"Halo, Aro." Sapa Dimas.
Aro hanya menatap Dimas tajam dan tatapannya berpindah ke arahku. "Aku tanya kamu, Juwita."
"Aku cuma ngobrol santai sama Dimas, Ro. Jangan berlebihan."
Dia mendengus. "Jangan berlebihan."
"Kayanya aku balik ke office aja deh. Yuk, Ro." Dimas langsung berdiri dan pergi, makanan kami yang bahkan belum habis.
Aro langsung menempati tempat duduk Dimas, menatapku tajam dengan tangan terlipat di dadanya. Kilat matanya bahkan lebih seram dari kemarin.
"Kenapa tiba-tiba ke sini?" Tanyaku. Sepelan mungkin.
Aro menaikkan alisnya sebelah kemudian mendengus. "Pantas telepon aku nggak kamu angkat." Aku mendengus, menatapnya tapi berusaha kuat untuk tidak membalas tatapan tajamnya.
"Aku kan lagi sama Dimas, aku juga nggak bawa handphone aku.."
"Nggak mau di ganggu sampai nggak bawa handphone? Nggak bisa izin sebentar cuma buat balik ke ruangan terus ambil hp kamu?"
Aku membuka bibirku sedikit, menatapnya heran kemudian tertawa. "Jangan berlebihan.."
"Kamu nggak mau aku deket-deket sama Rosa yang cuma staff baru masuk ke restoranku kemarin sore. Tapi kamu minta aku buat nggak berlebihan ngeliat kamu berduaan sama Dimas, yang, oh, seingat aku, mantan pacar kamu." Ujarnya panjang lebar. Menahan marah.
"Aro.."
"Grab your bag, we're going home." Ujarnya sembari berdiri, mengeluarkan dompet dan beberapa lembar uang dan melemparkannya ke atas meja. "Ayo."
Aku menghela nafas, mengikuti perintahnya daripada membuat onar di restoran hotel.
Aku dan Aro berjalan keluar menuju pintu staff. "Aku tunggu di parkiran." Ujarnya kemudian berbalik dan membiarkanku masuk ke bagian belakang restoran.
Begitu sampai di ruanganku, Dimas sudah menunggu bersama dengan Yuni dan Reni, mengobrol entah apa. "Gila ya suami kamu, lagi ada masalah apa sih kalian?" Tanya Dimas yang mengintiliku masuk ke dalam ruanganku.
Dengan cepat aku membereskan peralatan kerjaku, memasukkan apapun yang bisa aku masukkan ke dalam tasku. Tidak lupa aku mengambil ponselku dan mengeceknya. 18 misscalls dan entah berapa pesan singkat darinya. "Pulang?" Tanya Dimas.
"Aro murka. Sialan, masa iya cuma gara-gara aku nggak angkat telepon dia kira aku selingkuh." Ujarku.
Dimas berdecak, "Kalian ini, pasangan paling aneh yang pernah aku lihat."
"Well, thanks." Ucapku sembari memasukkan ponselku ke dalam tas. "Aku pulang duluan, Aro udah nunggu di parkiran. Besok aku buat excuse letter untuk hari ini. Coffee break kita postpone dulu ya." Ujarku. Dimas tertawa sembari mengangguk.
"Hati-hati, salam buat Aro."
"Gila kamu." Jawabku. Dimas semakin tertawa.
**
"Kenapa?" Tanyaku berusaha memecah hening di antara kami berdua.
Aro tidak menjawab, dia masih konsentrasi dengan jalan.
"Mas.."
"Sorry.." Jawabnya pelan. "Aku cuma khawatir kamu nggak angkat teleponku, nggak balas iMassage-ku. Aku telepon asisten kamu, dia bilang kamu pergi sama Dimas nggak tau kemana."
Aku mengelus pipinya pelan. Dia semakin menenggelamkan wajahnya pada telapak tanganku. "Kita kenapa sih?"
"Nggak tau."
