"Hay baby girl." Goda Sintha ke Jelita sambil mencium-cium wajahnya. "Aro banget mukanya nih." Lanjutnya.
Dia dan anak-anaknya sedang mampir ke rumahku setelah mengantar Ale ke restoran milik mereka.
"Berapa bulan lagi waktu cuti lo?" Tanya Sintha.
"Sebulan setengah lagi. Setelah itu masuk dan langsung ngajuin surat resign gue." Jawabku sambil terkekeh.
"Parah lo. Tapi udah bilang ke GM sama HR kalau lo mau resign setelah cuti?"
"Udah sih. Gue udah bilang Dimas. Dia ngingetin gue untuk bikin handover check list sebelum gue out." Jawabku sambil bermain dengan Anjani, putri kedua Sintha.
"Aro pasti gembira banget akhirnya lo memilih berhenti kerja dan jadi ibu rumah tangga." Timpalnya. Aku mengangguk menanggapi ucapan Sintha.
Aro gembira, tentu saja. Terlihat dari raut wajahnya akhir-akhir ini begitu aku mengatakan akan resign setelah cutiku selesai.
"Tapi gue bingung, setelah gue berhenti kerja, otomatis kan gue cuma diem di rumah, ketika pekerjaan rumah udah selesai, gue ngapain dong?" Tanyaku.
Sintha tertawa, "Buat kue, arisan, gosip sambil high tea, belanjain duit suami, bla bla bla, kaya sosialita."
"Eh yang ada gue di gantung sama Aro." Balasku.
"Pekerjaan lo sebagai ibu rumah tangga nggak akan ada habisnya, Wi. Begitu lo selesai ngemong Jelita, lo bersih-bersih, selesai bersih-bersih pasti balik lagi ke Jelita. Belum selesai sama Jelita, suami lo pulang, urusin deh suami lo. Nggak akan ada habisnya."
Aku mengerutkan alisku. Masa iya? "Seriusan lo?"
"Trust me, honey. Tanya Aline atau Maya. Mereka ngurusin 2 anak dan satu suami sama kaya gue, nggak ada habisnya dan mereka nggak bergantung sama babysitter. Cuma ART. Ngurus anak cuma di bantu sama mertua."
"Satu suami jidat lo." Celetukku.
Kami tertawa kembali. "Kapan-kapan nongkrong sama mereka yuk. Lama banget nggak ketemu." Ajaknya. Aku mengangguk semangat.
Sudah cukup lama aku tidak berkumpul dengan teman-teman lamaku. Mereka sudah sibuk dengan kehidupan berumah tangga mereka. Sekalian aku perlu belajar banyak dari mereka bagaimana menjadi ibu dan istri yang baik di saat yang bersamaan.
"Sin."
"Ya?"
"Pernah nggak sih lo bertengkar hebat sama Ale?"
Sintha terdiam seperti berpikir. "Nggak sih kayanya. Bertengkar hebat gue akhir-akhir ini cuma gara-gara dia lupa beli pampers buat Anjani. Itu gue kesel banget."
"Terus yang minta maaf duluan siapa?"
"Ya gue, soalnya gue berlebihan juga sih." Kekehnya. "Tapi ya ujung-ujungnya dia juga yang minta maaf."
Aku mengangguk. Kemudian terdiam sambil mengelus rambut Anjani.
"Kenapa?" Tanya Sintha.
Aku menggeleng. "Nggak kenapa sih."
"Gue tau lanjutan kalimat lo pasti ada kata cuma atau tapi." Ujarnya.
