"Sorry, neng. Aku lupa kasih tau kalau.."
Aku langsung mematikan ponselku. Tidak memedulikannya lagi. Aku sedang berada di kantor dan ini sudah pukul 3 sore, dia baru ada niat dan ingat untuk menghubungiku.
Itupun dia pasti tidak akan mengkontakku kalau aku tidak minta tolong Ale untuk mengeceknya.
"Bu, meeting jam 4 sore ya sama Agoda." Ujar Yuni. Aku mengangguk. "Jangan di tekuk gitu mukanya, Bu."
"Wakilin saya ya? Mau? Atau minta Pak Sumi untuk wakilin saya."
Yuni mengernyit. "Bu, saya lho cuma coordinator. Pak Sumi kan lagi keluar juga meeting. Ini lho agen besar, kan harus Ibu." Jelasnya.
Aku hanya bisa menghela nafasku. Pikiranku sedang kacau karena Aro.
Bisa-bisanya dia bertingkah seperti itu. Lupa kalau punya istri, lupa kalau ada yang mengkhawatirkannya jika dia tidak pulang.
"Bu?" Yuni memanggilku lagi.
"Ya?"
"Suaminya Ibu di luar. Mau ketemu." Aku langsung mendelik. "Chef Aro di luar, Bu." Ulangnya.
"Iya, Yun. Saya dengar." Kataku.
"Ya terus muka Bu Juju gitu banget. Kaya nggak pernah di kunjungin suami aja." Kekehnya.
Aku mendengus bangkit dan berjalan keluar ruanganku, bukan untuk menemuinya. Tapi hendak ke restoran untuk pertemuanku dengan Agoda. "Ayo, Yun. Kita di tunggu lho." Yuni mengangguk dan mengikutiku. "Reni, nanti kalau ada yang cari saya, bilang saya meeting sama Agoda di restoran ya." Ujarku pada Reni, personal asistenku.
"Siap, Bu." Jawabnya.
Aku langsung berjalan menuju pintu ruanganku. Ketika aku membuka pintu, Aro sudah berdiri tegap di depanku. "Neng."
"Mau apa kamu?"
"Bu, saya duluan ya ke restorannya ya." Ujar Yuni. Aku mengangguk. "Duluan, chef." Giliran Aro mengangguk.
Begitu Yuni pergi, Aro langsung menarikku.
"Sorry.." Bisiknya.
Aku hanya mendengus dan berjalan melewatinya. "Uwi, jangan gitu dong. Aku kerja seharian kemarin."
"Sampai lupa punya aku? Sampai lupa ngabarin? Sampai lupa kalau ada yang khawatir di rumah?" Ujarku sembari berjalan naik. Dia mengikutiku.
"Bukan gitu. Hapeku lowbatt. Mau pinjam hape Ale tapi dia keburu tidur kemarin, nggak tau hapenya di mana."
"Alesan."
"Wi, please."
"Aku mau meeting sama agen besar. Kalau mau ngomong nanti aja." Ujarku berbalik menghadapnya. Dia berjalan mendekat, aku tidak menjauh.
Dia mengecup wajahku, banyak kali. "Stop, jangan bikin aku malu disini." Aku menyingkirkan wajahnya dengan tanganku.
"Aku tunggu kamu di Zaic.." Kekehnya. Zaic itu nama salah satu restoran di Moza.
"Ngapain?" Potongku galak.
"Pak Rivo sama Tio tau aku mampir, di suruh ngobrol sebentar." Jawabnya.
Aku hanya berdehem kemudian mengecup pipinya cepat dan berjalan menuju Zaic.
Selama meeting berlangsung, aku tidak berhenti melirik meja kumpulan orang-orang hebat itu. Pak Rivo, Chef Tio dan Aro sendiri. Mereka mengobrol serius kemudian tertawa, kemudian serius lagi.
