[39] Pesan singkat

1.3K 77 1
                                    

Entah apa yang lebih menyakitkan. Melihatmu bersama dia atau ditinggalkan olehmu.
Tapi saat ini, aku rasa. Lebih baik melihatmu bersama dia ketimbang tenggelam dalam rindu saat kamu pergi meninggalkanku.

-Sabilal

tigapuluhsembilan

INDRI memasuki kantin bersama dengan Sandy ketika hampir tiga belas kali menelpon Bilal dan tak kunjung cowok itu angkat.

Bibirnya menyerucut ketika panggilannya kembali dijawab oleh operator.

“Gak diangkat-angkat, San. Sumpah dah, tuh orang emang labil kayak namanya.”

“Coba aja lagi.”

“Baru gue matiin, percuma kalo gue telpon lagi pasti gak bakal nyambung.”

“Coba kali, Ndro. Siapa tau keajaiban gitu.”

“Kebanyakan nonton barbie sih, jadi mikirnya sampe keajaiban. Hello, ini dunia nyata bukan ilusi.”

Sandy mendengus. “Gue heran kenapa Bilal betah temenan sama lo.”

“Gue gini-gini tuh ngebetahin tau nggak. Lo aja yang buta, mata ketutup dosa.”

Sandy mengurut pangkal hidungnya lelah. Karena Ridho tidak masuk sekolah, jadi ia terpaksa keliling sekolah bersama dengan Indri yang bawelnya bukan main.

Belum lagi jika matanya jelalatan menemukan dede gemay. Matanya melotot kayak liat dolar.

“Lah, kira cari sampe mati malah anaknya mojok dikantin!”

Sandy langsung menoleh kearah yang ditunjukan oleh Indri.

Tanpa menunggu gadis itu, Sandy langsung berlari kearah anak laki-laki yang masih memainkan gitar dipangkuannya.

“Lo kemana aja anjing. Gue cari kemana-mana gak ada.” semprot Sandy menonjok lengan Bilal.

Bilal yang menyadari keberadaan Sandy pun hanya menghela napas, lalu menoleh sekilas. “Ya.”

“Lo kenapa sih Bahlul. Nyusahin aja.” giliran Indri yang mengomel, cewek itu langsung menusuk pipet ke aqua gelas dihadapannya.

“Gak usah berisik kalo mau disini. Gue males denger suara lo lo pada.”

Sandy menghela napas malas, melirik Indri dengan ekspresi jengah.

“Lo kenapa sih?” Indri yang mengerti arti tatapan Sandy pun langsung bertanya kepada Bilal.

“Gak papa.”

“Kayak cewek lu jawabnya gak papa gak papa mulu.” cibir Sandy sebelum bangkit berdiri.

“Lo mau pesen apa, Ndro? Gue baik nih, gue traktir. Lo sukanya kan gratisan.”

ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang