Aro sepertinya benar-benar kesal. Aku baru bisa keluar dari kantor pukul 11 malam.
Seharusnya meeting barusan tidak terlalu perlu. Masih bisa di bicarakan hari senin. Ini meeting masalah perekrutan sales manager dan job descriptionnya. Tapi karena Pak Rivo baru bisa setelah jam kerja dan tidak bisa di hari senin, mau tidak mau aku dan Dimas harus bisa.
Begini rasanya bekerja dengan manajemen yang kakunya kaya kanebo. Benar kata Pak Wikan. Manajemen di sini tidak fleksibel. Tapi apa boleh buat, aku yang mendaftarkan diri, jadi aku yang harus menyelesaikan ini semua.
"Kamu mau sampai kapan kaya gini?" Tanya Aro.
"Sampai nggak tau deh." Jawabku. Aku sudah lelah, aku lapar, aku mengantuk. Bertengkar karena masalah ini dengan Aro malah membuatku semakin berang nantinya.
"Aku bawa burger dari Butcher's Club. Kesukaan kamu. Itu di belakang." Aro menunjuk kursi belakang dengan dagunya.
Aku menoleh. Seketika tersenyum melihat bungkusan itu. Saat aku membuka, senyumku semakin lebar. "Makasih." Aku mencium pipi Aro.
"Hm." Balasnya.
Aku langsung melahap burger ini. Ya Tuhan.. aku benar-benar kelaparan. "Kamu udah tau kan kamu hamil? Kenapa nggak makan tadi?"
"Kan rencananya mau makan sama kalian, ya mana aku tau kalau bos besar ngajak aku meeting." Aku menjawab sembari menyungah.
"Jorok." Sungutnya.
"Bodo." Jawabku.
"Bagi dikit dong."
"Selada sama tomatnya aja ya?"
"Pelit."
"Nih nih." Aku memberikan burgerku padanya. Dia melahap dengan gigitan besar. "Ih! Banyak amat, Mas!"
"Masih laper."
"Kenapa nggak beli lagi? Burgerku udah setengah nih sekarang." Aku memberengut.
"Ya udah mampir beli nasi padang dulu."
Tanpa pikir panjang, Aro langsung berhenti di rumah makan padang dekat rumah kami. Langganannya. Sampai-sampai seluruh pegawai di sana kenal dengannya.
"Banyakin sambal ijonya. Istri saya juga nanti pasti comot." Aku meliriknya tajam. Dia tertawa, begitu juga pegawai yang sedang membungkus makanan kami.
"Perkedel kentangnya tambah tiga ya, Bang." Kataku.
Aro menggeleng heran karenaku. Biarkan saja. Aku kan lapar. Salah sendiri menggigit setengah porsi makananku.
Begitu membayar, kami langsung menuju rumah. Semua lampu sudah mati, ART kami sudah tidur sepertinya.
Aku langsung menenteng kresek makanan kami, menyiapkannya sementara Aro berjalan ke kamar tidur. Pasti berganti baju dan membuangnya sembarang.
Benarkan. Dia keluar dengan signature cloth-nya ketika di rumah. Singlet hitam dan celana piyama flanel kesayangannya.
"Makan dulu." Aku menyerahkan piringnya. Kami berdua duduk di kursi bar.
"Pindah. Mau nonton." Ujarnya sembari mengambil piringnya dan duduk di sofa ruang tengah. Di depan tv.
Aku mengikuti. Aku bahkan masih menggunakan bajuku yang tadi. Bukannya berganti baju seperti dia.
Kalau sudah Aro bertemu dengan nasi padang dan tv, terutama yang menampilkan acara favoritnya, dia pasti akan anteng seperti ini. Piring masih di pegangannya, tangan masih kotor belum di cuci, tatapan mata tertuju sepenuhnya pada layar televisi. Bahkan aku yang telanjangpun pasti tidak akan di gubrisnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/89154097-288-k827035.jpg)