[19] hug

1.7K 81 0
                                    


sembilanbelas

SETELAH menjawab satu kalimat yang membuat Aina keluar dengan raut sedikit tidak percaya. Bilal hanya diam didalam mobil memandang satu bungkus rokok yang tergeletak diatas kursi penumpang.

Bukan, itu punya Sandy.” kebohongan yang Bilal berikan saat Aina menatapnya penuh selidik.

Aina hanya diam saat itu, lalu keluar saat mobil berhenti didepan toko kue. Karena didepan toko sudah ada Riko yang berdiri menunggu gadis itu.

Bilal mengusap wajahnya sekali. Cowok itu jelas mengetahui alasan Aina sangat benci perokok.

Dulu, Oom Aina yang paling dekat dengan cewek itu meninggal diumur 20 tahun. Dia meninggal karena penyakit paru-paru karena lelaki itu adalah pecandu rokok. Selalu merokok. Dan, saat Aina tahu bahwa penyebab kematian saudara paling dekatnya itu adalah rokok. Aina semakin benci dengan benda nikotin itu. Aina selalu melarang Bilal mendekati rokok, apalagi menjadi pecandunya. Walaupun hanya satu batang, Aina akan membenci Bilal seperti gadis itu membenci rokok.

Bilal jelas bingung saat ini. Aina tidak mungkin langsung percaya. Ia pasti akan menghabisi Bilal jika memang cowok itu perokok.

Shit,” Bilal mengusap wajahnya kasar, lalu membuang rokok itu keluar jendela.

Ketika dirinya kembali menoleh kearah toko, dalam hati ia kembali mengumpat. Melihat Aina yang begitu cantik walaupun menggunakan seragam kaus berwarna putih dengan apron coklat dipinggangnya, rambut terikat satu namun menyisakan anak-anak rambut didekat pipi. Melihatnya tertawa renyah dengan Riko dihadapannya, membuat sedikit hatinya merasa tidak terima. Dan tidak ingin melihat Aina seperti itu.

“Tai.” umpat cowok itu pelan, lalu memilih pergi dari situ dan menuju kerumah.

Sesampainya dirumah, Bilal langsung menuju kekamar yang ternyata disana udah ada Sandra yang lagi naro pot-pot tanaman kaktus dijendela besar kamar Bilal.

“Tumben,” kata Sandra sambil menyemprotkan air ketanaman kaktus itu. “Masih jam 3 loh, tumben amat udah pulang.”

Bilal hanya menghela napas, lalu menjatuhkan tubuhnya dikasur dengan tangan terlentang, dan memejamkan matanya.

Sandra menoleh. “Capek, Bil?”

“Banget.”

“Emang habis ngapain?”

“Ngeliat kenyataan yang bikin kesel.”

Sandra mengernyit dalam, walau selanjutnya ia mengedikan bahu acuh. “Oh, iya, Bil.” Sandra meletakan semprotan itu diatas meja lalu singgah dipinggir kasur. “Bilangin Aina, Mama udah nemuin tempat kost.”

Bilal sontak mendudukan diri. “Apaan! Gak usah deh, Ma!”

Sandra kaget. “Kenapa sih?”

Bilal diam sebentar, masa iya dia mau menceritakan kejadian semalam?

“Masalahnya,” Sandra menyentuh tangan Bilal sambil menunduk. Bilal diam, memperhatikan ekspresi ibunya yang nampak muram. “Nenek Dina udah nelfonin Mama berkali-kali. Nyuruh Aina pindah.” Sandra menaikan pandangannya untuk menatap putranya.

ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang