[25] pengantin goblin

1.6K 83 2
                                    

Rantika Deandita ::

Rantika Deandita ::

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


duapuluhlima

BILAL mendesah pelan dengan kepala tertunduk, matanya melirik pada ponselnya yang hidup, menampilkan pop up pesan dari Aina yang mungkin sudah menunggu lama. Karena disaat bel pulang berbunyi, cowok itu sudah ditunggu oleh anggota basket dilapangan indoor.

“Jadi ... ?” Bilal memilih mengangkat pandangan, bertanya dengan menggantung, mencoba bersuara saat semua orang memilih diam padahal mereka sudah duduk selama sepuluh menit.

Dayat, sang kapten, berdiri dari duduknya. “5 hari?”

Bilal menatap luka dikakinya, yang kini dibalut perban. “Nih perban sebenernya memperlebay keadaan gue,” kata cowok itu mendecak. “Luka kecil jadi keliatan gede.”

Dayat menghela napas. “Bil, gue tau lo mampu. Gue percaya sama lo.”

Bilal tersenyum tipis, sedikit miris. “Gue gak tau lo bener-bener percaya atau enggak sama gue.” matanya kini menatap anak-anak basket dihadapannya bergantian.

“Perjelas. Kalo emang enggak ya enggak, kalo emang iya ya iya.” matanya menatap tajam, meminta kejelasan keputusan mereka siang itu.

Semua mendesah pelan. Bimbang.

Kompetisi sebentar lagi akan dimulai, dan kabar tentang Bilal yang terluka membuat mereka semua frustasi. Namun, luka itu bisa membuat penampilan mereka esok tidak maksimal. Sedangkan, pemain paling  menonjol dan maksimal selama ini adalah Bilal.

“Gue percaya sama lo, Bil. Lagian itu cuman luka kecil, asal dia rajin obatin tuh luka pasti cepet sembuh.” Adit bersuara dengan mantab, mencoba memastikan pada Bilal yang kini sedikit tersulut emosi. “Kita harus percaya. Kita harus kasih kesempatan.”

Rio mendecih pelan, menatap Adit dengan senyum meremehkan. “Kalo nyatanya semua gak sesuai pemikiran lo gimana, Dit? Apa kita harus kalah karena satu orang?”

Tangan Bilal refleks mengepal.

“Bukan gitu, itu cuman luka kecil jadi ki -”

“Kecil tapi dalem, kan?” sergah Riko menatap Adit tajam. Membuat cowok dengan tindik ditelinga kanannya diam dalam sekejap.

“Masalah sekecil apapun harus kita selesain.” lanjut Rio menatap teman-temannya.

“Tapi gak harus pake cara ngeluarin anggota dong,” Satria bersuara tidak setuju. “Lagian seminggu kita libur kan? Keputusan kita ambil minggu depan. Kenapa harus gembor-gembor sekarang sih? Waktu masih banyak. Gak usah jadi kompor.” Satria sebagai seorang senior satu-satunya yang masih diperbolehkan  mengikuti pertandingan pun sedikit emosi dengan sikap egois juniornya itu, Rio.

ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang