[1] Aina

7.5K 214 1
                                    

satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

satu

AINA tengah menyatukan semua rambutnya untuk ia ikat ketika ponsel diatas ranjang terus bergetar.

Cewek itu mendengus beberapa kali saat panggilan itu tidak henti-hentinya masuk.

Setelah ikat rambut warna coklat itu dengan rapih menyatukan rambut hitamnya, ia langsung meraih tas juga ponsel diatas kasur.

Aina menerima panggilan itu dengan sedikit mendengus. “APA!”

Aina bisa mendengar seseorang disana meringis, dan Aina bisa mengetahui cowok itu tengah mengusap telinganya.

Nyelow, mba. Ngegas banget jawabnya.

Aina menghela napas, ia keluar dari kamar setelah mengenakan sepatu dan berjalan menuju meja makan. Mengambil dua lembar roti dan segera keluar dari rumah.

“Aina! Jangan lupa pesanan Nenek!”

Aina memutar kedua bola matanya malas, wanita tua itu selalu duduk diatas kursi empuk, didepan taman sambil merajut berbagai macam kain yang berakhir digudang.

Aina tidak menyahut, hanya menutup pintu setelah mengambil payung dari belakang pintu.

“Kenapa lagi sih lo?”

Lo yang kenapa?

Aina menarik napas lalu menghembuskannya, ia berhenti dihalte bus dan duduk dikursi sambil menunggu mobil besar dengan muatan penuh menghampirinya.

“Gue bosen hidup begini.”

Pindah kesini, gue janji bikin hidup lo gak bosen.

“Yang ada gue eneg,” Aina menggigit roti itu dan mengunyahnya cepat-cepat. “Lo jauh aja ngerepotin apalagi deket.”

Cowok itu terkekeh. “Tapi gue temen yang setia kan?”

“Hm.” gumamnya menyahuti, cewek itu memasukan payung lipat itu dalam tas lalu memasuki bus ketika bus itu datang. Sembari duduk, gadis itu memasangkan headset dan memasangnya ditelinga. “Lo gak sekolah?”

Males.” jawab cowok itu dengan tenang.

Aina menghela napas, ia segera mengeluarkan bukunya setelah menghabiskan sarapan sederhananya. “Gue mau belajar.”

Oke, gue denger nafas lo aja.

“Ada apa lagi sama lo.”

Aina mendengar nafas cowok disana terhembus kasar, Aina bisa tahu keadaan cowok itu tak baik-baik saja. Pasti ada yang tidak beres.

“Mobil lo nabrak tiang?”

Sesial itu apa idup gue.” sungut cowok itu kesal. “Lo selalu nebak gue yang jelek-jelek. Lo seneng ya kalo gue kecelakaan terus!”

“Seenggaknya tangan lo luka aja biar hape gue gak dibrisikin sama lo.”

Sialan!

Tut.

Panggilan terputus.

Aina hanya terkekeh dengan kelakuan temannya itu yang seperti anak kecil. Ia memandang layar ponsel diatas pahanya, menunggu hingga 5 detik seperti biasanya.

1

2

3

4

Sabilal Hafzah calling

Aina kembali tertawa dan memilih menerina panggilan itu dengan cepat.

“Nyusahin.”

***

ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang