawabku.

"Asal kamu nggak sering lembur ya. Ingat, empat bulan lagi kamu lahiran."

"Iya.. kamu juga ingat, jumat besok?"

Aro berdecak, mengambil ponselnya dan menelpon entah siapa. Dia sedikit menjauh. Tapi suaranya masih bisa di dengar jelas. "..gue mau antar istri cek kandungan.. bisa di reschedule? Gue udah janji duluan.. please, Zo.." Aku membiarkannya menelpon Enzo, asisten pribadinya, temannya yang membantunya membangun karir memasaknya.

Dia kembali dengan wajah cukup garang. "Gimana? Kalau nggak bisa, ya udah."

"Bisa. Aku temani kamu dulu, baru balik lagi ke Twelve Roses."

"Whindama apa kabar? Kamu fokusnya di Twelve Roses terus akhir-akhir ini ya."

"Whindama ada yang pegang selama aku pergi ngurus Twelve Roses, tenang aja." Jawabnya.

Dia kembali anteng dengan makanannya. Walaupun di meja bar, matanya tidak jauh dari televisi di sudut dapur. Sengaja dia pasang, kalau-kalau dia masak dan suntuk, dia bisa menonton tv.

"Aku mandi dulu ya, udah kenyang. Tadi sempat makan juga di kantor sebelum pulang." Dia mengangguk. Kemudian menciumku cepat sebelum kembali ke televisi.

Aku masuk ke kamar tidur kami. Sesuai dugaanku, bajunya berserakan di lantai. Ciro bahkan sudah tidur di atas celananya. Menjadikannya kasur.

Aku langsung memungut bajunya, mengangkat Ciro dan memindahkannya keluar kamar.

Begitu beres dengan pakaian Aro dan Ciro, aku masuk ke dalam kamar mandi. Begitu aku menghidupkan shower dan mulai membasahi tubuhku, aku merasa ada tangan yang memelukku dari belakang.

"Lho? Kan udah mandi barusan, mandi lagi?" Aku bertanya iseng.

"Kangen banget." Jawabnya.

Dia langsung membalik tubuhku, menciumiku di setiap jengkalnya. Kemudian berjongkok dan menciumi perutku.

Dia berdiri lagi dan membantuku membasuh diri. "Ayo, kita main sebentar." Ujarnya.

Aku langsung tertawa. "Drama yang kamu tonton bikin kamu tegang lagi ya?"

Sudah kebiasaanya ketika dia selesai menonton drama kesukaannya yang berisi adegan begitu, dia akan lari padaku, meminta jatahnya. Jadi aku tidak heran.

End Of The RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang