"Gue pengin ketemu, Sin." Ujarku pada Sintha melalui telepon.
"Masih jam kerja bukannya? Gue sih ayo aja, nah elo gimana?" Ujar Sintha ketika aku memintanya untuk makan siang bersama.
"Yang dekat-dekat aja. Di Akua gitu deh, kan dekat rumah lo juga tuh. Yah yah?" Pintaku.
Aku benar-benar ingin bicara mengenai promosi itu pada Sintha. Bagaimana caranya dia bisa kompromi dengan Ale ketika Ale memintanya untuk tidak mengambil kesempatan besar itu.
"Ya udah, ayo. Whatsapp gue kalau lo udah di lampu merah Benoa Square, biar gue bisa cus dari rumah."
"Asyik. Gitu dong. Sekarang gue berangkat."
Aku langsung membereskan peralatan kerjaku. Memasukkan agendaku ke dalam tas dan segera menghubungi sekertaris Pak Rivo, meminta waktu untuk bertemu.
"Udah di tunggu, Bu." Kata Cecil, sekertaris Pak Rivo. Aku mengangguk dan langsung mengetuk pintu ruangan Pak Rivo.
"Gimana gimana? Ada yang bisa saya bantu, Juwita?"
Aku tersenyum kemudian duduk di depan Pak Rivo. "Saya ijin keluar properti, Pak. Mau ke dokter sebentar untuk konsultasi."
"Oh silahkan silahkan. Sama Alvaro?"
Aku menggeleng. "Suami saya lagi ada service, Pak. Sendiri aja deh jadinya."
"Wah sayang banget nggak bisa ikut ya." Ujarnya. Aku hanya tersenyum kecil. "Ya sudah, mudah-mudahan sehat ya. Jangan lupa info ke Dimas juga."
"Sip, Pak. Saya pergi dulu, makasih Pak." Aku langsung bangkit dan keluar. Meminjam telepon ruangan Cecil dan menelpon Dimas.
"Bohong kan kamu? Aku tau. Sini mampir ke ruangan aku dulu." Ujar Dimas. Aku langsung mendengus tapi menurutinya.
Aku berjalan ke ruangan human resource dan mencari Dimas. "Nggak asyik kamu." Ujarku sembari melempar diriku di sofa miliknya.
"Jangan kebanyakan keluyuran gitu. Nggak baik, tau." Dia menyandarkan dirinya di ujung meja kerjanya. "Nggak ingat lagi bawa bayi?"
Aku tertawa. "Kan ke dokter, Dim."
"Seminggu lalu juga ke dokter. Cepet banget konsultasinya." Kekeh Dimas. Aku memberengut. "Ketahuan kan.."
"Berisik ih. Nggak berubah ya, berisiknya kamu." Aku tertawa. "Aku mau makan siang sama teman aku di Jimbaran. Paling jam 3 balik kok. Ya boleh ya?"
"Bilang aja kalau kamu mau makan siang, kan pasti aku kasih ijin." Ujarnya. Dia langsung mengeluarkan kertas, menulis entahlah apa dan menyerahkannya padaku. Oh ternyata kertas untuk passing gate properti.
"Nih, udah aku tanda tangan. Kasih sekuriti kan?" Dimas mengangguk. "Thank you!" Aku berdiri dan berjalan keluar ruangannya.
"Titip malboro black mentol satu ya." Ujarnya.
"Masih rokokan itu kamu?"
Dimas menggaruk tengkuknya dan tertawa kikuk. "Masih. Nggak bakal berubah, favorit sepanjang masa."
"Ya udah. Aku beliin tapi agak sorean ya."
"Thanks, Wi."
"Anytime." Ujarku sembari menutup pintu ruangannya.
**
Aku langsung turun tepat di depan pantai Jimbaran. Di seberang Akua lebih tepatnya. Aku celingukan dan sudah mendapati mobil Sintha terparkir rapi.