[8] mahmud

2.6K 115 4
                                    

delapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

delapan

“TERUS ya, Tante, mereka tuh lucu. Aina gak nyangka deh mereka anak-anak berotak emas bisa segoblok itu.” Aina tertawa keras, matanya hingga berair ketika bercerita pada Sandra dihadapannya.

Jam sudah menunjukan pukul 17:00 WIB. Jadi mereka tengah mengupas buah-buahan untuk cuci mulut sehabis makan malam nanti. Ada tiga pembantu rumah tangga yang tengah berkutat didapur untuk membuat makan malam. Awalnya, Aina berdecak kagum. Hampir disetiap sisi rumah Bilal, selalu ada pembantu rumah tangga. Wajar lah, rumah udah kayak istana.

Sandra yang berada dihadapan Aina ikut tertawa, wanita itu meletakan pisau yang ia gunakan untuk mengupas apel diatas meja. “Ya asik lah, Na. Kamu jadi gak canggung-canggung amat. Kan kamu dikit gila juga.”

“Ye, asem,” Aina merengut beberapa detik, lalu kembali sembringah sambil memotong anggur dari batangnya lalu meletakannya kedalam mangkuk. “Iya lah, Tan. Aina kira mereka tuh kayak yang katanya-katanya itu.”

Sandra terkikih. “Jadi kelas kamu jauh dong sama Bilal.”

Aina mengangguk. “Jauh, tapi dia selalu muncul dimana aja.”

“Duh, anak sulung.” Sandra geleng-geleng kepala.

“Tan,” Aina memasukan satu anggur dalam mulut, lalu mengunyahnya pelan-pelan.

Sandra mendongak. “Hm?”

“Aina...” cewek itu sedikit mendengung ketika akan berucap. “Jadi gini,” Aina kembali menjeda. “Aina kemungkinan disini cuman seminggu, soalnya Aina udah putusin buat nge-kos aja.”

“Gak boleh!”

Aina terkejut ketika suara keras mendengung seantero ruangan. Aina dan Sandra menoleh, melihat Bilal menuruni tangga dan segera berlari kearah Aina.

“Lo disini aja! Buat apa sih nge-kos, disini aja enak.” kata Bilal setelah duduk disebelah Aina, cowok itu mengambil satu anggur lalu memasukannya kedalam mulut. “Bilang aja lo pengen bebas.” gerutu Bilal lagi.

Aina menatap Bilal. “Lo nyerocos aja!” tudingnya menunjuk-nunjuk Bilal. “Gue kan bilang sama Tante Sandra.”

“Mama gak akan setuju kan? Iya kan, Ma?” tanya Bilal berpaling pada Mamanya.

Sandra menatap Bilal dan Aina bergantian. Dari raut wajahnya, ia juga nampak keberatan dengan keputusan Aina. “Aina,” Sandra menghela napas berat. “Kamu disini kan gak ada sodara. Satu-satunya ya cuman kita. Lebih baik kamu -”

ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang