Aku tidak menyangka Dimas sudah seperti saat ini. Dulu dia itu benar-benar selengekan, tidak peduli aturan, hitam, dekil, tapi tetap tampan. Akupun bingung kenapa dia memilih pekerjaan sebagai personalia, padahal tingkah lakunya benar-benar di luar batas wajar nakal.
Sekarang, dia berbeda. Berwibawa, sedikit lebih putih dan bersih. Menunjukkan kalau dia memang benar-benar cocok menduduki posisi tertinggi di human resource department.
"Kamu kenapa sih? Udah teken kontrak langsung tadi?" Tanya Aro.
"Bukan bukan.. aku kira Dimas siapa yang interview aku ternyata Dimas Nugra.."
"Jangan bilang mantan kamu itu?"
Aku malah cengengesan. Aro tau mengenai hubunganku sebelumnya. Jadi aku tidak harus menyembunyikan apapun darinya.
"Di tanya malah haha hehe." Ujarnya. "Nggak kesemsem lagi kan?"
"Kesemsem nggak ya." Jawabku. "Kalau kesemsem gimana?"
"Awas kamu ya."
"Emang boleh aku kesemsem sama dia?" Aku semakin menggodanya.
"Nggak!" Jawabnya cepat. Aku tertawa keras. "Awas ya sampai kamu main serong sama dia."
"Enggak. Dia mana tertarik sama aku lagi."
"Ya siapa tau." Dengusnya. Aku malah mencubit pipinya. Dia semakin kesal.
"Aku cerita ke dia kalau aku mau married. Dia selamatin aku terus kasih salam ke kamu." Ujarku. Aro menjawab dengan deheman.
Kami dalam perjalanan pulang ke rumah setelah menjenguk Ina dan bayinya. Sekalian memberi tahu, sudah saatnya mereka berhenti bertanya kapan kami akan menikah. Hehe.
Armand awalnya merasa tidak enak ketika aku mengatakan aku mendengar sebagian pembicaraan mereka kemarin malam tapi kemudian kembali sumringah ketika akhirnya, kami memutuskan akan menikah dalam waktu dekat.
"Jadinya udah teken kontrak belum?" Tanya Aro lagi.
"Belum kok. Doain ya."
"Nggak mau." Celetuknya.
"Kok?!" Aku langsung garang.
"Nanti kita pisah kerja, jadi jauh deh. Jarang ketemu di kantor." Dia berkata.
"Lebay. Udah mau nikah juga. Pulang kantor masih bisa ketemu." Dengusku.
Begitu kami tiba di rumah, Aro langsung ngacir ke kamar mandi. Melempar semua baju yang dia pakai barusan di atas ranjang. Kebiasaannya. Dia tukang lempar, sementara aku dengan setia menjadi tukang pungutnya.
Aku langsung menyiapkan baju santainya. Sementara dia mandi, aku juga menyiapkan makan malam sederhana. Hanya ayam goreng tepung yang sudah aku siapkan pagi tadi dan capcay, yang juga sudah Aro siapkan tadi pagi.
Ini enaknya tinggal serumah dengan tukang masak. Semua serba presisi. Makan malam di siapkan ketika pagi hari dan di simpan di lemari es. Jadi malamnya tidak perlu repot harus membuat makan malam lagi. Tinggal goreng, sajikan dan makan.
"Laper laper.." Gerutu Aro yang sudah menggunakan celana pendek dan singlet hitamnya.
Aku dengan sigap menyiapkan makan malamnya dan langsung mandi. "Makan aja duluan, aku mandi dulu."
"Enggak. Makan bareng." Jawabnya.
"Ya udah. Awas pingsan gara-gara kelaperan." Ucapku sembari berjalan menuju kamar mandi di dalam kamar tidur kami.