[43] Putus.

1.5K 94 7
                                    

empatpuluhtiga

MATAHARI siang tidak terlalu terik ketika Aina menapaki kakinya ditangga besi tempat tinggal barunya.

Kemarin, Bilal sudah memberitahu alamat tempat kosnya. Dan, Aina menyukai tempat itu. Beberapa hari lagi, ia sudah masuk sekolah. Dan barang-barangnya sudah ia kemasi dan sudah dipindahkan ketempat kos barunya.

Tangannya membawa kotak berisikan buku lama yang tertinggal dirumah Bilal. Dan, langkahnya kembali ia bawa untuk menaiki anak tangga.

Tepat ketika langkahnya sampai diatap halaman kamar kosnya. Ponsel disakunya bergetar heboh, cewek itu cepat-cepat melangkah mendekati meja, dan melatakan kotak itu disana.

“Halo?” sahutnya ketika sudah menerima panggilan dan menempelkan ponsel dipipi.

“Lo tadi kesini? Dan lo fix berhenti kerja?”

Tanpa melihat siapakah pemanggil itu, Aina sudah tahu siapakah yang berbicara dengan nada kesal itu.

“Eum, ya...” jawab Aina menggigit bibir bawahnya.

Damn it, Na. Lo ngeselin sumpah!” teriak Anisa frustasi.

Aina menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lalu melangkah mendekati pintu sembari merogoh saku untuk mengambil kunci.

“Maaf, maaf, okay? Bukannya gue gak mau kabarin lo, cuman gue tadinya ke toko mau nemuin lo. Cuman lo nya gak ada.”

“Iya emang, gue gak jaga pagi.”

Aina menghembuskan napas lewat mulut ketika mendengar hal itu, lalu membawa langkahnya masuk ketika pintu itu terbuka.

“Yaudah besok gue kesana deh.”

Okaay, okaay, awas lo ya sampe sombong!”

“Ye ya nggak lah.”

Anisa terkikik disana. “Oke bye gue mau ganti dulu.”

Aina menjawab oke lalu memasukan ponsel dalam saku ketika Anisa mematikan panggilan. Langkahnya yang berhenti didepan pintu pun langsung berbalik melangkah saat teringat bahwa kotak yang tadi ia bawa masih berada diatas meja lebar yang sama seperti milik Bilal yang berada di rooftof.

Sebelum sampai dimeja lebar itu, langkahnya berhenti saat melihat seseorang yang melangkah menaiki tangga. Dan berhenti dianak tangga paling akhir ketika bola matanya mendapati gadis yang selama ini ia cari-cari.

Tanpa membiarkan Aina memastikan hal itu nyata ataupun tidak. Langkah panjang laki-laki itu langsung dibawa mendekat, tangannya dengan cepat pun sudah membawa tubuh Aina kedekapannya.

Degup jantung Riko terasa jelas dipendengaran Aina ketika setengah wajahnya menyentuh bahu Riko yang terasa hangat.

Aina menghela napas.

“Rik, gue -”

“Gue kangen lo, Na.” potong Riko mempererat pelukannya ditubuh Aina.

Aina memejamkan matanya perlahan. Belum bisa membalas pelukan Riko, bahkan, cewek itu tidak bisa.

“Lo kemana aja? Gue cari lo kemana aja dan lo gak ada. Lo kemana?” Riko menyentuh bahu Aina ketika sudah melepas pelukannya.

ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang