26

16K 2.5K 530
                                    

Aku sendiri tidak tau apa aku seharusnya memberi ijin Aro untuk bertemu dengan orang lain. Siapa aku berhak menentukan?

Tapi..

"Oh my God! Juwita!" Panggil Sintha.

Aku menoleh malas. "Apaan."

Sebenarnya tidak ingin membahas apapun soal ini. Tapi entah kenapa, bibirku tidak bisa di ajak bekerja sama ketika Ale mengatakan kalau kemarin dia bertemu dengan Aro dan seorang perempuan di Melbourne, sedang berjalan bersama. Aku dengan bodohnya mengatakan, "Iya nih, Aro kemarin minta izin gue untuk jalan sama orang lain?"

Ale hanya mengendikkan bahu. Tidak terlalu peduli dan ikut campur. "Yang penting kalian udah lebih saling terbuka satu sama lain dan bahagia. Nggak usah di ambil pusing."

Apa Aro bahagia dengan perempuan itu?

Apa aku bisa melihat mereka bahagia?

**

"Aku lagi sama Deli, nanti aku telepon lagi ya." Kata Aro menutup percakapan kami. Aku baru bicara soal Jelita yang rindu dengan sosok papanya.

Sudah 6 bulan terakhir Aro tidak pernah pulang ke Bali dan cukup jarang berkomunikasi dengan Jelita. Sampai aku bingung sendiri untuk menjawab pertanyaan Jelita. Papa dimana, Papa kemana, Papa kok nggak pulang.

Alhasil aku hanya bisa bilang kalau Papa sedang sibuk bekerja. Setiap pertanyaan, selalu sibuk bekerja.

Sepertinya Aro memang sibuk. Tapi entah dengan pekerjaannya atau perempuan baru dalam hidupnya. Entahlah.

Aro Daraka :
Wi, 10 menit lg aku tlp jelita.
Jgn tidur dulu

Me:
Iya, buruan. Anakmu rewel bgt

"Anakmu yang rewel atau akunya yang kangen." Bisikku pada diri sendiri.

Aku menggeleng. Tidak. Kalau aku mau egois, aku akan berhenti menghubungi Aro walaupun Jelita merengek. Demi hati ku bukan? Tapi aku tidak bisa begitu, putriku tetap putri Aro juga. Jelita perlu ayahnya juga.

Ponselku berbunyi nyaring. Jelita langsung menoleh dan berhenti bermain bonekanya. "Papa papa telpon Tita, Ma."

"Iya sayang, Papa video call." Jawabku sambil memposisikan ponselku di tempt biasa. "Tita udah cantik belum?"

"Dah dong." Jawab putriku.

Aku langsung memencet tombol hijau dan mulai video call dengan Aro.

Disampingnya. Ada wanita berambut coklat. Cantik.

"Hai Jelita." Sapanya perempuan di samping Aro.

"Halo sayang." Sapa Aro ke Jelita.

Jelita dengan sumringah tetap membalas sapaan mereka berdua. "Papa, Tita anen."

"Sama, Papa juga." Aro berkata pelan. "Tita, kenalin. Ini Deli. Temen Papa."

Bisa-bisanya Aro memperkenalkan perempuan lain pada anak yang belum genap berumur 4 tahun.

"Hai Deli." Sapa Jelita sopan.

Tentu saja Jelita bersikap sopan. Aku berusaha sekeras mungkin untuk mengajarkan putriku tata krama dan sopan santun. Jangan sampai sepertiku, seperti keran bocor tidak ada saringan.

Aku disamping Jelita ingin menjambak Aro. Sungguh. Aku kesal luar biasa, bisa-bisanya dia memperkenalkan pacar barunya ke putri kami. Melalui video call!

Tapi aku harus bersabar. Aku membiarkan interaksi mereka. Aku membiarkan Jelita mengambil ponselku dan bervideo call bersama ayahnya. Aku hanya bisa duduk disamping mendampingi dan mengawasi.

"Tita, bubuk yuk. Udah malem, besok lagi. Kalau Papa nggak sibuk." Ucapku pada Jelita.

"Nak mau, Tita belum ngantuk, Ma." Kata Jelita sambil menjauhkan ponselku. "Tita masih mau telponan sama Papa." Lanjutnya.

"Tita, tidur ya. Besok lagi. Papa janji." Ujar Aro.

"Ner Pa?"

"Bener, sayang. Sekarang kasih hapenya ke Mama, besok kita video call lagi." Kata Aro.

Jelita menurut. Dia memberikan ponselku. Aku mengambilnya dan langsung berbicara ke Aro.

"We need to discuss more about your new friend, Aro. Aku nggak mau kamu tiba-tiba kayak tadi." Ujarku. Syukur Deli Deli itu sudah tidak ada lagi.

Aro menghembuskan nafasnya. "Iya, sorry. Deli bener-bener pengen lihat Tita. Aku juga harusnya ngenalin dia ke kamu dulu. Bukannya langsung jumping ke Tita."

"Itu ngerti." Dengusku.

"Will talk to you tomorrow." Tutupnya.

Aku mengangguk dan langsung memutus koneksi kami.

Sungguh, aku tidak terlalu peduli dengan Deli yang langsung di perkenalkan begitu saja ke putriku. Aku perlu tau, aku perlu detail yang lebih jelas mengenai Deli. Kalau seandainya mereka menikah, Deli akan ada di hidup Jelita juga kan? Seandainya Deli bukan orang baik, bagaimana?

Pikiran buruk macam apa itu?

Aku langsung membuka aplikasi chatting dan mengetikkan pesan ke Sintha.

Me :
Omg, gue vidcall sm cewek barunya aro 😱

Sintha Rajapati :
Eh? Seriusan? Cantik? 😱🤣

Me :
B aja.
Kzl gue, lgs serobot ngenalin ke anak gue
Ijin dulu kek sm gue

Sintha Rajapati :
Lah? Bukannya aro udh ijin ke elo kmrn?

Aku terdiam.
Aro memang sudah ijin, tapi akunya yang belum menjawab.

**

"Ya sorry." Ujar Aro.

Kami sedang makan di dekat tempat kerjaku. Dia akhirnya memilih pulang ke Bali untuk mengurus ijin tinggal berkala dan untuk urusan bisnisnya. Aku tidak begitu paham.

"Kamu itu harusnya bilang dulu kalau mau ngenalin." Sungutku.

"Lupa aku."

"Aku kaget tau. Syukur Tita nggak panik. Kalau dia panik terus ngambek gimana? Belum apa-apa udah di kenalin. Kasi lihat aku dulu, baru boleh ke anakku." Ujarku. Cukup dengan nada tinggi.

Aro menghela nafasnya. Dia terlihat seperti merasa bersalah. Aku tidak akan membatasi hubungan Aro dengan siapapun. Aku sudah iklhas dengan keputusan kami. Aku sudah iklhas dengan Aro yang mengencani perempuan lain.

Tapi tidak dengan anakku. "Jelita itu belum ngerti apa. Kalau kamu kenalin sm cewek gitu langsung, yang ada dia mikir aneh-aneh. Aku jelasinnya gimana coba?" Repetku.

"Iya maaf, Neng. Tiba-tiba aja aku langsung ngenalin, nggak mikir apa-apa. Mumpung Deli juga di samping aku kemarin."

Aku mendengus kesal. "Kamu juga belum ngenalin aku ke Deli. Kenalin nggak?"

"Iya iya, aku kenalin. Tapi nanti ya, dia belum bikin visa jadinya belum bisa kemari."

Aku menyipitkan mataku. "Awas."

Aro tertawa. "So, I met someone new. Kamu gimana?" Tanya Aro pelan.

"Aku sibuk kerja. Belum sempet ketemu siapa-siapa." Jawabku seadanya. "Lagipula, masih terlalu cepat kalau aku ketemu orang baru lagi."

"Kamu nyindir aku terlalu cepat ketemu perempuan baru ya?"

Aku menggeleng cepat, "Enggak enggak. Bukan gitu maksud aku."

Aro tertawa. Sungguh. Aku tidak bermaksud apa-apa.

"Are you happy, Neng?" Tanya Aro.

Aku terdiam cukup lama. "For now. I am. Are you happy?"

Aro tersenyum. "I am."

Well, sepertinya kami memang di takdirkan untuk cukup berteman.

TBC

Sikik lagi pisah lah kita..
Semoga berkenan.

Love,
Utami 🤔

End Of The RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang